Mendengar kata "game" dari mulut Angkasa membuat Azzura sangat antusias untuk sesegara mungkin turun ke bawah.
"Sa! Angkasa!" panggil Azzura berulang kali. Tapi tak ada satupun balasan. Rumah lebih sepi dari sebelumnya.
"Ishh, bikin sebel deh. Kebiasaan, pasti lupa!" Azzura mencebikkan bibirnya kesal dan kembali berbaring lagi di dalam kamarnya.
Mengotak-atik ponselnya. Memeriksa beberapa pesan yang baru saja masuk lalu menutupnya lagi. Azzura menarik selimutnya sampai menutupi seluruh badannya, dari kepala sampai kaki. Ketika saat itu juga seseorang mengetuk pintu.
Sambil menghembuskan nafasnya kasar, Azzura berjalan menuju pintu dan membukanya. Lebih kesal lagi ketika tak ada seorangpun di luar sana kecuali angin-angin yang sedang berhembus seakan sedang menertawakannya.
"Its not funny," ucapnya setengah kesal.
Azzura membalikkan tubuhnya dan kembali menutup kamar. Lagi, untuk kedua kalinya pintu terketuk. Azzura membiarkannya selama seperkian detik. Tapi rupanya manusia jadi-jadian di depan pintu kamarnya tak mau menyerah sedikitpun.
Azzura membuka pintu untuk yang kedua kalinya juga. Tapi kali ini makhluk jadi-jadian itu ada di depan pintu bersama dengan seorang sahabat kontraknya.
"Im sorry, bei," ucapnya meminta maaf. Bukannya membalas, Azzura malah mengerutkan keningnya bingung. "Bei?" tanyanya heran.
"Ya, baby, sayang, honey, beibii," ujarnya dengan nada manja.
"Ga pantes!" Azzura kembali masuk ke kamar dan menutup pintunya kuat-kuat sehingga menimbulkan bunyi yang sedikit keras.
"Gila yah, cewek ngamuk, rumah roboh," ujar Arsen sambil menggeleng-gelengkan kepalanya miris.
Arsen turun untuk menemui Azka. Membiarkan Angkasa dan Azzura menyelesaikan masalahnya sendiri. Toh ini bukan ide Arsen juga.
Angkasa memegangi keningnya. Bukannya mengetuk pintu lagi, Angkasa malah kembali ke kamarnya.
"What? Tuh cowok ga ngetuk pintu lagi? Gampang nyerah banget sih jadi cowok," omel Azzura untuk yang kesekian kalinya.
Azzura kembali mengambil ponselnya yang sedang dicas di atas nakas beserta headphone yang ada di sampingnya.
"So much pleasure, why so loud? If you dont like my sound, you can turn it downn--"
"Ya nggak suka, tapi ga bisa dipelanin juga," Azzura langsung menghentikkan lagunya. Menatap kaca jendelanya yang sudah terbuka dan menampilkan sesosok manusia setengah kodok.
Azzura memutar bola matanya malas. Buru-buru ia mengusir Angkasa jauh-jauh dari kamarnya.
"Stop, jangan masuk!" Angkasa menaikkan sebelah alisnya. Bukannya mendengarkan, Angkasa malah loncat ke dalam kamar Azzura dan mulai bertingkah.
"Tau harga pulpen berapa?" tanya Angkasa sambil berjalan maju.
Azzura mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Azzura mengambil bantal yang ada di sampingnya dan bersiap untuk memukul Angkasa ketika saatnya tiba.
"Mahal," ucapnya setengah sombong. "Bodo amat!" Azzura langsung melemparkan salah satu bantalnya tepat di wajah Angkasa. Angkasa tentu saja belum sempat mengelak.
"Come on, turun," pintanya untuk yang kesekian kalinya.
Azzura memiringkan bibirnya tanpa mengatakan apapun. Azzura buru-buru melemparkan bantal lain ke arah Angkasa.
"Weh, makan buru! Jangan main di kamar mulu!" teriak Arsen tanpa tanggung-tanggung.
Teriakannya cukup lantang, hingga seisi rumah bisa mendengarnya. Pembantu yang ada di dapur mungkin saja sedang tertawa karena suara merusak dunia milik Arsen. Herannya, Arsen selalu percaya diri menyanyi di rumah Angkasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romance>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...