CHAPTER 19

3.6K 125 1
                                    

Perhatian dan kepekaan adalah wujud nyata dari takut kehilangan dan kepedulian
~Revano~

"BANG REVAN!!! BANGUN WOY!" teriak Airin dari lantai dasar.

"Iya, bawel! Gue udah bangun dari tadi!"

Revan menatap dirinya sekali lagi di depan cermin. Penampilannya sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Rambutnya yang dibiarkan acak-acakan tak mengurangi ketampanannya sedikitpun.

Dengan tas yang disampirkan di bahu kanannya, dia turun menuju meja makan yang sudah ditempati bunda dan adiknya yang sedang menikmati sarapan pagi.

Revan meletakkan tasnya di kursi lalu mengecup pipi Dila,"Pagi,  bun."

"Airin nggak disapa?" gerutu Airin.

Revan terkekeh pelan, lalu menyentil kening Airin.

"Ish! Sakit tau!" cibir Airin.

"Lho, kenapa? Menurut gue, itu adalah sapaan TERMANIS yang pernah ada di dunia."

Dila yang melihat tingkah kedua anaknya hanya bisa menggelengkan kepala. Sementara Airin hanya bisa menggerutu. Untung saja, emosinya dapat dikontrol. Kalau tidak, mungkin sekarang mulutnya sudah mengabsen nama-nama penghuni kebun binatang.

"Van, dasi kanu mana?" tegur Dila ketika menyadari anaknya sama sekali tidak mengenakan dasi padahal hari ini adalah hari Senin.

"Dalem tas, bun," enteng Revan sambil memasukkan sesendok nasi goreng kedalam mulutnya.

"Coba bunda lihat."

Revan mendengus sebal. Sepertinya bundanya itu tidak percaya dengannya. Bagaimana mau percaya?  Kalau Revan sendiri sering tidak mengenakan atribut yang lengkap untuk upacara bendera.
Revan membuka tasnya dan mengeluarkan topi dan dasi dari dalam sana. Hari ini dia akan menjadi siswa yang taat aturan.

Kenapa? Karena dia tidak mau berbaris di barisan yang berbeda dengan Zoya seperti minggu lalu saat dia tidak mengenakan atribut lengkap.

Dila mengangguk melihatnya. Setidaknya hari ini Revan akan mentaati aturan sekolah. Itupun kalau dia benar-benar mengenakan topi dan dasi saat upacara nanti.

"Kenapa nggak dipake dari rumah?"

Revan kembali memasukkan atributnya, "Nggak nyaman. Nanti juga kalau di sekolah bakal Revan pake. Bunda tenang aja."

"Minggu depan UTS kan?" tanya Dila dengan nada serius.

"Iya."

"Kamu bisa kan janji sama bunda nggak bikin onar dan mulai fokus belajar buat UTS minggu depan?"

"Iya."

"Jangan iya mulu, bang. Buktiin!" celetuk Airin.

"Ck, dasar air mancur!" decak Revan.

Dila pun teringat sesuatu, "Oiya, Van! Bunda ada urusan. Kamu bisa kan nganterin Airin ke sekolah?"

Revan mengangguk mengerti. Dila bangkit berdiri dengan menenteng tasnya, lalu mengecup puncak kepala putra putrinya seperti biasa, "Anak-anak bunda belajar yang rajin, yah."

Setelah Dila pergi, Revan menghabiskan makanannya lalu menatap adiknya yang sedang asyik dengan ponselnya sambil sesekali menyendokkan nasi kedalam mulut.

"Gue itung sampe 3. Kalau makanan lo belum abis juga, siap-siap aja jalan kaki ke sekolah," ancam Revan.

"Satu." Revan mulai menghitung.

Airin dengan sigap meletakkan ponselnya dan kembali fokus makan dengan gerakan yang lebih cepat.

"Dua."

My Ice PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang