Yes, I Would

10.9K 650 15
                                    

"Haish!" Natasha mendesah kesal.

Entah sudah berapa kali dia harus berbalik arah saat melihat siluet seorang Gio Armano. Dia masih tidak sanggup melihat wajah boss-nya itu.

Natasha sering kali membatalkan tujuannya dan berbalik jika, matanya menangkap siluet Arman yang berjalan ke arahnya. Dia juga sering berdiam di toilet akibat, Arman yang tiba-tiba berhenti di depan toilet dan menandatangani beberapa laporan urgent.

"Astaga!" Pekiknya terkejut.

Memang tadi Natasha tengah bersembunyi di salah satu gang menuju ke ruang OB. Lalu, ketika dia yakin Arman sudah lewat bersama rombongan dari divisi proyek, dia baru keluar dari persembunyiannya. Sialnya, saat itu Arman justru muncul di depannya. Dia hendak berbalik jika saja, lengan kekar itu tidak melingkari pinggangnya. Menahan badannya untuk tetap disana.

"Mau lari kemana lagi kali ini, Asha?" Tanya Arman.

Arman bukannya tidak tahu kalau sekretarisnya tengah dalam mode kabur-kaburan. Bukan satu dua kali dia melihat Natasha berbalik arah saat melihat dirinya dari kejauhan.

"Sa-saya nggak lari kok, pak,"

"Saya tidak ingat kalau saya punya riwayat rabun jauh,"

"Pak..."

"Saya serius. Mata saya masih sehat. Belum menderita rabun. Saya masih bisa melihat dengan sangat amat jelas kalau kamu selalu berbalik arah saat melihat saya,"

Natasha menunduk.

"Maaf pak,"

Arman diam. Untuk sejenak dia menikmati raut wajah gadis di depannya dengan senyum kecil di bibirnya. Natasha menggemaskan.

"Profesional," ujar Arman.

Natasha mendongakkan kepalanya dan menatap Arman heran.

"Maaf?"

"Profesional, Asha. Masalah yang membuatmu menghindari saya itu masalah pribadi. Tolong jangan disangkut pautkan dengan pekerjaan,"

Arman melihat sorot terkejut dan juga menyesal dari sosok di depannya. Dia melihat Natasha mengangguk kecil dengan kepala tertunduk. Arman jadi tidak tega melihatnya. Dia seperti pria jahat yang baru saja memberikan harapan palsu dan menjatuhkan gadis depannya dari harapan yang setinggi langit.

"A-"

"Maafkan saya pak. Saya akan berusaha lebih profesional lagi," ujar Natasha dengan sopan. Memotong panggilan yang baru saja akan Arman ucapkan padanya.

Natasha memundurkan badannya. Dia membungkuk untuk meminta maaf, sebelum pamit kepada Arman. Natasha berlalu begitu saja. Meninggalkan Arman di koridor itu yang masih mencerna ucapan Natasha.

"Mudah-mudahan dia tidak salah paham dengan maksudku," gumam Arman.

Well, ternyata kekhawatiran Arman terbukti. Natasha seperti sedang menghindarinya. Arman sudah memperkirakan kalau gadis itu mengira Arman hanya sekedar main-main dengannya. Mengatakan hal manis yang hanya sebatas di bibir saja.

Awalnya, Arman membiarkan hal itu. Tapi, ketika dua hari Natasha menolak ajakan berangkat dan pulang bersamanya, Arman yakin, gadis itu salah paham.

"Bian," panggil Arman.

"Ya, pak?"

"Berikan kuncinya padaku. Kamu pulang saja. Biar saya pulang sendiri nanti,"

Bian mengangguk dan menyerahkan kunci mobil milik sang tuan ke tangan tuannya. Arman masuk ke dalam gedung kantornya. Dia bertekad menyelesaikan kesalahpahaman antara dia dan Natasha hari ini juga.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang