"Achoo!"
Arman melirik ke arah putra keduanya. Sejak beberapa menit yang lalu, putranya itu kerap kali bersin. Arman memang sedang mengerjakan pekerjaannya seperti biasa di kantor. Yang berbeda adalah istri, anak pertama dan anak ketiga-nya tengah pergi ke luar kota, menjenguk adik Natasha yang baru melahirkan. Alvian si anak tengah terpaksa ditinggal karena anak itu ada ulangan harian selama seminggu full.
Namun, sejak pulang sekolah tadi, anak itu sudah bersin beberapa kali. Arman bahkan mendengar anak itu bersin lagi untuk kesekian kalinya. Akhirnya, Arman berdiri dan menghampiri putranya itu.
"Alvian," panggilnya saat dia sudah berlutut di depan anak itu.
"Sini nak," ajak Arman.
Alvian berdiri dari posisinya yang tengah duduk di lantai beralas karpet tebal itu. Alvian berjalan sambil bersin sesekali. Arman langsung memeluk putranya saat anak itu sampai di depannya.
"Alvian pusing?" Tanya Arman.
Anak itu menggeleng. Dengan cepatnya anak itu meletakkan kepalanya di bahu sang ayah. Arman melirik jam dinding. Baru jam dua siang. Anaknya juga sudah makan tadi. Kemungkinan, putranya akan terkena flu.
"Sayang, sudah dulu belajarnya, ya?" Tawar Arman.
Alvian menggeleng. Dia tidak mau. Dia sudah pernah mendapat nilai jelek pada pelajaran yang akan diujikan besok. Dia tidak mau mendapat nilai jelek lagi.
"Tidur dulu, ya. Nanti baru belajar lagi,"
"Tidak mau,"
"Alvian..."
Alvian menjauh darinya dan kembali duduk. Arman bisa melihat putranya keras kepala sepertinya. Terpaksa Arman membiarkan putranya belajar kembali. Arman berdiri dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Setelah pekerjaan di mejanya selesai, dia kembali menghampiri putranya.
"Alvian, daddy ke lantai 9 dulu, ya. Kalau ada apa-apa bilang sama om Bian,"
Alvian mengangguk. Arman keluar dengan map di tangannya. Dia memang ada rapat di lantai 9 bersama dengan pegawainya.
"Bian, kalau Alvian butuh sesuatu berikan padanya,"
"Baik tuan,"
Arman berjalan sendirian ke bawah. Sejak Naira berhenti menjadi sekretarisnya dia kembali mengandalkan Bian sebagai sekretaris sekaligus personal asistennya. Arman pergi ke lantai 9 dengan cepat. Dia bermaksud menyelesaikan rapat itu dengan cepat agar dia bisa segera kembali ke ruangannya.
Namun, rencana tinggal rencana. Nyatanya, Arman harus menghabiskan waktu satu jam di ruang rapat itu.
"Kalau terus berdebat disini, apa kalian akan menemukan solusinya?" Tanya Arman.
"Bukankah sudah saya katakan untuk mencari jalan keluarnya sebelum kalian bertemu saya disini?" Tanya Arman lagi.
Dia sudah menyuruh mereka mencari solusi dan dikemukakan di hadapannya. Paling tidak negitu lebih menghemat waktu. Nyatanya, karyawannya lebih suka berdebat kusir dengan dia sebagai penonton.
Saat para manajer itu melanjutkan perdebatan mereka, pintu ruang rapat terbuka dan itu membuat mereka berhenti. Arman berdiri saat melihat yang membuka pintu ruang rapat adalah putranya. Arman langsung saja menghampiri anak itu. Terlebih saat Alvian tiba-tiba memeluk pinggangnya, saat itu juga Arman berjongkok di depan putranya.
Tangan Arman langsung terulur menyentuh kening putranya. Arman langsung melepaskan jas-nya dan memakaikan jas mahal itu ke badan putranya.
"Kita pulang ya sayang," ujar Arman saat Alvian menyandar di bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS#2] Between Me, You and Work
Teen FictionCerita ini seri kedua dari Dimitra series. menceritakan putra kedua keluarga Dimitra yang berprofesi sebagai Chairman dari perusahaan besar milik keluarga Dimitra yang diwariskan oleh ayahnya. "Siapa dia?" "Karyawan magang sir..." 'Menarik' Rate 16+