Waktu memang cepat berlalu. Masih terasa mendebarkan di dada rasanya saat humairah mengecek tespeknya dulu saat awal kehamilan. Masih teringat jelas raut wajah sedih Hasan saat melihat humairah menangis keluar dari kamar mandi. Dan raut wajah berbinar Hasan saat mengetahui bahwa sebenarnya humairah tengah mengandung anak dari darah dagingnya.
Berbulan-bulan, tidak henti-hentinya Hasan memanjakan humairah. Membelikannya apapun yang humairah mau. Melayani humairah seperti seorang tuan putri.
Hasan melakukan itu semua agar humairah dan calon anaknya terjaga dan tetap sehat. Hasan tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Hasan tidak ingin humairah seperti Husna, karena kelalaian Hasan dulu, Husna pergi meninggalkannya. Dan itu tidak boleh terjadi lagi. Hasan tidak sanggup lagi kalau harus merasakan perpisahan yang kesekian kalinya.
Sudah terlalu banyak ujian dalam hidupnya. Bertahun-tahun sudah Hasan merasakan luka, luka kehilangan, dan itu tidak boleh terjadi lagi.
"Aduh!"
Telinga Hasan yang mendengar jelas suara ringgisan itu langsung pergi mencari asal suara. Hasan khawatir, apa yang membuat humairah sampai meringgis kesakitan seperti itu?
"Kenapa sayang? Apa yang sakit?" Tanya Hasan panik. Humairah hanya melihat Hasan dengan raut wajah menahan sakit.
"Tendangan dedeknya kenceng, perut aku jadi sakit."
Hasan bernafas lega. Ternyata humairah mengaduh kesakitan karena tendangan dari si kecil. Hasan duduk di samping humairah, lalu mengelus-elus perut buncitnya.
"Sayang ... Jangan nakal sama bunda ya? Kasian bunda kesakitan gara-gara tendangan kamu. Nendangnya nanti aja kalau udah lahir, kita main bola bareng. Oke?"
Humairah tersenyum mendengar Hasan mengajak bicara perutnya. Hasan memang selalu seperti itu, Hasan selalu bercerita banyak hal ke perutnya, seringkali mengajaknya mengaji juga. Hanya tendangan kecil yang humairah rasakan saat Hasan mengajak bayinya bicara.
"Main bola ... Berarti bayinya cowo dong?"
"Emang kenapa? Bunda gamau kalau bayinya cowo?"
Humairah menggeleng, "Mau cowo atau cewe, bunda terima kok. Yang penting bayinya sehat dan nggak kekurangan apapun."
Humairah dan Hasan memutuskan untuk tidak mengetahui jenis kelamin sang bayi. Biarlah menjadi kejutan saat lahir nanti.
"Bunda gak sabar deh, mau cepet-cepet lihat adek bayi." Kata humairah dengan tangan yang tidak henti-hentinya mengusap perut.
Semenjak hamil, humairah sering kali menyebut dirinya sendiri dengan sebutan bunda, dan memanggil Hasan dengan sebutan ayah, tidak dengan sebutan 'Mas lagi.
"Harus sabar dong, dua bulan lagi kan ketemu."
Kandungan humairah sudah menginjak usia tujuh bulan. Tetapi perutnya sudah terlihat sangat besar. Bahkan sekarang bobotnyapun naik sampai 10kg. Humairah benar-benar gendut, kakinya saja sekarang sudah mirip dengan kaki gajah.
Humairah memeluk Hasan erat, "Ayah nggak apa-apa kan?" Tanyanya.
"Nggak apa-apa gimana?"
"Bunda sekarang gendut loh, nggak selangsing dulu lagi. Ayah tetep cinta kan?"
Hasan melepas pelukan humairah, lalu menatap lekat manik mata humairah sembari menangkup kedua pipinya dengan tangan. "Ayah akan selalu cinta bunda, bunda gendut malah lebih seksi."
Humairah tersipu, wajahnya kini merah. "Seksi?" Gumamnya pelan.
"Iya, bunda seksi banget." Goda Hasan. Hasan menyentil-nyentil bibir kecil humairah. Sedangkan humairah tegah malu-malu kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA [HmHs]
Romance"Perpisahan mengajarkanku bahwa mencintai tidak harus memiliki. Memilikimu adalah anugrah. Dan berpisah denganmu adalah awal ujian yang ternyata membawaku pada akhir yang membahagiakan." -Humairah. "Takdir cinta memang takan tertukar, meski awalnya...