CHAPTER 33

1.5K 76 18
                                    

Aku mau bilang, 'I love you' buat orang yang lagi kangen maksimal sekarang.

~Zoyana~

Happy Reading

~ - ~ - ~

Angin malam menyapa permukaan kulit gadis itu. Ditemani kesunyian malam bertabur bintang dan secangkir coklat panas, Zoya duduk di atas sebuah pod hanging chair dengan nyaman. 

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun gadis itu belum tidur juga. Padahal besok ia harus bangun pagi untuk pergi ke Malang dalam rangka mengikuti olimpiade yang sudah dipersiapkan sejak beberapa bulan yang lalu.

Barang--barangnya sudah dipersiapkan. Hanya saja gadis itu masih belum mau tidur. Entahlah, mungkin ia sedang menunggu kabar dari Revan?

Ngomong-ngomong soal laki-laki itu, dia sudah berangkat sejak pagi tadi dan belum memberi kabar sampai sekarang. Jakarta-Bandung sejauh apa sih? Tidak mungkin Revan masih belum tiba disana. Itulah yang dari tadi dipikirkan gadis itu.

Ponselnya yang sedari tadi dibiarkan di atas meja kecil di sampingnya pun tak kunjung berdering. Mungkin hampir setiap detik Zoya melirik benda pipih itu sambil sesekali menyeruput coklat panasnya. Namun tetap tidak ada reaksi.

Drrttt Drrrttt Drrrttt

Dengan cekatan, Zoya meraih ponselnya ketika mendengar getaran benda itu. Namun harapannya pupus ketika nama yang tertera adalah 'Bastard' bukan nama Revan. Dan hanya satu orang yang dinamai Bastard dalam kontaknya, yaitu Fino Anggara. 

Cowok itu memang selalu menghubunginya sekitar dua hari yang lalu dengan alasan mempersiapkan lomba dan lainnya. Hampir saja Zoya memblokir nomornya jika saja ia tidak ingat bahwa Fino adalah teman satu tim-nya yang pasti harus saling menghubungi untuk urusan apapun menyangkut olimpiade.

"Apa?" tanya Zoya ketus setelah mengangkat telpon itu. Dia meletakkan ponselnya di meja dan menggunakan headset nirkabel agar bisa leluasa memegang cangkir coklat panasnya.

"Weiss selow dong, Na. Jangan terlalu ketus gitu sama calon pacar."

Zoya memutar bola matanya malas, "Nggak usah basa basi! Ngapain lo nelfon gue?"

Terdengar suara helaan napas diseberang sana.

"Kenapa belum tidur?"

"Gue nggak tidur pun nggak ada urusannya sama lo."

"Well, besok kita berangkat kalau lo lupa. Dan gue nggak mau ambil resiko se-tim sama cewek yang pingsan karena kurang istirahat."

"Gue nggak akan selemah itu," jawab Zoya yakin.

Fino terkekeh di seberang sana, "Nggak papa sih kalau lo pingsan. Asal gue yang gendong."

"Gue lebih pilih dibiarin pingsan di tengah jalan daripada harus digendong sama lo," balas gadis itu ketus seraya kembali meneguk minumannya.

Beberapa saat tidak ada suara dari seberang sana. Zoya melirik ponselnya karena mengira panggilan sudah diakhiri, tapi ternyata panggilan itu masih terhubung.

"Kalau nggak ada yang mau diomongin lagi, gue-"

"Gue kangen sama lo," sela Fino.

Menyadari tak ada jawaban dari seberang sana, Fino kembali melanjutkan, "Gue kangen Yana yang dulu. Yana yang asik diajak ngobrol tentang musik. Yana yang sering gue jahilin tapi nggak pernah marah. Yana yang suka minta gue beliin susu coklat tiap pagi. Dan Yana yang suka nyender di bahu gue kalau kita lagi nyantai di rooftop. Gue tau kebodohan gue bikin Yana yang dulu pergi. Tapi apa boleh gue berharap kita kayak dulu lagi?"

My Ice PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang