"Apa semuanya bisa berubah? Bisa. Selagi kita berusaha."
-
"Bunga meninggal vin."
Gavin diam. Mencerna kata-kata yang ia dengar dari Reza. Jujur, Gavin merasa terkhianati oleh Bunga yang pergi begitu saja tanpa memberitahunya.
Sekarang, Gavin harus gimana?
"Kalian ikut gue!" perintah mutlak dari Gavin yang harus diikuti. Kalo tidak, jangan harap besok kalian bisa liat matahari.
The BH masuk mobil Gavin. Lalu Gavin mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, supaya cepet sampai kerumah Bunga.
Gavin melihat ayahnya Bunga yang sedang menitikkan air matanya dalam diam sembari menatap jenazah Bunga. Gavin langsung berjalan masuk dan menangis dihadapan jenazah Bunga.
"Kenapa lo pergi gitu aja? Kan udah gue bilang, kalo mau pergi bilang dulu sama gue?! Bangun Bunga, jangan tinggalin gue." Gavin menangis. Sedangkan Fahmi, Reza dan Indra menatap Gavin iba.
"Ikhlasin Bunga pergi ya Nak. Biarkan dia tenang sekarang. Dia disana gak ngerasain sakit lagi." ucap Ayah Bunga sembari menepuk pundak Gavin dan tersenyum.
"Iya Om." Lirih Gavin.
-
Gavin berjalan menuju rumahnya dengan perasaan yang kosong. Setelah kakeknya, sekarang malah Bunga yang pergi. Salah apa Gavin dimasalalu sampai-sampai dia ditinggalin sama orang yang dia sayang.
Gavin mengambil minum dan menonton TV. Untuk mengusir pikirannya yang tidak-tidak. Gavin menangis, banyak kenangan yang terlintas dipikirannya. Kenangan bersama Kakeknya, Bunga dan Semuanya muncul begitu saja.
Gavin berjalan lagi menuju kamarnya sembari mengusap air matanya kasar. Gavin ingin tidur dan berharap besok hari ia sudah ikhlas dengan kenyataan ini.
Tok Tok Tok
Gavin terpaksa turun lagi dari tangga dan menghampiri pintu.
Gavin membuka pintunya dan Gavin langsung di tonjok oleh Ferdi, selaku kakaknya Sheila. Gavin meringis. Merasakan ngilu disudut bibirnya. Gavin menatap Ferdi dengan tatapan bingungnya.
"Maksud lo apa bang nonjok gue?" tanya Gavin bingung.
"Masih ngelak lo? Setelah lo buat adek gue nangis, lo mau enak-enak kaya gini?! Bajingan!" ucap Ferdi menonjok Gavin membabi buta. Gavin yang tak siap, tak bisa melawan. Ferdi sudah emosi.
"WOY ANJING!" Teriak Fahmi histeris. Lalu menarik Ferdi menjauh dari Gavin.
"Lepasin anjing! Biar bajingan ini sadar!" kesal Ferdi. Gavin berdiri, dibantu oleh Indra dan Reza.
"Lo datang kesini buat mukulin gue doang bang? Sekarang udah puas. Balik sana, tanya sama adek lo. Kenapa gue bisa jadi bajingan kaya gini!" ucap Gavin. Lalu menyuruh Reza dan Indra membawanya masuk diikuti oleh Fahmi yang langsung menutup pintunya.
Reza, Fahmi dan Indra menghela nafasnya.
"Kalian kenapa?" tanya Gavin terkekeh. Teman-temannya terlalu kompak.
"Lo bisa gak sih. Hidup aman gitu. Bosen gue liat lo dihujat mulu. Kenapa lo gak ngaku aja sama dia, dia abangnya Sheila kan? Dan dia mikir lo nyia-nyiain Sheila pasti." ucap Indra.
"Betul. Gue gak suka ya, maneh disebut bajingan." ucap Fahmi yang tangannya sibuk mengobati wajah Gavin.
"Ya ada benernya sih omongan mereka. Lo harusnya bilang ke dia. Kalo lo nggak salah." ucap Reza membenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT [Completed]
Novela Juvenil[Private Acak, Follow dulu sebelum add cerita ini ya, Maafin] "Biarin gue galak, jutek, dingin. Bukan masalah lo juga kan!?" - Sheila Anastasya "Lo Jutek, gue suka. Lo beda dari cewek-cewek biasanya." - Gavin Putra Bramantyo. Enjoy with my story guy...