"Setidaknya, jika pacar tak punya. Sahabat ada. Kan sahabat bisa jadi pacar dalam mood kita." - Gavin ganteng.
-
Setelah kejadian minggu lalu, yang Sheila memutuskan Gavin. Sheila menangis, ia sayang sama Gavin. Bahkan, Sheila tak tahu apa masalahnya Gavin sampai berubah sekarang.
Ringga yang melihat adiknya yang selalu murung itu tak tega melihatnya. Ringga berinisiatif bertemu dengan Gavin. Ringgapun menelepon Gavin dan memintanya untuk menemuinya.
Ringga menunggu Gavin di Cafe om nya Reza. Karena, Gavin telah mengiyakan ajakan Ringga untuk bertemu dengan Gavin. Tak lama, Gavin datang dan sedikit tersenyum kepada Ringga. Berbeda dengan Gavin yang dulu.
"Apa kabar bang?" tanya Gavin basa-basi.
"Baik. Lo apa kabar?" tanya Ringga balik.
"Gue gak baik sih. Tapi, mungkin nanti gue bakalan baik-baik aja." ucap Gavin.
"Oh gitu." sahut Ringga.
"Jadi, kenapa bang ajak gue ketemuan?" tanya Gavin to the point.
"Lo ada masalah apa sama Sheila?" tanya Ringga juga to the point. Tatapan Ringga menajam.
Gavin menghela nafasnya. "Gue udah putus."
"Kenapa?"
"Lo bisa tanya adik lo langsung bang. Gue udah gak ada urusan lagi sama dia." balas Gavin cuek. Nada suaranya tidak seramah pas awal dia datang.
"Adik gue terus-terusan murung karena lo. Kenapa lo putus sama dia? Kalo pun gue nanya sama adik gue, gue gak akan bisa. Gue gak bisa liat dia nangis. Jadi, lo harus ceritain ke gue!" paksa Ringga.
Gavin lagi-lagi menghela nafasnya. "Gue kecewa bang sama adik lo. Gue gak bisa kalo terus sama orang yang gak peduli sama gue. Itu rasanya kayak gue yang emang perjuangin dia sendirian." ucap Gavin.
"Dan masalahnya dimana? Gue masih belum ngerti." Ringga pusing.
"Jomblo sih, mana ngerti ginian." sahut Gavin.
"Laknat ya lo!"
"Iya iya maaf!"
"Lanjut."
"Sheila gak pernah peduli sama gue bang, dia selalu peduliin Galen, Galen, dan Galen. Seolah gue tuh emang gak penting buat dia. Ya, gue tau mereka sahabat. Tapi, apa salahnya kan ngomong sama gue kalo emang Sheila gak mau pacaran sama gue."
"Vin, yang jelas kek! Pusing gue, lo cerita panjang banget!" protes Ringga.
"Banyak bacot banget sih!" kesal Gavin.
"Heh!" gertak Ringga.
"Ck!"
"Lanjut deh!"
"Kakek gue meninggal, Seminggu lalu. Padahal sebelum kakek gue meninggal. Gue butuh banget dukungan dari dia. Gue sendirian bang ngelewatin semuanya. Gak ada Sheila di samping gue. Dia malah jadi susah di hubungin. Dia malah asyik sama Galen, sampai-sampai telpon dari gue di abaikan sama dia. Bahkan gue udah spamchat sama dia, dan dia ngeread tapi dia gak bales chat gue. Segitu gak peduli nya kan dia sama gue?" sorot mata Gavin berubah sendu. Membuat Ringa berpikir, apa sejahat itu adiknya kepada Gavin?
"Gue paham. Adik gue terlalu asyik sama si Galen. Gue tau, kalo udah bersangkutan sama Galen, dia jadi lupa semuanya. Lo harus pahamin dia vin." jelas Ringga.
"Harus gue pahamin dia kayak gimana lagi bang? Gue udah sering kayak gini. Gue ngerti bang, ngerti banget. Tapi, kalo kayak gitu, gue rasa Sheila emang gak pantes sama gue!" ucap Gavin dengan sedikit penekanan di setiap perkataannya.
"Gue mau pulang. Jangan bilang adik lo kalo gue udah cerita tentang masalah gue bang." ucap Gavin pergi meninggalkan Ringga yang masih terdiam. Mencoba mencerna apa yang Gavin ucapkan."Kalo begini, adik gue emang yang salah." gumam Ringga.
Gavin termenung dalam mobilnya. Dia memejamkan mata sejenak. Mencoba menghilangkan Sheila dipikirannya. Gavin masih cinta sama Sheila, dia ingin berjuang lagi. Namun, Sheila yang tak ingin dia perjuangkan.
Gavin melajukan mobilnya menuju rumah Reza. Dimana disana sudah ada Indra dan Fahmi. Gavin nyelonong masuk dan langsung menoyor kepala Fahmi.
"Apaan sih, dateng-dateng langsung jitak pala orang!" komentar Fahmi. Indra mah udah ketawa.
"Lo ngeselin mukanya, minta di nistain!" balas Gavin terkekeh geli.
"Mua diamah kayak monyet sih, tengil." sahut Indra.
"Naha jadi sia pipiluen?!" kesal Fahmi.
"Apasih? Gak ngerti gue." ucap Indra.
"Untung gue waras, jadi gue milih diem aja." ucap Reza sembari membaca novel.
"Iya yang paling waras mah ngegila. Bosen waras mulu!" sindir Fahmi.
"Dih, ngapain lo jadi temen gue?" sarkas Indra menyindir Fahmi.
"Orang gila ngapain disini?" ucap Gavin.
"Ah kesel aing, dinistain mulu disini. Hayu gelut satu lawan satu. One get two biar enak!" ucap Fahmi kesal.
Indra sama Gavin ketawa. Reza geleng-geleng kepala melihat keanehan teman-temannya.
"One get two dong woy, dasar manusia gratisan lo haha!" ucap Indra sembari ketawa.
"One by one goblok! Lo pikir mau beli baju loak, buy one get two!" Gavin tertawa.
"Pantes duit jajan dikurangin, ternyata gobloknya sampe segininya. Ampun aing mah!" ucap Reza sembari menutup novelnya.
"Guys, mulai besok gue gak sekolah." ucap Gavin sembari tersenyum. Tapi, teman-temannya menatapnya horror.
"Kok?"
"Kunaon?"
"Kenapa?"
"Gausah kompakan gitu dong. Kompakan tanpa gue itu gak asik!" kesal Gavin. Kepalanya langsung ditoyor oleh Fahmi. Bales dendam mungkin?
"Serius sia teh!" kesal Fahmi.
"Ya gue serius gak sekolah lagi. Soalnya, gue agak repot sih sekolah sambil ngurusin Yayasan sama perusahaan kakek gue." jelas Gavin. Teman-temannya melongo, menatapnya tak percaya.
"Lo mau jadi usahawan muda?" tanya Reza.
"Lah?! Si Gavin tukang rusuh gini mau jadi BOS? OH MY GOD, KENAPA BISA?" Indra ngegas.
"Gue serius bangsat! Mulai besok gue gak sekolah. Tapi, tenang aja. Gue bakalan sering ngunjungin sekolah. Sekalian ngecek keadaan sekolah. Gini-gini gue sering belajar sama kakek soal perusahaan sama yayasan ini. Kalian bikin masalah gue drop out langsung!" ancam Gavin.
"Mentang-mentang lo ye!" sindir Indra.
"Ohiya Vin, si Bunga gimana dah kabarnya? Udah seminggu ini dia gak sekolah." tanya Reza.
"Gak tau gue juga." Gavin acuh.
"Lo pacaran kan sama si Bunga?" selidik Reza.
"Nggak." balas Gavin.
"Terus kok deket banget sama dia?"
"Dia udah baik sama gue, niatnya udah dari sini gue mau nyamperin dia. Udah ya kawanku, cogan mau main dulu ke rumah cewek." ucap Gavin alay.
"Tadi sok sok an gak peduli, eh taunya!" kesal Reza.
"Manusia bucin mah susah!" sindir Indra.
"Kos kamu teu bucin we!" kesal Fahmi. Gavin hanya tertawa mendengar komentar teman-temannya yang terdengar sampai ke depan pintu rumah Reza. Ya, setidaknya teman-temannya bisa membuat dirinya tersenyum.
-
Hay? Apa kabar?25 vote 10 komen baru lanjut. Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT [Completed]
أدب المراهقين[Private Acak, Follow dulu sebelum add cerita ini ya, Maafin] "Biarin gue galak, jutek, dingin. Bukan masalah lo juga kan!?" - Sheila Anastasya "Lo Jutek, gue suka. Lo beda dari cewek-cewek biasanya." - Gavin Putra Bramantyo. Enjoy with my story guy...