33. Sedih

1.4K 88 8
                                    

Balikan itu gampang, yang susah itu mengembalikan keadaan yang dulu suram menjadi cerah. - Pangeran Gavin

-

Sheila menatap pantulan dirinya di depan cermin. Sudah seminggu ini Hidup Sheila uring-uringan tidak jelas. Dia merasa hidupnya hampa, kosong, sepi dan sunyi. Dia merasa kehilangan seseorang yang paling penting di hidupnya untuk ketiga kalinya. Sheila selalu berharap agar orang itu kembali ke hidupnya dan membuat hari-harinya berwarna. Lagi.

Galen menatap Sheila dengan tatapan mata kasihannya. Galen rindu Sheila yang seminggu yang lalu. Dimana Sheila yang ceria, yang selalu senyum, yang selalu membalas ketika dia ejek. Namun, sekarang Sheila seperti tak ada gairah hidup.

"Shei, udah dong. Gue gak mau liat lo murung." ucap Galen. Sheila acuh.

"Gue gak suka liat lo kayak gini, gue mau lo kayak kemaren-kemaren. Jangan pikirin Gavin lagi. Dia itu gak penting Shei, masih ada gue yang care sama lo. Banyak orang yang peduli sama lo. Jangan gara-gara si Gavin doang lo jadi kayak gini." jelas Galen. Sheila menatap Galen sendu, lalu memeluknya.

"Gue.. Gue kangen Gavin. Gue.. Gue gak tau kenapa dia bisa berubah secepet itu. Gue juga gak tau salah gue apa. Gue masih bingung sama masalah gue sama Gavin." ucap Sheila sembari menitikkan air matanya. Galen mengusap punggung Sheila untuk menenangkannya. Hingha Sheila menangis sesenggukan.

"Emang dengan lo nangis kayak gini si Gavin bakalan balik? Nggak Shei. Gak akan balikin apa yang dulu kalian lewati. Mikir deh Shei, dia aja bisa lupain lo secepat itu. Masa lo nggak bisa?" ucap Galen. Sheila masih betah di pelukan Galen.

"Lupain Gavin. Ada gue! Gue bakal gantiin posisi dia di hati lo. Tugas lo cuma satu, buka hati buat gue. Gue gak akan nyakitin lo!" tegas Galen. Sheila masih menangis dan sedikit terkejut. Tapi, yang dikatakan Galen itu benar. Dia harus bisa ngelupain si Gavin.

-

Gavin pergi menuju rumah Bunga. Sudah seminggu ini Bunga tidak sekolah. Ada sedikit rasa khawatir dihati Gavin.

Gavin mengetuk pintu rumah Bunga. Dan tak lama pintu terbuka, menampakkan sesosok lelaki berewok yang lebih tua darinya menatap Gavin sendu.

"Siapa ya?" tanya lelaki berewok itu.

"Saya Gavin Om, Bunganya ada?" tanya Gavin sopan. Om tersebut hanya menghela nafasnya.

"Kenapa om?" Gavin bingung melihat reaksi orang tersebut.

"Saya ayahnya Bunga. Mari masuk dulu, Bunganya ada di dalam." ucap Ayahnya Bunga. Gavin menurut, dan masuk ke dalam rumah Bunga.

"Bunganya mana ya om?" tanya Gavin.

"Sebenarnya, om gak bisa ngasih tau kamu. Tapi, berhubung kamu temennya Bunga. Kamu bisa langsung naik aja, dan liat keadaan anak saya." ucap Ayah Bunga.
"Kamarnya ada di pojok sana." lanjutnya.

Gavin mengangguk, dan langsung pergi ke kamar yang di tunjukan ayah Bunga. Setelah sampai disana, Gavin langsung memegang knop pintu dan membukanya hingga pintu tersebut terbuka dan menampakkan Bunga yang sedang terbaring lemah dikasurnya dengan selang oksigen di hidungnya. Gavin kaget, dan langsung masuk kedalam.

"Bunga.." lirih Gavin. Bunga terbangun dari tidurnya.

"Ah lo, kok bisa disini?" Bunga kaget, dan mencoba melepas selang oksigennya, tapi ditahan oleh Gavin.

"Mau ngapain?" tanya Gavin.

"Engap gue pake ini!"

"Lo mau mati? Pake aja. Gak perlu nyembunyiin apa-apa dari gue!" ucap Gavin menjadi dingin.

"Hm." Bunga malas menjawab.

"Lo sakit apa?" tanya Gavin.

"Sakit biasa aja, gue cuma kecapean." sahut Bunga acuh.

"Lo pikir gue bego! Lo jujur sama gue atau gue pergi dan gak mau temenan sama lo?" ancam Gavin.

"Pergi aja sih. Gue gak akan larang!" sinis Bunga.

"Bunga.. Please!" Gavin menjadi melas.

"Gue kena HIV." ucap Bunga ogah-ogahan.

"Hah? Yang bener lo anjir?" Gavin kaget bukan main.

"Ngapain gue bohong? Sekarang aja gue lemes banget. Buat gerak aja susah. Penyakit sialan ini udah nyerang satpam gue!" kesal Bunga.

"Satpam? Gimana ceritanya? Lo skidipapap sama satpam lo? Apa gimana sih? Gue gak paham!" kumat begonya.

"Maksudnya sistem kekebalan tubuh gue."
"Hah? Satpam sama sistem kekebalan tubuh lo hubungannya apaan anying!" kesal Gavin.

"Gatau, males ngejelasin. Lo terlalu bego!" sindir Bunga.

"Bung, jangan tinggalin gue. Gue gak mau ketinggalan sahabat bandel gue ini!" ucap Gavin tatapannya berubah menjadi serius. Bunga tersenyum tulus kepada Gavin.

"Vin, semua orang pasti bakalan pergi. Mau itu yang tua, yang muda. Mereka bisa pergi selamanya atau sementara. Mereka bisa pergi karena mati atau karena ada urusan yang harus buat mereka pergi. Lo maunya gue yang mana? Ninggalin lo sementara atau selamanya?" ucap Bunga membuat Gavin menangis, ya emang pada dasarnya si Gavin itu cengeng.

"Gue milih gak mau ditinggalin sama lo. Gue udah anggep lo sebagai sahabat sekaligus kakak gue!" ucap Gavin nangis bombay.

"Gak bisa. Lo harus pilih salah satu." ucap Bunga. Suaranya berubah menjadi serak. Gavin tahu, Bunga haus. Gavin pun langsung memberi Bunga minum.

"Sementara." balas Gavin sembari memegang tangan Bunga.

"Gak bisa vin. Waktu gue emang udah gak lama. Udah 12 taun gue ngadepin penyakit ini. Gue emang cewek bandel, cewek barbar, kuat. Tapi, kalo berhadapan sama lo sekarang, gue gak bisa nunjukin sifat kuat gue. Karena sekarang gue emang lagi lemah." ucap Bunga sembari tersenyum.

"Boleh gue minta sesuatu sama lo?" lanjut Bunga.

"Boleh ko. Lo mau minta apa? Es krim? Buah? Atau mobil? gue beliin deh. Tapi, lo harus sembuh ya?" Gavin gelagapan.

"Gue minta lo bahagia. Lupain semua kenangan lo yang pait-pait. Gue aja yang masalalunya suram gini bisa hidup bahagia, masa lo gak bisa sih?" Bunga terkekeh geli.

"Sekarang lo pulang, besok sekolah." ucap Bunga lagi.

"Gue gak mau pulang, mau nemenin lo aja." ucap Gavin merengek.

"Gak bisa vin.  Lo harus jalani semuanya kayak biasa! Lo bandel, gue pergi!" ancam Bunga. Membuat Gavin bergidim ngeri.

"Iya iya. Gue pulang nih! Jaga kesehatan, dan jangan lupa diminum obatnya. Kalo mau mati telpon gue dulu, biar gue ada disamping lo sebelum lo mati." ucap Gavin membuat Bunga melotot.

"Satu lagi, kalo lo mati gue bakalan balikan sama Sheila. Tapi, gak tau deh liat nanti aja. Kalo lo maunya gue sama Sheila ya gue turutin. Kalo lo gak mau yaudah, gue bakalan jomblo seumur hidup." Bunga lagi-lagi melotot, dan mencubit tangan Gavin.

"Gavin sialan!"

-
Sesuai janji, aku update nih. Haha iya sih kalian komen, tapi komennya cuma next-next aja :v agak gimana gitu ya baca komen yang isinya gitu-gitu doang. Tapi, makasihhh udah baca cerita aku :v belum end kok tenang.

30 vote, 15 komentar. Aku update.

Ayo, kalian pasti bisa :v

PERFECT [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang