Humairah sudah menyiapkan sarapan pagi. Membuat nasi goreng yang di tambahi oleh telur, baso, sosis, sosin, tomat, bonteng. Pokoknya nasi goreng buatan humairah benar-benar spesial. Apalagi untuk di berikan kepada dua orang yang sangat spesial di hatinya.
"Sayaanggg!!" Teriak humairah dari dapur. Hasan dan Hasnah tengah menonton tv menunggu humairah masak tadi, sebenarnya mereka ingin membantu, tetapi humairah melarang.
"Makanan sudah siap, sini."
Mendengar kata 'makanan' tentu membuat telinga kedua manusia yang tengah lapar itu langsung konek. Hasan dan Hasnah sama-sama berlari menuju dapur.
"Aku menang! Ayah kalah ... Huuu ..."
Hasnah sampai lebih dulu di meja makan. Duduk di samping humairah, membuat Hasan bedecak sebal. Hasnah pikir tadi balap lari? Padahal Hasan tidak berniat mengajaknya balapan.
"Menang apa? Orang ayah nggak ngajak kamu balapan kok."
Hasnah menggeleng, "Ayah bilang 'larii' tadi, itu tandanya ayah ngajak Hasnah balapan."
Hasan hanya mendengus kesal. Pasrah, terserah Hasnah sajalah. Yang Hasan butuhkan saat ini hanya makan, perut Hasan sudah keroncongan, apalagi melihat masakan istri tercintanya yang begitu menggiurkan.
"Bunda ... Hasnah mau di suapin!" Rengek Hasnah. Humairah hanya tersenyum, lalu menyuapi Hasnah menggunakan sendok.
"Manja, udah gede juga." Sindir Hasan.
Hasnah menjulurkan lidahnya, bersikap bodo amat pada ucapan ayahnya.
Piringnya sudah kosong, barulah Hasnah bangkit untuk meninggalkan dapur.
"Mau kemana sayang?" Tanya humairah.
"Mau ke kamar ya Bun, Hasnah mau melukis." Jawab Hasnah. Humairah hanya mengangguk dan mempersilahkan.
Humairah membereskan meja makan, membawa piring kotor menuju tempat pencucian piring, lalu mencucinya.
Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Tanpa humairah tengokpun, humairah sudah tahu siapa pelakunya.
Hasan menyimpan dagunya di bahu humairah, ikut memperhatikan gerak-gerik istrinya yang sedang membilas piring.
"Sayang ..." Bisik Hasan pada telinga humairah. Humairah hanya menggeliat sembari terkikik geli.
Hasan semakin mengeratkan pelukan, menyembunyikan wajahnya di leher jenjang humairah.
"Lepas dulu mas, aku mau nyimpen piringnya nih."
Hasan menggeleng dan semakin mengeratkan pelukan.
Humairah memukul lengan Hasan, "Jangan kenceng-kenceng ih! Sesak tahu." Kata humairah membuat Hasan mengendorkan pelukannya.
Hasan berpikir, sepertinya badan humairah memiliki magnet atau semacam lem tak kasat mata. Buktinya humairah selalu saja membuat Hasan dekat dan menempel terus padanya, susah sekali rasanya untuk menjauh dari humairah.
Hasan membantu menyimpan piring di rak, lalu ikut membersihkan tangannya di wastapel bersama humairah. Setelah selesai, hasan menggandeng tangan humairah dan membawanya ke halaman rumah belakangnya.
Hasan dan humairah duduk di atas ayunan kayu, kedua kaki mereka sama-sama mendorong agar ayunannya melaju. Semilir angin pagi menyejukkan wajah keduanya.
"Sayang ...." Panggil Hasan lembut. Humairah hanya tersenyum sembari memandang Hasan dari samping. Tangan kirinya menggenggam erat tangan Hasan.
"Kamu mau liburan gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA [HmHs]
Romance"Perpisahan mengajarkanku bahwa mencintai tidak harus memiliki. Memilikimu adalah anugrah. Dan berpisah denganmu adalah awal ujian yang ternyata membawaku pada akhir yang membahagiakan." -Humairah. "Takdir cinta memang takan tertukar, meski awalnya...