Angkasa Stress?

745 22 6
                                    

Peter mengantarkan Azzura ke rumah Azka. Lalu ia pulang. Sesuai dengan permintaan Azzura. Sesuai janji Azka juga, ia akan mengantarkan Azzura pulang nanti.

"Ra, tambahin nomer 085778888996 sama 083322445596 dong," ucap Azka sambil berjalan ke dapur.

Azzura mengangguk begitu saja. Ia membuka ponselnya lalu membuka aplikasi kalkulator dalam ponselnya dan mulai mengetikkan nomor itu.

"Hasilnya 169101334592," jawab Azzura sambil terkekeh puas.

"Main sama Arsen pengaruh juga yah ke otak orang," Azka membalas tawa dari Azzura dari arah dapur. Tapi tetap terdengar keras sampai sofa ruang tamu di mana Azzura duduk.

"Emang itu nomor sapa, Ka?" tanya Azzura sambil membuka ikon kontak lalu menekan simbol tambah di dalamnya.

"Me!" jawabnya antusias.

Kalau diinget-inget lagi, mereka memang tidak pernah saling bertukar nomor. Azzura jadi merasa bersalah sekarang.

"Satunya?" tanya Azzura setelah nomor dengan nama 'Ugly Twins' tersimpan di kontaknya.

"Kembaran gue," ucap Azka sambil menuangkan segelas teh ke dalam gelas. Dan mulai sibuk mencari penampan yang hilang entah kemana.

Oh, ganti nomor. Batin Azzura.

Perlu diketahui, surat yang biasanya dikirimkan Angkasa, yang Azzura maksud bukanlah miliknya. Namun, milik Azka.

Bagaimanapun, Angkasa tak pernah memberinya kabar. Azzura hanya tau beberapa dari Azka. Itupun jika Azka tak lupa memberitahu.

"Kenapa kasih nomernya ke aku?" tanya Azzura basa-basi.

"Peter yang minta," ucap Azka sambil berjalan ke sofa membawa penampan yang di atasnya ada dua gelas dan satu teko penuh berisi es teh. "Udah ditambah ke kontak?"

"Udah," jawab Azzura sambil menunjukkan layar ponselnya di depan Azka secara langsung. "Btw, gimana hubungan lo sama Aileen?"

Azka tertawa sejenak. Sambil meraih remot TV yang ada di atas meja. Ia mendudukkan dirinya di posisi paling enak terlebih dahulu, barulah ia mengatakan banyak hal yang seharusnya tak perlu diberitahukan kepada Azzura.

"Cinta kalau dipaksain susah, Ra," ia tersenyum tipis. Merasakan bagaimana rasa sakitnya bahkan pada seorang laki-laki tangguh seperti Azka.

"Gue juga pernah ngerasain gitu kali, Ka. Nggak usah dikasih tau," Azzura menepuk bahu Azka sambil tertawa. Berusaha menjadi teman sekaligus penghibur yang baik. "Di dunia ini, nggak pernah ada cinta yang sia-sia. Kita mencintai agar dicintai. Tapi yang paling beruntung buat lo sama gue adalah kita masih bisa merasakan cinta. Contohnya orang yang kena Philophobia," ucap Azzura mendadak bijak. (Kalau mau tau Philophobia ada di What Is Love ya:v)

"Tapi kalau cuma sebatas kenal tapi nggak jodoh ya percuma," Azka bersandar pada sofa sambil meraih remot TV lalu menyalakannya.

Azzura tersenyum tipis. Merasa tersinggung. Tapi mencoba untuk tidak membicarakannya. Barangkali Azka hanya sedang membicarakan tentang dirinya sendiri.

Sekilas Azka melihat Azzura yang nampak mematung selama beberapa saat. Sudah belajar banyak dari Aileen untuk menjadi manusia yang peka, Azka menepuk bahu Azzura.

"Kenapa?" mata Azka jatuh pada layar ponsel Azzura. Sudut bibirnya terangkat sebelah. Sebelum Azzura mengatakan sesuatu, Azka sudah lebih dulu mengatakannya. "Kalau kangen ya ditelepon aja lah," suruh Azka sambil tersenyum menggoda.

"Yang kangen tuh siapa loh?" Azzura masih berusaha mengelak. Tapi ia tidak sadar sama sekali dengan apa yang ada di layar ponselnya.

"Kayaknya jari lo deh," Azka melirik lagi ke arah ponsel Azzura.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang