"kakak hanya akan mengucapkan terima kasih sudah menjadi adik yang baik untukku. Selamat tinggal Arman, kakak pamit,"
Suara yang terdengar samar itu menarik Arman dari kegelapan. Entah sudah berapa lama Arman tersesat dalam suatu tempat yang gelap tanpa tahu kemana dia harus melangkah. Semua penjuru sudah dia coba namun, dia tetap tidak bisa menemukan jalan ataupun cahaya.
Sampai suara yang berat namun lembut itu terdengar olehnya. Sangat jelas dan cukup membuatnya terkejut. Suara itu dia kenali dengan baik. Suara kakaknya, Ardan.
'Pamit? Kenapa?'
Arman berusaha memanggil sang kakak. Dia tidak mau ditinggalkan dan terjebak dalam kegelapan lagi. Arman mencoba berlari namun, entah kenapa kakinya terasa berat. Dia juga berusaha berteriak memanggil kakaknya namun, suaranya tidak mau keluar.
"Egghh..." hanya ringisan kecil itu yang keluar dari celah bibir Arman.
Arman menemukan penolongnya. Entah apa dan siapa. Yang jelas, saat dia terjatuh, sesuatu terulur di depannya. Tidak ingin kembali terjebak, Arman menggenggam tangan itu dengan erat. Sangat erat. Perlahan, ada suara lain yang masuk ke telinganya. Bukan lagi suara kakaknya, namun suara perempuan yang membuat Arman merasa kakaknya tidak ada di sebelahnya. Terlebih sesuatu yang dia genggam hilang begitu saja dan dia kembali mulai terjebak di dalam kegelapan tak berujung. Suara ayahnya yang memanggil kakaknya, juga terdengar olehnya.
Arman menolehkan kepalanya dan tidak menemukan siapapun di sekitarnya. Dia sendirian. Arman tidak suka dengan kegelapan yang melingkupinya.
"K...a...k..." panggil Arman pada kakaknya. Berharap sang kakak menolongnya dari kegelapan.
Arman memanggil-manggil kakaknya berkali-kali. Tidak ada cahaya, tidak ada kakaknya. Arman merasa dia akan tetap berada dalam kegelapan, sendirian. Arman menyerah. Namun, saat itu sebuah tangan hangat menggenggam tangannya, disusul sebuah suara yang kembali terdengar olehnya dan cahaya yang kembali terlihat olehnya.
"Bangun Arman. Kakak disini," ujar suara itu.
"K..a..k.." Arman berdiri dan berlari menuju cahaya yang ada di depannya.
Tangan yang tadi menggenggamnya hilang namun, sebuah tangan terulur ke arahnya dari cahaya itu. Arman berlari untuk menggapai tangan itu. Tangan dengan jam tangan yang dia kenali dengan baik. Tangan kakaknya.
"Iya Arman, kakak disini. Bangun Arman, Natasha dan semuanya menunggumu bangun,"
Tangan Arman berhasil menggapai tangan yang terulur itu. Seketika semua kegelapan itu menghilang, tubuhnya terasa ringan. Arman bahkan merasakan rasa aman dan nyaman. Arman memejamkan matanya dan kemudian dia membuka mata itu saat tangan yang dia genggam balik menggenggam erat tangannya.
Mata Arman menelisik ke segala arah. Sampai dia menemukan mata cokelat yang sama dengan miliknya berada tepat di sisinya.
"Hey, brother," sapaan itu menyambutnya.
"Kak..." Arman memanggil kakaknya untuk memastikan dia tidak salah melihat. Meski dengan usaha keras akhirnya, dia bisa memanggil kakaknya.
"Hm? Kenapa? Kamu haus?" Pertanyaan itu membuat Arman merasa dia sudah berada di tempat yang benar. Dia sudah kembali ke tempat dimana dia seharusnya berada dan tidak lagi berada dalam kegelapan. Arman memejamkan matanya kembali setelah melihat Ardan di sebelahnya.
'I'm already home,' batin Arman sebelum badannya kembali meringan dalam kehangatan dan ketenangan.
.............
"Kakak dimana?" Tanya Arman.
Arman sudah membuka matanya dan merasa heran saat semua keluarganya datang namun, sang kakak dan istrinya malah tidak pernah muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS#2] Between Me, You and Work
Teen FictionCerita ini seri kedua dari Dimitra series. menceritakan putra kedua keluarga Dimitra yang berprofesi sebagai Chairman dari perusahaan besar milik keluarga Dimitra yang diwariskan oleh ayahnya. "Siapa dia?" "Karyawan magang sir..." 'Menarik' Rate 16+