Satu Minggu berlalu ...
Telah banyak hari yang Husna lewati dengan banyak syukur. Kini hidupnya benar-benar jauh dari kesedihan. Husna bahagia, bersyukur suami yang Husna idamkan benar-benar menjadi miliknya, dan bisa menerimanya.
Kini Hasan telah banyak berubah, Hasan jauh lebih perhatian, penyayang, dan humoris. Bahkan sekarang Hasan sudah mau tidur satu kamar dengan Husna, jadilah seminggu sudah Husna menempati kamar Hasan yang ada di lantai atas rumahnya.
"Hasan!!!" Teriak Husna ketika baru saja keluar dari kamar mandi. Husna benar-benar jengkel, Hasan selalu saja lupa dengan perkataannya.
Hasan hanya melirik ke arah husna yang tengah berdiri di samping ranjang. Hasan tengah duduk di kursi meja rias Husna.
Husna berdacak pinggang, lalu menunjuk ke arah kasur. "Kan Husna udah bilang, kalau udah mandi anduknya simpen lagi di kamar mandi, jangan di taruh di atas kasur! Kan kasurnya jadi basah iih!!" Kesal Husna.
Hasan cepat-cepat bangkit dari posisi duduknya, lalu mengambil anduk yang baru saja ia pakai. Bukannya langsung di simpan di tempatnya, Hasan justru membuat Husna darah tinggi lagi.
"Ihh hasannn!"
Apa yang Hasan lakukan? Hasan menyimpan anduknya di kepala Husna! Bukannya meminta maaf dan kembali menyimpan anduknya, Hasan malah tertawa dan kabur begitu saja.
Kepala Hasan muncul di balik pintu kamar, Hasan berkata, "Sekalian simpennya barengan ya, Hasan sibuk, nanti siapin teh sama cemilan ya, Babay Husna." Ucapnya sembari dadah-dadahan.
"Bodo amat!" Balas Husna.
"Istri gak boleh bantah suami!" Teriak Hasan dari luar kamar. Jika sudah begitu, Husna tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menurut.
Akhirnya Husna pasrah menyimpan handuknya dan handuk Hasan ke kamar mandi, lalu merapihkan kembali seprei kasur yang sedikit berantakan akibat ulah Hasan. Hasan memang menjengkelkan, tetapi bila Husna harus memilih antara Hasan yang pendiam atau menjengkelkan, tentu saja Husna akan memilih Hasan yang menjengkelkan. Sebeb dengan tingkah jailnya Hasan, mampu membuat Husna merasa di terima di dalam rumah tangganya ini.
Husna turun dari lantai atas kebawah menuju dapur, Husna menyiapkan teh susu hangat, dengan roti bakar telur dengan tambahan keju di atasnya. Sarapan kali ini tidak di meja makan, melainkan di ruang kerjanya Hasan.
Akhir-akhir ini Hasan disibukan dengan pekerjaannya. Hasan tengah merancang proyek barunya bersama dengan temannya yang katanya ada di turki. Hasan berencana untuk membuat lestoran khas Indonesia di Turki bersama temannya yang kebetulan sudah lama merancang bisnis di bidang makanan.
Husna duduk di sofa yang ada di dalam ruang kerja Hasan. Hasan tengah duduk di kursi meja kerja depan laptopnya sembari menulis di atas berkas-berkas yang lumayan banyak.
"Nih sarapan dulu." Ucap Husna sembari meminum teh susu buatannya.
"Iya sebentar." Kata Hasan. Jarinya sibuk mengetik, ekspresinya benar-benar serius.
"Na," panggil Hasan. Husna yang semula pokus pada makanannya kini beralih pokus pada Hasan.
"Hm?"
"Kamu siapin baju gih, besok kita berangkat ke turki."
"Loh, ko dadakan? Emang kamu udah pesen tiketnya?"
"Udah, kamu siapin bajunya sekarang ya, kita berangkat jam 8 malam."
"Ada masalah ya? Biasanya juga nggak dadakan gini." Husna paham bisnis apa yang tengah Hasan jalani, karena husnapun ikut adil dalam bisnis barunya Hasan, hanya saja Husna hanya ikut bantu-bantu sedikit kalau Hasan benar-benar sedang membutuhkan bantuan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA [HmHs]
Romance"Perpisahan mengajarkanku bahwa mencintai tidak harus memiliki. Memilikimu adalah anugrah. Dan berpisah denganmu adalah awal ujian yang ternyata membawaku pada akhir yang membahagiakan." -Humairah. "Takdir cinta memang takan tertukar, meski awalnya...