_______________
Matahari masih enggan menampakan cahayanya. Awan masih terlihat mendung, orang-orang masih tertidur pulas menjelajahi alam mimpinya. Memang, malam-malam hujan subuhnya selalu memberikan suasana dingin dan sejuk, membuat siapa saja yang merasakannya ingin lebih berlama-lama dengan kasur.
Seorang gadis dengan nyamannya terduduk di atas sejadah berbulu, tangannya terangkat ke atas untuk memohon pada sang pencipta Agar mau mengabulkan permohonannya. Setelah selesai dengan ritual paginya, ia bersiap memakai baju kantornya, dan berjalan keluar kamar.
Baru saja ia akan membuka kunci kamar, seseorang mengetuk pintunya.
"Iraa bangun, inget hari ini kamu kerja. Jangan bermalas-malasan." Teriak sang ibu di depan pintu yang masih terkunci.
Humairah cekikikan sendiri di balik pintunya, mencoba menjahili ibunya.
"Lima menit lagi Bun." Katanya dengan nada khas seperti orang bangun tidur.
"Iraaa! Ayok bangun nanti kesiangan!" Teriak ibunya lagi dengan tangan yang terus mengetuk pintu. Lagi-lagi Humairah tertawa geli berhasil menjahili ibunya. Setelah puas tertawa, ia membuka kunci pintu. Ibunya yang merasa kamar anaknya sudah tidak terkunci lagi, bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.
"Bunda su---" perkataannya terpotong setelah melihat seseorang di balik pintu.
"Bunda sudah bilang, anak perawan harus bagun subuh, biar jodohnya nggak di patok ayam. Bunda mau bilang itukan?" Ucap Humairah sama persis dengan ocehan ibunya kalau dirinya susah bangun subuh. Tapi kali ini tidak, ibunya malah diam bungkam, melihat anaknya dengan raut terheran-heran seperti tidak percaya.
"Kok bisa?" Nahkan, ibunya tidak percaya bahwa putri bungsunya bisa bangun subuh.
"Bisa dong." Kata Humairah bangga. Ia sudah rapih dengan baju kemeja putih dan rok spannya, sepatu high heels yang sedikit tinggi, dan kerudung kotak yang ia lipat di atas dada.
"Siapa yang bangunin kamu?" Tanya ibunya lagi. Humairah jadi kesal sendiri, harusnya ibunya memujinya, ini malah bertanya-tanya karna masih tidak percaya.
"Malaikat Izrail. Asalnya mau nyabut nyawa Ira, cuman katanya gajadi kasian belum ngerasain nikah." Kata Humairah asal berhasil membuat hidungnya di jewer sang ibu.
"Sembarangan kamu! Jangan gitu ah, bunda nggak suka." Kata sang ibu sembari menepuk pelan bibir anaknya.
"Ya bunda sih, masih nggak percaya?"
"Iya-iya bunda percaya." Setelah itu keduanya turun ke bawah untuk sarapan. Lagi-lagi Humairah ditatap aneh oleh ayahnya, sama seperti saat ibunya melihat dirinya sudah siap dari subuh.
"Kenapa? Aneh ya?" Tanya Humairah menyadarkan ayahnya yang menatapnya tanpa berkedip. Kemudian ayahnya tersenyum manis sembari memberikan kedua jempolnya.
"Bagus. Putri ayah bisa bangun subuh." Ucapnya membuat Humairah tersenyum senang sembari menarik turunkan halisnya.
"Iraa." Panggil ayahnya lembut. Humairah yang asalnya pokus dengan sarapannya, langsung menoleh ke asal suara. Terlihat, ayah dan ibu sedang memandang nya. Kening Humairah langsung berkerut tidak mengerti. Apa sedari tadi ia terus di perhatikan?
"Kenapa, yah?"
"Kamu yang betah ya disana, kalau ada apa-apa jangan sungkan bilang ke om Hanan." Humairah mengerti dengan ucapan ayahnya. Humairah rasa, ayahnya seperti sedikit khawatir membebasi Humairah, karna Humairah sendiri merasa jika dirinya belum dewasa, dan masih bergantung pada kedua orangtuanya.
"Ayah tenang aja, Ira akan berusaha. Insyaallah, dengan ini Ira bisa jadi lebih dewasa."
"Iya ayah percaya. Yasudah, kita berangkat sekarang." Ajaknya. Humairahpun pergi dengan menebeng di mobil ayahnya, karna kebetulan kantornya sejalan dengan kantor ayahnya. Setelah sampai, ia langsung masuk ke dalam gedung perusahaan milik om hanan-ayahnya hasan-.
Baru saja ia masuk kedalam, langsung di sambut oleh beberapa orang yang kebetulan sepertinya sama dengannya. Yaitu pekerja baru. Humairah ikut bergaul dengan teman barunya yang lain, karna kebetulan ia orangnya mudah bergaul.
"Namaku Asti," salah seorang wanita yang sempat berbincang sedikit dengan Humairah.
"Aku lia," kata seseorang lagi. Setelah pengenalan itu, mereka jadi akrab. Dan kabar baiknya, mereka di tempatkan di ruangan yang sama.
"Humairah di suruh ke ruangan pak Hanan." Ucap salah satu pria saat Humairah akan berjalan menuju tempat kerjanya. Sebelum pergi ke ruangan om Hanan, ia sempat berterima kasih pada seseorang yang sudah memberi tahunya.
'tok tok
Setelah mengetuk pintu, terdengar seseorang yang menyuruhnya masuk. Seseorang itu tak lain adalah om Hanan.
"Assalamualaikum, pak." Sapa Humairah saat berada di depan ayahnya Hasan. Hanan tersenyum menjawab salam Humairah, lalu menyuruhnya duduk untuk menunggu seseorang.
Humairah menatap sekeliling ruangannya om Hanan, cukup besar. Ada kamar mandi, balkon, sofa besar, lemari berkas, dan lain-lain. Lalu ia terpana oleh bingkai Poto yang berukuran besar yang berada di tembok belakang kursi Hanan. Terdapat sebuah Poto keluarga. Poto Hasan dan kedua orang tuanya, Hasan duduk di tengah mereka yang sedang merangkulnya.
Bibir Humairah tertarik ke atas. Melihat wajah Hasan selalu membuat hatinya senang mendadak, aneh rasanya. Terlalu Pokus memandang bingkai Poto membuat Humairah tidak sadar bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya di sampingnya. Melihat Humairah tersenyum ke arah bingkai Poto keluarganya.
"Liatin apa Ra?"
"Liatin Hasan." Ucap Humairah repleks dengan raut wajah yang masih bengong ke arah bingkai Poto. Melihat itu, Hasan dan ayahnya tertawa geli, membuat Humairah tersadar dari lamunannya.
"Jangan liatin potonya, ini orangnya ada." Goda Hasan. Humairah hanya bisa diam sambil mendudukan wajahnya malu, ia merutuki dirinya sendiri sembari menepuk pelan jidat dan bibirnya.
"Kamu suka anak om, Ra?" Kini ayahnya Hasan yang menggoda Humairah. Lagi-lagi Humairah hanya bisa diam sembari menggigit bibir bawahnya, lalu menggeleng.
"Yahh, gak suka san. Kamu harus berjuang lagi." Kata sang ayah sembari menatap wajah Hasan. Hasan hanya diam sembari tersenyum. Humairahpun sama, hanya bisa diam tidak mengerti dengan perkataan ayahnya Hasan.
"Jadi gini." Kata Hanan memalingkan pembicaraan. "Saya tunjuk kalian untuk jadi kepala ruangan. Hasan yang jadi kepalanya, dan Humairah yang menjadi wakilnya." Jelasnya.
"Jadi kalian nanti harus bekerja sama dan mengawasi rekan yang lain. Siap?"
Humairah dan Hasan hanya bisa mengangguk mematuhi perintah bosnya. Sekalipun itu ayah atau omnya. Mereka tetap harus bekerja fropesional.
"Siap, pak." Kata mereka bersamaan.
___________________
Kalau ada typo, kasih tau yak, soalnya ini lagi di revisi. Takutnya dikalian malah nambah ga rapih dan ga enak dibaca.
Vote,
Syukron
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA [HmHs]
Romance"Perpisahan mengajarkanku bahwa mencintai tidak harus memiliki. Memilikimu adalah anugrah. Dan berpisah denganmu adalah awal ujian yang ternyata membawaku pada akhir yang membahagiakan." -Humairah. "Takdir cinta memang takan tertukar, meski awalnya...