Jum'at, pukul 08.00
"Saya terima nikah dan kawinnya, Humairah bin---"
"Hasan.."
Hasan terbangun dari tidurnya. Ia baru saja bermimpi menikahi Humairah. Mimpi itu.. seperti nyata. Mimpi yang selama ini ia impikan, dan hanya terjadi sebatas mimpi.
"Kamu kalau lelah pulang saja."
"Tadi aku tidur?"
Husna mengangguk. Kemarin, Hasan sudah menikahinya. Memperistri Husna, dan kemarin pula, mereka tidak pulang, karena setelah ijab Kabul, ayah Husna langsung kritis karena serangan jantungnya kembali kambuh.
Hasan bangkit dari sofa, berniat untuk ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Badannya terasa tidak enak, dan sakit. Mungkin efek dari tidur setelah subuh.
Setelah selesai, Hasan bersiap untuk pergi meninggalkan ruang inap ayahnya Husna.
"Mau kemana?" Tanya Husna tepat saat Hasan membuka pintu ruang rawat ayahnya.
"Pulang."
"Aku ikut." Husna bergegas mengambil tasnya dan berjalan mendekati Hasan. Tangannya langsung menggandeng lengan Hasan.
"Yuk."
Husna menarik lengan Hasan untuk keluar ruang rawat ayahnya. Baru saja beberapa langkah, Hasan langsung menepis genggaman tangan Husna.
"Apa-apaan kamu! Kita bukan mahram, jangan sentuh aku!" Bentak Hasan.
Husna tercengang, bukankah kemarin Hasan sudah menjabat tangan ayahnya dan mengucapkan ikrar suci?
"Hasan, kemarin kita sudah menikah, kamu lupa?"
Hasan terdiam berpikir sejenak, "Menikah? Bukankah calon istriku itu Humairah? Dan kami akan menikah hari ini." Ucapnya.
"Hasan, kamu itu suamiku! Kita sudah menikah. Masa kamu lupa sih? Kamu amnesia?"
"Astagfirullah.." Hasan mengusap wajahnya kasar. "Ada apa denganku ya Rabb, mengapa bisa aku melupakan semua yang telah terjadi?" Bisa-bisanya Hasan lupa.
"Maaf." Lirih Hasan.
Husna mengangguk pasrah dan memaksakan senyumnya. Lalu kembali menggandeng Hasan menuntunnya. "Aku akan bersabar Hasan, aku akan bersabar menunggu kamu membalas cintaku."
Hasan melajukan mobilnya ke rumah kediaman orang tuanya.
"Selamat datang di keluarga kami Husna, kalau kamu butuh apa-apa jangan sungkan ya, minta saja pada bunda." Ucap ibunya Hasan menyambut anak dan menantunya.
"Makasih bunda."
"Yasudah, kalian istirahat saja di kamar ya."
Husna mengangguk, lalu berjalan menyusul Hasan yang telah lebih dulu berjalan meninggalkannya.
Sesampainya di kamar atas, Hasan langsung memasuki kamar mandi, dan menguncinya.
Husna mematung di ambang pintu melihat Hasan yang begitu cuek padanya. "Sabar Husna, Hasan belum terbiasa," Husna menutup pintu kamar dan mulai menata pakaiannya untuk di simpan di lemari Hasan.
Tut Tut
"Yahh.. lowbat."
Husna mengambil charger di dalam tasnya, lalu berjalan ke arah meja belajar yang ada di kamar Hasan, menyimpan ponselnya disana untuk di charger. Setelah itu, matanya menangkap sebuah bingkai Poto yang berukuran besar tersimpan di atas meja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA [HmHs]
Romance"Perpisahan mengajarkanku bahwa mencintai tidak harus memiliki. Memilikimu adalah anugrah. Dan berpisah denganmu adalah awal ujian yang ternyata membawaku pada akhir yang membahagiakan." -Humairah. "Takdir cinta memang takan tertukar, meski awalnya...