Dalam hidup, otak bisa saja lebih bodoh dari hati dan kamu yang buat aku mempercayai kata-kata itu.
~Zoyana~Sudah sepuluh menit berlalu, namun iris kelabu itu tampak betah menatap kosong kolam berenang di depannya. Entah setan apa yang membuat rasa takutnya menjadi lebih besar dari keinginannya sendiri.
Sudah sepuluh menit pula dia membiarkan cowok pemilik iris biru laut itu menatapnya intens. Seandainya iris mata biru laut milik Revan itu benar-benar lautan, mungkin Zoya sudah terdampar di dasar laut.
Revan tidak habis pikir dengan gadis itu. Padahal tadi Zoya sudah setuju untuk belajar berenang bersamanya, walaupun dengan sedikit paksaan tentunya.
Tapi sekarang? Yang Revan lihat adalah keraguan yang seolah enggan meninggalkan gadis itu. Padahal mereka sudah mengenakan baju renang dari tadi.
Zoya menghela napas, "Kayaknya gue nggak bisa deh, Van."
Revan menghembuskan napas frustasi. Padahal dia sudah berusaha keras untuk mengajak Zoya menghilangkan ketakutannya.
Mendapat satu kata setuju dari bibir Zoya saja sudah membuatnya hampir sujud syukur. Dan sekarang usahanya akan sia-sia saja? Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan.
Revan berdiri di depan Zoya dan mencengkeram lembut bahu gadis itu. Tatapan matanya seolah menenggelamkan dan mengunci tatapan Zoya.
"Berubah itu jangan setengah-setengah. Kalau lo mau maju ke depan, lo harus beresin dulu masa lalu dan ketakutan lo. Jangan ngehindar. Gue yakin lo bisa, Zoy. Lo hanya perlu tekad dan motifasi."
Zoya masih mencoba mencerna kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir Revan. Ada sedikit keraguan dalam dirinya. Hanya sedikit, tapi keraguan itulah yang mengikis tekadnya dari tadi.
"Ada satu hal yang harus lo inget. Tekad tumbuh dalam diri lo. Tapi gue janji bakal ngasih motifasi buat lo," lanjut Revan.
Zoya mengangguk kecil. Tentu saja dia mau mengatasi fobianya. Keraguan memang sempat mengusiknya. Tapi seperti yang dikatakan Revan, Zoya hanya perlu tekad dan motifasi. Dan kalau Revan sudah memberi motifasi, tentu saja Zoya harus nekat.
Ya, mungkin selama ini dia sudah keluar dari zona nyamannya. Lalu kenapa dia tidak mencoba keluar lebih jauh lagi? Mungkin mulai sekarang dia harus belajar menuntaskan ketakutan, bukan menghindarinya.
Revan menghembuskan napas lega. Semoga saja gadis itu tidak ragu lagi.
Revan menggandeng tangan Zoya dan menariknya untuk masuk ke dalam kolam. Zoya mengikutinya dengan pasrah karena dia sendiri tidak mau terjebak dalam pertengkaran dengan rasa takutnya terlalu lama.
Kini keduanya sudah ada di dalam kolam berenang. Revan dan Zoya berdiri berhadapan dengan tangan yang saling menggenggam.
"Kita latihan napas dalam air dulu. Ikutin instruksi gue, oke?"
Zoya mengangguk patuh.
Keduanya menenggelamkan diri di dalam kolam. Baru 5 detik dan Zoya langsung keluar dari air dengan napas yang beradu. Otomatis, Revan pun ikut keluar.
"Hey, tenang ok? Coba buat bernapas lewat mulut. Gue yakin lo bisa," ujar Revan mencoba meyakinkan Zoya.
Tanpa menjawab, Zoya kembali menceburkan diri ke dalam air untuk melatih pernapasannya.
Revan terkekeh kecil melihatnya. Sepertinya gadis itu mulai berani.
Berulang kali Zoya mencoba dan dia mulai bisa mengatur ritme pernapasannya dalam air. Sepertinya itu menjadi sebuah kemajuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Princess
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!! PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!!! ~ - ~ - ~ Cinta Persahabatan Keluarga Semuanya adalah permainan yang kini ada di depan mata seorang gadis belia yang punya tawa secerah mentari, namun pernah hilang karena kalah dalam pe...