Wisuda🎓

4.8K 196 3
                                    

______________


Pagi ini begitu cerah, seolah mewakili perasaan Humairah yang sedang bahagia. Karena, Hari ini hari wisudanya, Humairah akan mendapatkan gelar S.E yang dari dulu ia inginkan. setelah banyaknya perjuangan dan pengorbanan selama empat tahun belakangan, perjuangannya untuk berubah menjadi seseorang yang rajin, dan pengorbanannya untuk meninggalkan kebiasaan buruknya. Yaitu, suka bolos.

"Humairah." panggil seorang lelaki.

"Hasan?" Kata Humairah dengan wajah berbinarnya. Hasan, adalah teman seperjuangannya, sekaligus sahabatnya saat masuk kuliah sampai sekarang.

"Selamat ya atas gelar cumlaude nya, semoga bisa amanah dalam mengamalkan semua ilmumu."

"Aamiin, makasih ya. Ini semua berkat kamu, kalo gaada kamu mungkin aku gabisa gini." Hasanlah yang sudah membantunya berubah, menyemangatinya, menasehatinya, sampai Humairah bisa berubah dan mendapat nilai yang memuaskan. Padahal, saat kuliah dulu Humairah paling malas masuk jam kelas.

"Bisa aja kamu. Hasan cuma membantu, selebihnya itu berkat diri kamu sendiri." Mendengarnya, Humairah tersenyum kikuk, benarkah berkat dirinya sendiri? Rasanya, tidak. Humairah tidak akan seberhasil ini tanpa adanya dukungan Hasan.

"Oiyah, kedua orangtuaku mengajak keluargamu makan malam nanti dirumah, sekalian syukuran atas wisuda kita, datang ya."

"Iya pasti, nanti aku sampaikan pada kedua orangtuaku." Keluarga Hasan dan Humairah cukup dekat, karna kedua ayahnya adalah seorang rekan kerja.

"Dari tadi aku tidak melihat mereka? apa tidak datang?" Tanya Hasan. Setelah pertanyaan itu, terlihat ekspresi wajah Humairah yang berubah menjadi sendu, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

"Tadi mereka datang, tapi harus pergi lagi karena ada urusan." Jawabnya. Humairah sedikit kecewa pada kedua orang tuanya, di hari yang bahagia ini, mereka tetap saja sibuk pada pekerjaan, di banding anaknya.

Hasan paham, Humairah pasti sedang kecewa. Kedua orang tua mereka sama, sama-sama sibuk oleh pekerjaan. Karna kebetulan, kedua orang tua hasanpun berhalangan hadir, karena ada urusan pekerjaan.

"Kita kesana yuk!" Tunjuk Hasan pada teman-temannya yang sedang berkumpul. Lalu, mereka pergi untuk ikut bergabung bersama temannya yang lain.

****

Ba'da isya, kedua keluarga Humairah dan Hasan sudah komplit duduk di atas meja makan. Makan malam bersama, sembari berbincang di kediaman--hanan-- ayahnya Hasan.

"Humairah setelah lulus mau lanjut kemana?" Tanya Hanan setelah acara makan-makannya sudah selesai. Di lanjut dengan berbincang bersama di ruang tamu.

"Humairah mau kerja om, mau jadi wanita karier." Jawab Humairah diiringi dengan cengirannya. Sayangkan kalau gelarnya tidak di pakai? Sudah capek-capek berjuang empat tahun. Jadi, ga ada salahnya jika ia ingin menjadi wanita karir.

"Kalo gitu kamu kerja di perusahaan om saja, supaya mandiri." Tawar Hanan. Mendengarnya, Humairah termenung sejenak, mencoba menimang-nimang tawaran dari ayahnya Hasan.

"Iya betul juga tuh Ra, biar ga manja terus ke ayah sama bundamu, jadi kerja di perusahaan kami aja, jangan kerja di kantor ayah kamu." Kata ibunya Hasan. Setelah di pikirkan baik-baik, ada betulnya juga ucapan mereka. Kalau Humairah ikut kerja di kantor ayahnya, yang ada ia akan keenakan sendiri.

"Ih Tante, Humairah ga manja kok. Hasan kali yang manja, kan anak satu-satunya. Biasanya kan anak tunggal suka manja." Ucapannya sukses mendapat tatapan tajam dari Hasan. Humairah yang melihatnya hanya nyengir tanpa rasa bersalah, malah membalasnya dengan wajah mengejek.

"Loh, Ko Hasan yang kena? Memang kamu ga manja? Bukannya kamu sendiri suka nangis kalau di rumah gaada siapa-siapa? Terus merengek sambil nelpon, 'hasan, Ira takut di rumah sendiri'." Ruangan yang semula hening jadi ramai dengan gelak tawa setelah Hasan memeragakan ekspresi saat Humairah merengek. Humairah hanya diam sembari bersembunyi di balik tubuh ayahnya yang kekar, menyembunyikan wajahnya yang malu. Hasan benar-benar tega sudah membongkar aibnya.

"Gatau nih, udah dewasa juga masih aja manja. Kayaknya udah butuh suami, biar manjanya terganti dengan sikap dewasa." Kata ibunya Humairah. Mendengar itu, Humairah mencium bau-bau modus. Sudah pasti, ibunya sedang memberi kode.

"Apasih, bun. Yang ada kalau Ira nikah nanti nambah manja ke suami."

"Iya manja, tapi jadi dewasa juga. Kalau jomblo manja, ya nggak dewasa-dewasa, kan ga punya tanggung jawab apapun."

"Sudahlah Bun, jangan kode-kodean. Ira tau, bunda udah kepengen punya menantu." Kata Humairah dengan dengusan. Ia lelah, selalu saja di suruh menikah. Memangnya menikah itu mudah? Nyari pasangan yang cocok saja sudah susah, apalagi nikahnya.

"Tante juga udah kepengen punya menantu, tapi Hasan masih belum ada tanda-tanda punya pasangan." Jeda ibunya Hasan. "Nah!" Katanya dengan tangan yang terhentak di atas meja, membuat semua orang terkejut.

"Hasankan sama Humairah sudah saling kenal. Terus, sama-sama jomblo. Gaada rencana buat menikah gitu?" Hasan dan Humairah tersentak mendengar ucapannya, lalu saling pandang satu sama lain.

Menikah?

Kata-kata itu, sukses membuat Hasan dan Humairah termenung sejenak, mencoba mencerna. Apa kedua orang tuanya sedang menjodohkan mereka berdua?

"Kalian lagi ngejodohin kita?" Tanya Hasan pada kedua orang tuanya. Bukannya menjawab, mereka malah senyum-senyum gak jelas. Membuat Hasan semakin bingung.

"Ini maksudnya apa?" Kali ini Humairah buka suara. Iapun sama bingungnya. Mereka sedang membicarakan perjodohan atau hanya candaan?

"Sudah-sudah. Kita bahas nanti aja." Kata Hanan membuat Hasan dan Humairah penasaran. Mereka hanya bisa diam, saling pandang satu sama lain seolah bertanya 'maksudnya apa?' lalu keduanya sama-sama menggeleng dan mengangkat bahu tak mengerti.

_______________________

Vote.
Sedang di revisi, jadi alurnya di ganti lagi manteman. Pembaca baru ini versi yang baru, yang lebih rapih, beda sama yang dulu.

Adakah yang udah baca terus baca lagi? Beda ya?


TAKDIR CINTA [HmHs]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang