Sayang?

868 24 3
                                    

"Aku masih anak sekolah, tiga SMA. Belum tepat tuk begitu, beginii," ucap Azzura seperti sebuah nada lagu.

Angkasa terkekeh kecil lalu mengacak-acak puncak kepala Azzura dengan imutnya. Azzura tersenyum sambil menengadah. Menatap wajah Angkasa yang rasanya selalu bersinar di matanya.

Entah matanya yang sedikit rabun, atau memang beginikah yang dinamakan cinta.

Drrtt-- drtt--

Handphone milik Angkasa bergetar. Angkasa buru-buru mengambilnya dari saku celana dan membukanya. Sebuah pesan masuk.

-Daddy

Minggu depan papa pulang, papa pengin denger kabar baik dari kamu dan Ratu.

15.00

Wajah Angkasa mendadak pucat. Azzura yang tak tahu apa-apa pun dengan sigap segera bertanya pada Angkasa.

Angkasa menggeleng pelan dan Azzura tetap mendesaknya untuk berbicara. Meskipun Angkasa memang jarang tersenyum, tapi emosi yang berubah dengan sangat cepat hanya setelah membuka ponsel bukankah kemungkinannya kecil? Apalagi Angkasa bukan seseorang yang bipolar.

"Lo ajak gue kesini, tapi ga mau cerita. Gunanya ada gue disini apa?" ucap Azzura masih berusaha membujuk.

"Minggu depan papa gue pulang," Angkasa tersenyum kecut setelah itu.

"Bagus dong, lo bisa ketemu sama dia. Emang lo nggak rindu?" titah Azzura sembari bertanya. Sebenarnya Azzura sangat tahu apa yang sedang Angkasa pikirkan sekarang. Tapi Azzura tak mau menambah beban Angkasa semakin banyak. Jadi yang bisa dia lakukan hanya menenangkannya.

Angkasa mengangguk, "Iya, Ra."

Azzura menarik kedua sudut bibir Angkasa ke atas. "Kalau iya ya senyum dong," ucap Azzura seraya ikut tersenyum.

Bodohnya, Angkasa baru menyadari. Apa yang dikatakan Arsen saat hari pertama itu memang benar, Azzura manis. Apalagi saat tersenyum. Dengan spontan wajahnya ikut tersenyum sendiri.

"Nahh, pinter anak gantengg," Azzura sedikit berjinjit untuk mengelus pucuk kepala Angkasa.

"Makanya jangan pendek-pendek," titah Angkasa sambil sedikit tersenyum.

Azzura membuang mukanya kesal. Menyilangkan tangannya di depan dada dan melongos begitu saja. Angkasa justru tertawa karena itu. Dia berlari untuk mengejar Azzura. Kalau cewek marah kan udah susah dibujuknya. Tapi memangnya mau lari sampai mana?

Angkasa berhenti tepat di belakang Azzura. Azzura menunduk sambil memegangi lututnya. Untungnya ia masih bisa bernafas sekarang.

Angkasa juga terlihat kelelahan, tapi tidak lebih dari Azzura. Kalau dilihat dari wajahnya. Sepertinya- hampir mati. Batin Angkasa.

"Belum jam pulang, Ra. Ngapain keluar sekolah?" tanya Angkasa sambil terus mencoba mengatur nafasnya yang masih terengah-engah.

"Lagian kamu itu nanggung. Mbolos di dalem sekolah. Di sekolah emang ada apa?" elak Azzura secepat badai.

Yah, Azzura kan tukang alasan. Jadi mau gimanapun juga Angkasa pasti kalah kalau berdebat dengannya.

Azzura masuk ke cafe yang sudah ada di depannya. "Tadi kan bilang mau kesini", imbuhnya lagi sambil menaikkan kedua alisnya secara bersamaan.

Angkasa mengangguk pasrah. Pintu cafe terbuka. Sebagian yang ada di cafe melirik ke arah mereka berdua. Ya iyalah, mereka kan masih pakai seragam!

"Katanya sekolah favorit, kok ada yang mbolos", desis seseorang yang ada di pojok ruangan. Angkasa cengengesan. Untungnya ganteng, mulut mereka diam seketika.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang