"Kak lihat apa yang dilakukan si bodoh ini!" Ujar Arsen dengan nada tinggi mengadu pada Ardan yang baru saja datang, membuat Arman memutar matanya malas.
Bukan apa, hanya saja, sejak baru datang tadi, Arsen terus meneriakan hal itu berulang-ulang pada Arman tanpa menjawab pertanyaan Arman tennag apa maksud dari kembarannya itu.
"Kenapa? Bicarakan baik-baik Arsen,"
"Dia menjadi pembunuh kak!"
"Maksudmu apa?" Tanya Ardan lalu, Ardan menatapnya meminta penjelasan.
"Aku tidak tahu kak, dia tiba-tiba masuk dan mengatakan aku adalah pembunuh dan itu dia katakan berkali-kali! Dasar adik durhaka!" Ujar Arman yang berujung adu mulut diantara kedua anak itu.
"Kau bodoh! Lihat akibat perbuatanmu sekarang!" Ujar Arsen lagi.
"Kau yang bodoh! Marah-narah tidak jelas! Orang gila!"
Pertengkaran antara Arnan dengan Arsen berhenti saat sang kakak dengan kasar meletakan kursi di tengah tengah dirinya dan Arsen. Sang kakak duduk bersedekap disana.
"Kalian sudah besar! Jangan seperti anak kecil! Memalukan! Suara kalian terdengar sampai ke ujung lorong," ujar Ardan perlahan.
"Arsen, apa maksud ucapanmu itu? Arman membunuh siapa? Dan bagaimana hal itu bisa terjadi saat Arman duduk di ranjang itu hampir selama 24 jam setiap hari?" sambung Ardan.
"Dia memang tidak membunuh. Tapi mulutnya sudah membunuh seseorang,"
"Kau!-"
Sang kakak menahan kedua anak itu dengan tangannya. Dia menarik napasnya dalam-dalam dan menoleh ke arah Arsen.
"Arsen, kamu tahu kan, saudara kembar kita yang satu itu agak bodoh?" Ujar Ardan.
"Kak!" Arman protes tidak terima.
"Percuma kalau kamu bicara seperti itu, dia tidak akan mengerti,"
Arsen mendengus. Arman melihat adik kembarnya itu keluar dari kamarnya dan kembali dengan Map beberapa saat kemudian. Map itu dilemparkan oleh sang adik ke pangkuannya.
"Apa ini?" Tanya Arman.
"Kau bodoh tapi, tidak buta, kan? Buka dan baca sendiri!" Ujar Arsen ketus.
Arman membuka map itu, Ardan, Alvaro dan Alesha merapat ke dekat Arman untuk membaca isi map itu.
"Untuk apa kamu memberikan ini pada Arman, Arsen?" Tanya sang ayah saat yang dia lihat hanya data kesehatan seseorang dan juga jadwal periksa juga keterangan lain mengenai orang itu.
Arman setuju dengan sang ayah. Dia masih heran dengan map di depannya dan maksud sang adik memberinya map ini. Arman membiarkan sang kakak menarik lembar terakhir dari semua lembaran dalam map itu.
"Arsen, ini-" Arman menoleh ke arah sang kakak saat mendengar suara kakaknya.
Lalu, dia melihat Arsen mengangguk.
"Natasha serius melakukan hal ini?" Tanya Ardan.
Arman mengerutkan kening saat mendengar nama Natasha terucap dari mulut kakaknya sendiri. Arman menoleh dan melihat Arsen mengangguk lagi.
"Entah apa yang anak bodoh itu katakan pada Natasha sampai anak itu melakukan hal ini!!" Tudingan adik kembarnya itu terarah padanya. Membuat dia semakin penasaran.
"Natasha kenapa?" Tanya Arman pada akhirnya.
Arman mengambil lembaran kertas yang disodorkan oleh kakaknya.
"Apa yang sudah kamu lakukan Arman..." gumaman kakaknya itu menjadi pengiring atas kalimat yang Arman baca di lembaran itu.
Lembaran berisi surat persetujuan melakukan pendonoran jantung. Dan surat itu beratas nama juga ditandatangani oleh seseorang bernama Natasha W.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DS#2] Between Me, You and Work
Teen FictionCerita ini seri kedua dari Dimitra series. menceritakan putra kedua keluarga Dimitra yang berprofesi sebagai Chairman dari perusahaan besar milik keluarga Dimitra yang diwariskan oleh ayahnya. "Siapa dia?" "Karyawan magang sir..." 'Menarik' Rate 16+