Terbongkarnya rahasia hati

1.7K 113 2
                                    

"Sepandai-pandainya kamu menyembunyikan sesuatu, tetap semua itu akan terbongkar pada akhirnya."

_________________

Dua hari sudah terlewati, rumah yang semula sepi kini ramai di tangisi seorang bayi. Siapa lagi kalau bukan bayinya Aisyah?

Baby perempuan yang di panggil Biya. Nama panjangnya Abbiya shehinazkhan.

Nama rekomendasi dari si centil Humairah. Atas kerja kerasnya Humairah bisa meyakinkan kedua kakaknya untuk membawa nama hasil rekomendasi dari Googlenya. Siang-malam Humairah mencari nama yang pas untuk keponakannya yang berpipi gembul, berkulit putih, berhalis tebal, berbibir mungil semungil bibir Humairah.

"Udah dong ra, jangan di ganggu terus biyanya. Kan baru tidur, bukannya kerja malah rebahan!" Protes aisyah pada adik bungsunya yang super menyebalkan. Bagaimana tidak? Sedari pagi tadi Humairah terus menempel pada ponakan barunya, seakan dialah ibunya.

"Aduh berisik deh kak! Biyanya baru tidur nih. Irakan cuma liatin dia doang, ga gerogotin dia." Humairah kembali berbaring di samping ponakan barunya setelah berbicara ketus ke kakaknya. Menatap lekat biya, lalu mengelus-elus pipi gembulnya.

"Liatin apaan, itu tangannya ga bisa diem. Jangan di pegang terus dong, nanti kegores." Humairah langsung menatap Aisyah tajam.

"Emang kulit Ira kasar gitu? Lihat nih!" Humairah menunjukan lengan putihnya ke arah Aisyah. "Noh! Lembut gini juga."

"Udah-udah, ko malah berantem sih?" Ucap ibunya mereka yang baru datang dari arah dapur memasuki ruang tengah. Untuk sementara waktu, Aisyah berserta bayinya diam di ruang tengah, karna banyak orang yang sering menjenguk untuk melihat bayinya.

"Tau nih Bun, mantan bumil sewot Mulu. Heran deh," ucap Humairah ketus. Ibunya hanya bisa geleng-geleng melihat pertengkaran kedua putrinya yang sering berjalan dengan waktu yang singkat.

"Ya kamunya sih, ganggu Mulu Biya."

"Hilih, ganggu? Ngelonin, ngepopokin, itu dinamakan ganggu? Astagfirullah, sangat tidak berterima kasih." Humairah menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mengelus dada.

"Ssstt ah. Kalau Ira udah kepengen punya bayi, cepetan nikah, terus bikin. Kan jadi bebas mau di apa-apain juga kalau anak sendirimah." Kata sang ibu langsung mendapat dukungan dari sang kakak.

"Bener tuh, sana nikah, minta Halalin ke si Hasan."

"Lah lah, ko bawa-bawa Hasan sih?" Humairah berekting seolah tak suka. Padahal jauh di hatinya, iapun menantikan hari itu, hari dimana dirinya di pinang sang kekasih impian. Tapi, yasudahlah, cinta dalam diam hanya bisa diam.

"Terus maunya sama siapa? Si Azam?" Tanya Aisyah menggoda. Yang di goda malah menggidikan bahu seolah tidak peduli.

"Ayoodong raa, bunda juga kepengen cucu dari kamu."

"Aduuuh bunda. Emang nikah itu mudah? Susah tauk! Apalagi bikin bayinya, butuh perjuangan, bener ga ka?" Humairah menarik turunkan halisnya, lalu terbahak.

"Ihhh, mesum kamu!" Aisyah memukul lengan adiknya, membuat Humairah menghentikan tawanya.

"Mesum apaan sih, emang bener kok. Kalau gak berjuang ya gak bakal jadi bayi lah."

"Yaudah sana kamu juga berjuang, biar dapet bayi."

"Wahh wahh, ngajarin yang gak bener. Nantilah bikinnya kalau udah ada bapaknya, masa bikin gaada bapaknya."

"Yaudah cepetan nikah makanya."

"Ihh udahh ahh, maksa Mulu. Jodohnya aja belom bertamu, doain makanya biar bertamu, tauk aja nanti sore ada yang bertamu."

TAKDIR CINTA [HmHs]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang