CHAPTER 13

4.5K 158 4
                                    

Lo catet omongan gue hari ini. Suatu saat nanti, hati lo sendiri yang bakal datang minta-minta buat gue tempatin
~Revan~

~ - ~ - ~

Cuaca sungguh tidak bersahabat kali ini. Padahal tadi pagi, mentari seolah tak ragu menampakan sinarnya. Lalu sekarang? Awan seolah menculik mentari dan menangis membasahi bumi.

Seharusnya hari ini kelas XI IPA 3 akan mengadakan praktek lari. Namun hujan dengan seenaknya membatalkan rencana pak Indra selaku guru olahraga.

Akhirnya pak Indra memutuskan untuk membiarkan murid-muridnya bermain basket di basketroom yang disediakan sekolah.

AHS memang menyediakan lapangan basket indoor untuk mengantisipasi pengaruh cuaca seperti ini. Tidak tanggung-tanggung, sekolah ini juga menyediakan mesin minuman kaleng di sudut ruangan untuk mempermudah para murid yang lupa membawa minuman agar mereka bisa memuaskan dahaga tanpa harus pergi ke kantin. Mereka hanya perlu memasukkan uang koin dan memencet tombol minuman pilihan mereka.

Zoya dan twins somplak sedang duduk santai di pinggir lapangan setelah mengganti pakaian. Meskipun hanya olahraga bebas, para murid tetap harus mengenakan seragam olahraga.
Sementara Revan? Cowok itu sedang menjalani hukuman karena tidak membawa seragam olahraga.

Bagaimana tidak lupa? Tadi pagi matanya terbuka dengan cepat hanya untuk berangkat sekolah bersama Zoya. Alhasil, otaknya yang sudah dipenuhi dengan gadis itu malah tidak ingat untuk membawa seragam olahraga.

Pak Indra memberi hukuman push up 100 kali untuk Revan. Mungkin untuk murid lain, hukuman itu cukup berat. Tapi bagi Revan, hukuman itu adalah hembusan napasnya.

Tiada hari tanpa hukuman. Prinsip hidupnya hanya satu. Kalau tidak ada murid bandel sepertinya di sekolah ini, maka guru BK sudah pasti dipecat karena tidak dibutuhkam.

Jadi, karena Revan sangat menyayangi guru BK tercinta, ia rela dihukum dengan beragam hukuman. Kurang baik apa coba?

Dan coba lihat wajahnya sekarang. Penuh dengan keringat, namun tetap terlihat tampan. Bahkan dua kancing baju paling atasnya sudah terbuka menampilkan kaos putih polos didalamnya. Apalagi rambutnya yang lepek oleh keringat membuat kesan badboy dalam dirinya semakin menyeruak.

Sungguh merupakan obat cuci mata yang haqiqi bagi cabe-cabean di kelasnya.

Tanpa disadari wajah cowok itu tidak lepas dari pandangan Zoya. Kejadian tadi pagi masih berlalu lalang dalam ingatannya.

Pikirannya berkecamuk seolah membantah kenyataan bahwa cowok yang sedang ditatapnya itu sekarang menjadi pacarnya.

Dan apa perkataan Revan tadi pagi? Zoya miliknya? Sungguh darahnya berdesir diiringi degupan jantung yang dengan setia bergejolak mengikuti irama yang kacau dari pikirannya.

"Jangan diliatin mulu, Zoy. Samperin pacar lo, gih!" suruh Mey yang sedari tadi memperhatikan Zoya dengan senyuman jahilnya.

Key bangkit dari tempat duduknya menuju mesin minuman dan membeli sekaleng Sprite lalu menyodorkannya kepada Zoya, "Gue tau lo kasihan sama dia. Nih."

Zoya menatap ragu minuman itu Dia sendiri tidak mengerti, apakah benar-benar kasihan pada Revan atau tidak. Tapi yang jelas, ada dorongan dalam hatinya untuk menerima minuman itu.

Ia bangkit dari duduknya dan berjalan kearah Revan yang sedang terduduk lelah sambil merentangkan kedua kakinya di lantai dan bersandar pada tembok.

"Tumben otak lo jalan. Biasanya kaku di tempat," heran Mey saat Zoya sudah pergi.

"Lo sama saudara sendiri nggak bisa akur dikit, ya? Cari masalah mulu," geram Key.

"Ssssttt! Diem! Gue mau nonton drakor."

My Ice PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang