"ketika rasa itu hadir, aku ragu. Pantaskah aku menyukaimu?"
_______________
Waktu berjalan begitu saja. Sudah Enam bulan Humairah menjadi seorang wanita karir. Banyak pelajaran yang ia dapat setelah bekerja. Tentang karakter seseorang yang berbeda-beda, tentang kedisiplinan, tentang tanggung jawab, dan tentang kedewasaan. Kedewasaan, Humairah masih mencoba agar bisa bersikap layaknya orang dewasa, namun nyatanya ia masih belum bisa. Buktinya sekarang, Humairah diam termenung merasa sedih karna Hasan akan naik jabatan dan tidak lagi jadi fatner kerjanya. Melainkan jadi bos nya."Kapan aku bisa bersikap dewasa?" Kata Humairah bermonolog sendiri. Saat ini, Humairah sedang duduk mojok di kantin, pandangannya lurus menatap tembok bercet putih yang ada di hadapannya. Tangannya sibuk memutar-mutar sedotan yang tersimpan di dalam gelas.
"Ayolah Humairah.. masa gara-gara hal spele kamu ngambek begini? Memangnya ia peduli?" Katanya lagi dengan dengusan. Humairahpun di buat bingung oleh dirinya sendiri. Seharusnya ia bahagia melihat sahabatnya bahagia karna mencapai kesuksesannya. Lalu, mengapa sekarang harus bersedih hanya karna tidak seruangan dengannya lagi? Bukankah itu terlihat konyol dan kekanak-kanakan?
Humairah memukul-mukul meja dengan satu jarinya. Kepalanya ia gelamkan di lipatan tangannya, mencoba mencari ketenangan untuk hatinya yang tiba-tiba terasa sesak.
"Humairah.." panggil seseorang. Humairah mengenal suaranya, seketika hatinya berdesir. Wajahnya refleks terangkat untuk melihat seseorang yang ada di depannya. Seseorang itu tersenyum berbinar kearahnya, membuatnya jadi ikut tersenyum. Rasanya ketika Hasan tersenyum ke arahnya seperti ada magnet yang menyeretnya untuk ikut tersenyum.
Hasan masih setia dengan senyumnya. Sedangakan Humairah, ia sudah mulai pegal karna terus tersenyum selama beberapa menit dengan Hasan.
Humairah menurunkan bibirnya menjadi datar, tidak tersenyum lagi. Wajahnya berganti dengan ekspresi bingung dengan kedua halis yang saling bertautan. Bingung dengan sikap sahabatnya, ia terus saja tersenyum, apa tidak pegal?
"Heemm." Deheman Hasan dengan wajahnya yang tertarik ke atas. Seoalah bertanya 'kenapa'. Humairah tidak menjawab, malah ikut-ikutan sikap Hasan yang bertanya seperti itu.
"Hemmm." Dehemannya mulai menyeramkan. Seperti Deheman seseorang yang sedang marah dan akan menyantapnya.
"Apasih san?" Tanya Humairah pasrah. Ia tidak bisa menebak sikap Hasan yang sekarang. Yang terus berdehem mengaung tak jelas.
Hasan menghembuskan nafasnya sembari menarik bibirnya untuk tidak tersenyum lagi. Lama-lama bibirnya pegal juga, seperti yang Humairah rasakan.
"Tadi kamu kemana pas acara makan-makan?" Tanyanya. Hasan tidak melihat batang hidung Humairah yang pesek saat acara makan-makan bersama rekan kantor lain sebagai bentuk syukuran naiknya jabatan Hasan yang menggantikan posisi ayahnya. Hasan malah menemukan Humairah di tempat duduk kantin pojok, dengan kepala yang tergelam di atas meja, hasan pikir Humairah ketiduran, ternyata tidak.
"Nggak kemana-mana. Ira disini."
"Kenapa ga ikutan makan? Ditanyain ayah sama temen lain, loh."
"Ira ga nafsu, lagi pengen diem disini." Hasan merasa curiga dengan sikap sahabatnya itu. Apa Humairah sedang merajuk padanya? Tapi ia punya salah apa memangnya? Sepertinya tidak ada.
"Kamu kenapa?" Tanya Hasan memastikan.
"Nggak papa." Jawab Humairah bohong. Hasan sudah tau, kalau makhluk bernama perempuan berkata 'nggak papa' berarti tandanya 'ada apa-apa'
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA [HmHs]
Romance"Perpisahan mengajarkanku bahwa mencintai tidak harus memiliki. Memilikimu adalah anugrah. Dan berpisah denganmu adalah awal ujian yang ternyata membawaku pada akhir yang membahagiakan." -Humairah. "Takdir cinta memang takan tertukar, meski awalnya...