keikhlasan

1.3K 89 10
                                    

"Titipkan hati kepada sang pemilik hati. Maka hatimu akan luas dengan keikhlasan."

...


Setelah kepulangan Husna dan Hasan di panti kemarin, keadaan rumah menjadi sangat hening dari biasanya.

Biasanya, rumah terdengar sedikit berisik dengan suara dapur, suara televisi, suara murrotal, dan suara Husna. Kali ini, rumah dua tingkat yang di huni dua orang manusia itu benar-benar hening bagai rumah tak berpenghuni.

Husna sama sekali tidak berbicara ataupun melakukan aktivitas seperti biasanya semenjak kejadian panti kemarin. Husna lebih banyak mengurung dirinya di kamar lantai bawah, karena memang Husna dan Hasan masih belum tinggal satu kamar.

Sepi. Itulah keadaan Hasan saat ini. Secara tidak sadar, Hasan sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Husna. Meski kehadirannya belum sepenuhnya membuat hati Hasan benar-benar terbuka untuk Husna.

"Husna ..." Panggil Hasan di depan pintu kamar Husna.

Tidak ada jawaban. Sudah terhitung sepuluh menit lebih Hasan berdiri di depan pintu berwarna putih itu. Hari sudah malam, Hasan baru saja pulang dari kantornya tepat pukul sembilan malam. Dan Hasan sama sekali belum melihat Husna hari ini. Saat pergi bekerjapun Husna masih berdiam diri di dalam kamar.

"Husna ... Tolong buka pintunya, Hasan mau bicara."

Lagi-lagi tak ada jawaban. Hanya suara jangkrik dari luar rumahlah yang terdengar.

"Husna.." kali ini suara Hasan mulai menegas, seolah memberi peringatan bahwa kesabarannya benar-benar sedang di uji.

Hasan baru saja pulang dari kantor, lengkap dengan pakaiannya, mandipun belum. Saat sampai rumah, Hasan langsung membujuk Husna agar mau berbicara padanya atau sekedar melihat saja pun tidak apa-apa.

Sekarang lihatlah, Husna malah mencuekkannya. Tidak memperdulikan suaminya yang lelah pulang bekerja.

Bolehkah Hasan mengatai Husna kurang ajar dan kekanak-kanakan?

"Husna, buka!" Kali ini suara Hasan benar-benar terdengar nyaring keseluruhan ruangan rumah. Di tambah dengan ketukan pintu yang cukup keras, membuat sang pemilik kamar terkejut.

Hasan marah, dan Husna tidak ingin membuat Hasan marah lagi padanya dengan tetap tidak membukakan pintu kamar.

Baru saja Hasan akan mengetuk kembali pintu kamar Husna, pintu itu sudah terbuka menampakan wajah Husna yang sangat jelas terlihat takut.

"Kita harus bicara." Ucap tegas Hasan.

Hasan melangkahkan kakinya menuju sofa depan televisi, lalu mendudukkan pantatnya di atas sofa itu, sembari membuka dasi dan menggulung lengan bajunya sampai sikut.

"Ngapain kamu berdiri di situ?" Sindir Hasan ketika melihat Husna masih tetap pada posisi awalnya, berdiri di ambang pintu kamar.

Husna tetap diam pada posisinya. Mengacuhkan tatapan tajam Hasan, dan memilih menatap lantai.

"Sini duduk!" Titah Hasan. Husna baru menurut setelah di bentak lagi.

Aneh. Husna merasa sangat malas berurusan dengan pria yang duduk di samping nya ini. Tidak seperti biasanya, Husna benar-benar malas melihat Hasan kali ini.

Husna duduk di samping Hasan, sedangkan Hasan duduk menghadap ke arah Husna, memperhatikan wanita yang menjadi istrinya itu.

"Kamu marah?" Kali ini suara Hasan terdengar sangat lembut.

TAKDIR CINTA [HmHs]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang