Prahara

7.9K 522 26
                                    

Siang itu kamar rawat Natasha dipenuhi oleh keluarga Dimitra. Mulai dari Alvaro sampai Arsen ada disana. Mereka memang baru dikabari tadi pagi oleh Arman. Alvaro sempat marah karena tidak memberitahunya lebih cepat. Namun, Arman malah tersenyum kecil saja.

"Putra kalian lucu..." ujar Maura.

Saat ini bayi kecil nan tampan itu berada dalam gendongan Ardan. Arman sempat terkejut sedikit sebelum dia terkekeh geli sendiri dan memancing semua orang untuk menatapnya.

"Kenapa kamu kak?" Tanya Arsen.

Arman tidak menjawab. Hanya menggeleng dan menunjuk bayinya dengan dagunya. Awal mulanya Arsen bingung. Namun, dia menyadari alasan kakaknya tertawa sendiri.

"Kalau anak kak Ardan benar-benar laki-laki, dia akan mirip dengan putramu," ujar Arsen.

Arman mengangguk.

"Sulitnya ketika ayahnya kembar, maka kemungkinan anak-anaknya akan mirip satu dengan yang lain akan lebih besar," ujar Arsen.

"Untung aku ingat kalau wajah kita sama," ujar Arman bergumam.

Mereka semua menyadari satu hal. Putra Arman dan Natasha mirip sekali dengan Arman. Secara tidak langsung, anak itu juga mirip dengan kedua pamannya.

"Astaga... aku baru sadar," ujar Ardan.

Mereka semua tertawa. Natasha sendiri hanya tersenyum lembut.

"Siapa namanya?" Tanya Alvaro.

"Gio Albernio Kenneth Dimitra,"

"Tidak pakai nama Wijaya?" Tanya Arsen.

"Natasha tidak mau," Arman menjawab dengan singkat.

Arman menggendong putranya saat anak itu mulai terganggu tidurnya. Dengan perlahan dan hati-hati, Arman menimang putranya. Dia juga mencium kening putranya dengan ujung hidungnya.

"Putra daddy... selamat datang, sayang. Maaf, daddy baru bisa mengucapkannya sekarang," bisik Arman.

Natasha tersenyum. Benaknya menghangat saat melihat bagaimana suaminya sangat menyayangi anak mereka. Bayi kecil yang baru lahir belasan jam lalu itu, berhasil menarik seluruh atensi Arman padanya. Natasha bukannya tidak tahu bagaimana Arman mengajak putra mereka berbincang setiap hari. Dia tahu. Hanya, dia tidak mau mengganggu.

"Nat.."

Natasha menoleh dan mendapati wajah Alvaro dan keluarganya yang tengah menatapnya khawatir.

"Ada apa, pi?" Tanya Natasha.

Alvaro menghela kecil.

"Papi tadi tanya, apa tidak apa-apa kalau Albern tidak berikan nama keluargamu?"

Natasha sedikit mengernyit saat mendengar kata "tadi". Itu artinya sejak tadi, dia melamun dan tidak mendengar pertanyaan mertuanya. Natasha tersenyum kecil.

"Natasha tidak mau Albern membawa nama Wijaya. Nama Wijaya yang ada di nama Natasha hanya membawa aib. Biarkan Albern membawa marga Arman dan papi. Natasha mau Albern menjadi anak yang bersinar seperti ayahnya,"

Alvaro mengusap rambut panjang Natasha dengan sayang. Dia tahu apa yang sudah menantunya alami dan apa yang terjadi pada keluarga menantunya itu. Arsen dan Ardan menceritakan semuanya padanya. Hal itu tidaklah membuat Alvaro menolak keberadaan Natasha. Dia malah semakin merasa harus menerima dan melindungi anak itu sebagai putrinya sendiri.

Apa yang Alvaro janjikan pada dirinya sendiri itu bukanlah sekedar omong kosong belaka. Alvaro membuktinya dengan jelas. Dia pernah memukul Arman karena putranya itu membuat Natasha stress dan hampir kehilangan anak pertama mereka ini. Kalau diingat-ingat lagi, saat itu kandungan Natasha baru berusia 9 minggu.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang