"Pusat kedewasaan itu diri kita. Jika kita tak bisa dewasa. Setidaknya hargai orang lain."
-
Hari ini, berbeda dengan hari biasanya bagi Gavin. Karena, hari ini dia akan pergi ke kantor untuk mengurus perusahaan sang mendiang Kakek. Gavin mengerti tentang pekerjaan kakeknya ini. Soalnya, Gavin sering banget bantuin kakeknya kerja.
Setelah sampai di kantor, Gavin diam. Meneliti kantor dari ujung sampai ujung. Tak lama, ada seorang perempuan yang datang menghampiri Gavin lalu menampilkan senyumannya dan bertanya.
"Dek, nyari siapa ya?" tanya perempuan itu. Gavin jadi malu, gara-gara disebut dek. Segitu mudanya kah Gavin.
"Ah i-iya saya lagi nyari temen saya." sahut Gavin terbata-bata.
"Adek sudah buat janji sama temen adek? Temen adek siapa?" perempuan itu tersenyum lagi.
"Pak Gilang." ucap Gavin. Kemudian, datang Pak Gilang dan berdiri disamping Gavin. Perlu diketahui, Pak Gilang ini asistennya kakek.
"Ada apa ya?" tanya Pak Gilang pada perempuan itu.
"Ah ini pak, adek ini tadi nyari bapak." ucap perempuan itu sopan.
"Oh, Perkenalkan dia Gavin Putra Bramantyo. Dia yang menggantikan Pak Bramantyo disini." jelas pak Gilang. Perempuan tadi tercengang. Kaget.
"Aduh, maaf pak atas ketidaksopanan saya." perempuan itu menunduk.
"Ah tidak apa-apa. Umur saya emang masih muda ko." sahut Gavin sembari tersenyum membuat perempuan itu terpesona. Gavin pun pergi bersama Pak Gilang meninggalkan perempuan yang sedang terpesona akan ketampanan Gavin.
Gavin digiring menuju ruangan kakeknya. Ruangan paling atas. Ruangan yang megah dan dilengkapi dengan kamar mandi, bedcover, dan tempat nonton TV. Gavin sempat berpikir, ini kantor apa apartemen? Kok kayak kamar. Pantes aja Kakek sering banget di kantor, ternyata ini alasannya.
"Nah, jadi nanti kamu bakalan nempatin ruangan ini. Karena, mulai sekarang ruangan ini udah jadi milik kamu." ucap Pak Gilang disertai senyumannya. Gavin mengangguk.
"Ah iya pak, saya mulai kerjanya besok aja ya? Sekarang saya banyak urusan soalnya." Pinta Gavin. Pak Gilang mengerutkan keningnya tanda bingung.
"Mau kemana emang?"
"Ke sekolahan. Ada yang harus saya urus disana. Berkas-berkas di sekolah juga belum saya kerjakan. Jadi, sekarang bapak dulu aja ya yang handle kantor. Besok saya bakalan mulai kerja deh." ucap Gavin.
"Yasudah, hati-hati." ucap Pak Gilang. Setelah berpamitan, Gavin langsung pergi ke sekolahnya seperti apa yang dia bilang ke Pak Gilang.
Di sekolah, Gavin langsung pergi menuju ruangan kepala sekolah. Di perjalanan menuju ruang kepala sekolah, banyak yang memuji Gavin atas ketampanannya. Ya gimana gak tampan coba, sekarang dia pake kemeja yang dibalut jas. Makin membuat tampilan Gavin sempurna.
"Pagi pak Fitri." sapa Gavin sopan.
"Pagi Gavin. Loh, kok kamu yang kesini? Kakek kamu kemana?" tanya Pak Fitri.
"Kakek saya udah sama Tuhan Pak. Jadi, di gantiin sama saya pak." ucap Gavin sambil nyengir.
"Oh, maaf. Saya turut berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya ya vin."
"Tenang aja Pak. Udah lama juga lagian. Ohiya, bapak ada apa ya manggil kakek saya kesini?"
Pak Fitri dan Gavin pun berbincang-bincang soal perkembangan sekolah.
•Perfect•
Sheila kaget melihat Gavin yang berjalan santainya menuju kelas dengan pakaian yang menurutnya keren.
"Gimana gue mau move on? Wong mantan gue jadi cakep begini." ucap Sheila sembai menghela nafas kasar. Ya gimana nggk kaget, sekarang Gavin sudah melepas Jasnya dan dia hanya memakai kemeja beserta dasi yang bertengger di kerah bajunya.
"Hay kawan-kawanku. Apa kabar?" sapa Gavin di depan kelasnya.
"Salah kostum lo vin!" komentar Vani.
"Ya biarin aja sih. Suka-suka dia!" sahut Fahmi.
"Apaansih! Orang gue ke si Gavin. Kenapa lo yang nyahut?" sinis Vani.
"Hadeuh! udah udah, gue kawinin juga lo berdua lama-lama!" geram Indra.
"Lo gak salah kostum kan vin?" tanya Keisha.
"Halah, paling cuma mau pansos aja! Cari perhatian doang orang kayak diamah!" sinis Galen.
"Maksud lo apaan?" tanya Reza yang menatap Galen tak suka.
"Maksud gue apaan? Mana ada cowok brengsek yang berani muncul di depan cewek yang dia sakitin hatinya. Harusnya dia udah pergi aja dari sini! Gak tau malu dasar!" ucap Galen membuat Gavin menyeringai. Tenang, masih Gavin liatin kok.
"Mulut sia kos banci ih! Teu suka aingmah!" komentar banci.
"Jangan komentar deh lo! Kalo lo gak tau ceritanya gimana!" ucap Indra.
"Ya jelas gue tau! Minggu lalu dia ciuman sama cewek lain di depan Sheila! Gimana gak brengsek hah?! Mana janji lo yang bakalan jagain Sheila bangsat!" Galen emosi.
"KEMANA AJA SI SHEILA DI SAAT SI GAVIN BUTUH DIA ANJING! KEMANA HAH?! KEMANA?!" Kesal Indra. Emosi dia tuh.
"CUKUP!" teriak Sheila.
"Nah kan, bersuara akhirnya nih orang yang sok tersakiti!" sindir Indra.
"Maksud lo apaan bangsat!" Galen narik kerah seragam Indra. Gavin maju lalu melerai Indra dan Galen.
"Urusan lo sama gue, bukan sama temen gue!" ucap Gavin dengan aura dinginny membuat orang yang ada di keas bergidik ngeri.
"Dan lo Shei, jangan bikin orang lain ngira gue itu jahat. Oke, itu gak masalah. Gue juga gak mikirin orang lain. Tapi, seenggaknya gue benci sama lo yang cengeng! Gue gak sejahat itu Shei! Justru lo yang jahat sama gue selama ini." ucap Gavin sembari memberi jeda untuk kalimat selanjutnya.
"Tenang aja, mulai sekarang lo gak bakalan liat gue lagi kok. Jadi, lo gak bakalan nangis lagi kan?" ucap Gavin lagi malah membuat Sheila menangis.
"Mungkin, kemaren perpisahan kita kurang baik Shei, jadi sekarang gue bakalan kasih perpisahan gue yang terbaik Shei." Gavin melanjutkan kalimatnya lalu memeluk Sheila. Sheila membalas pelukan Gavin. Dan menangis di pelukan Gavin.
"Selamat tinggal Sheila. Mungkin, lo emang bukan jodoh gue. Tapi, kita masih bisa jadi temen kok. Tenang aja, gue gak sejahat lo yang gak peduliin gue. Padahal, gue udah ngabarin lo beberapa kali. Bahkan gue nelpon ratusan atau ribuan kali tapi gak lo angkat. Miris ya." ucap Gavin tepat ditelinga Sheila. Lalu melepas pelukannya. Sheila bingung sama ucapan Gavin.
"Jadi, sampai disini aja hubungan kita. Oke, gue banyak urusan yang mesti gue urus. Dra, Mi, Za ikut gue kuy? Bolos. Tenang aja gak gue alfain nanti." ucap Gavin nyengir lalu pergi disusul teman-temannya.
Sheila masih terpaku atas ucapan Gavin. Tapi, Sheila beneran bingung.
Waktu Kapan Gavin ngabarin dia?
-
Gak, unmood. Bodoamat gak jelas juga. Gak penting ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT [Completed]
Teen Fiction[Private Acak, Follow dulu sebelum add cerita ini ya, Maafin] "Biarin gue galak, jutek, dingin. Bukan masalah lo juga kan!?" - Sheila Anastasya "Lo Jutek, gue suka. Lo beda dari cewek-cewek biasanya." - Gavin Putra Bramantyo. Enjoy with my story guy...