____________________
Pagi cerah secerah hati gadis berbibir mungil yang tak hentinya tersenyum manis sejak kakinya menginjak tanah depan bangunan besar yang menjulang tinggi ke langit.Ia memeluk tas laptopnya dengan kepala yang mendongak ke arah langit, membiarkan sinar mentari pagi menembus kulit putihnya.
Humairah membulatkan tangannya seperti kaca mata, lalu ia simpan di depan matanya yang tengah menyipit melihat sesuatu.
"Kalau di lihat dari kepalan tangan yang membulat kecil juga yak." Ucapnya bermonolog sendiri.
Lalu Humairah menyipitkan kedua jarinya, jari telunjuk dan jempolnya, mengukur besarnya gedung oleh tangan mungilnya.
"Kecil." Katanya masih dengan penyelidikannya. "Pas dilihat mata telanjang, wuuuu, besarr." Humairah merentangkan kedua tangannya, seolah memberi tahu kebesaran yang tengah ia bicarakan.
Humairah merasa ada yang menoel pundaknya, hampir tidak terasa, tapi karna tubuh Humairah yang gampang geli, toelan itu berhasil membuat bulu kuduknya merinding.
"Iiihh hasann! Ganggu aja." Protes Humairah setelah menengok ke arah belakang. Ternyata Hasan yang menoel pundaknya menggunakan pulpen yang tengah ia pegang.
"Yakamu, ngapain berdiri panas-panasan disini? Sambil ngukur-ngukur gitu lagi." Ternyata Hasan memerhatikan penyelidikan yang tengah Humairah lakukan.
"Lagi ngukur gedung."
Hasan tertawa mendengarnya. "Buat apa sih?"
"Ga buat apa-apa, pengen aja."
Hasan menepuk kening Humairah dengan pulpennya. "Anehh." Ucapnya.
"Ih, nanti benjol!" Humairah mengelus keningnya setelah Hasan menjauhkan pulpen miliknya dari kening Humairah.
"Gapapa benjol, dari pada jenong."
"Gamau dua-duanya ih. Hasan noh yang jenong." Tunjuk Humairah pada kening Hasan.
Hasan mengelus keningnya, memastikan perkataan Humairah. "Ngga ko, Hasan ga jenong. Liat nih, kening Hasan rambut doang juga, jenong dimananya coba?" Katanya.
Humairah terkekeh. Benar yang dikatakan Hasan, keningnya tidak jenong. Tubuh Hasan memang di penuhi bulu, sampai-sampai halisnya ikut memiliki bulu tebal.
"Kamu kali yang jenong Ra, kaya lapangan basket." Ejek Hasan langsung mendapat pukulan keras di lengannya.
"Sembarangan! Nggak lah, muka bulet gini masa jenong sih."
"Justru yang mukanya bulet keningnya jenong kaya lapangan basket. Kening jadi lapangannya, wajah bulet bolanya. Pas kan?" Setelah mengatakan itu, Hasan terbahak melihatkan deretan gigi putihnya.
"Ihhh enak ajaa! Nggak lah, udahh ahh!" Humairah langsung meninggalkan Hasan yang masih sibuk tertawa sendiri. Tangannya mengelus kening, memastikan bahwa ucapan Hasan salah.
"Bibi!" Panggil Humairah pada salah satu OB yang tengah mengelap kaca.
"Bi, kening aku jenong ngga?" Tanya Humairah sembari melihatkan keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA [HmHs]
Roman d'amour"Perpisahan mengajarkanku bahwa mencintai tidak harus memiliki. Memilikimu adalah anugrah. Dan berpisah denganmu adalah awal ujian yang ternyata membawaku pada akhir yang membahagiakan." -Humairah. "Takdir cinta memang takan tertukar, meski awalnya...