Ketika satu hati teriris dan hati yang lain ikut tersakiti, apakah takdir bisa disalahkan?
~Zoyana~Angin senantiasa menerpa wajah dua orang remaja yang sejak tadi diliputi keheningan di atas sepeda motor yang melaju membelah padatnya jalanan ibukota.
Iris biru laut itu sesekali melirik gadis bersurai coklat di belakangnya yang tampak masih murung sejak tadi.
Revan tau betul apa yang sedang menghantui pikiran Zoya sejak tadi. Gadis itu pasti memikirkan kakaknya yang entah bolos kemana.
Sejak kejadian di kantin beberapa jam yang lalu, Zio tidak tampak lagi di sekolah. Kemana cowok itu?
Revan yakin, Zio tidak akan mungkin melakukan hal macam-macam. Tapi mengingat bagaimana terpuruknya Zio dari wajahnya, Revan mulai meragukan opininya.
Revan tidak tega membiarkan Zoya terus murung seperti ini. Revan membelokkan motornya kearah yang berlawanan dengan arah rumah Zoya.
Namun sepertinya gadis itu tidak menyadarinya. Dapat dilihat dengan jelas dari matanya yang menatap kosong jalanan, gadis itu pasti sedang melamun.
Revan meningkatkan kecepatannya membuat Zoya tersentak dari lamunannya dan sontak saja memeluk pinggang Revan. Revan semakin mempercepat laju motornya membuat pelukan Zoya semakin erat.
"Bego! Lo gila?! Ini jalan raya, bukan arena balap!" teriak Zoya.
Memangnya Revan ingin membuatnya mati muda? Ijazah SMA saja belum disentuhnya. Apa cowok ini sudah gila?
"Makanya jangan ngelamun!"
Zoya yang geram pun memukul helm yang dikenakan Revan. Tapi Revan malah tertawa. Aneh kan? Sepertinya Revan memang sudah tidak waras.
Zoya mendengus sebal, lalu mengalihkan pandangannya menatap jalanan. Tunggu dulu. Ini bukan jalan menuju rumahnya. Lalu dia akan dibawa kemana?
"Kita mau ke tempat yang mungkin bakal bikin lo nggak sedih lagi," sahut Revan seolah membaca isi pikiran Zoya.
Zoya hanya mengedikan bahu tidak peduli. Kalaupun dia pulang, tidak akan ada penghuni rumah lainnya. Mungkin Revan bisa membuatnya melupakan masalah kakaknya sejenak.
Motor kesayangan Revan berhenti tepat di parkiran sebuah kafe. Kafe yang menjadi tempat first date mereka.
"Varin Cafe?" tanya Zoya setelah turun dari motor.
Tanpa menjawab, Revan menarik lembut pergelangan tangan Zoya ke dalam kafe. Beberapa pelayan tampak tersenyum melihat kehadiran mereka.
Kernyitan tampak jelas pada kening Zoya saat Revan menariknya ke lantai atas dengan entengnya memasuki sebuah ruangan yang tampak seperti ruangan penting. Ruangan itu tertata rapih dengan beberapa berkas di mejanya.
"Kok kita diijinin masuk ke sini?"
Revan terkekeh sesaat, lalu menunjuk kearah bingkai foto yang menampakkan satu keluarga yang terdiri dari seorang pria yang memangku seorang anak laki-laki dan seorang wanita yang menimang bayi.
Foto itu dicetak dengan ukuran besar dan dipajang di dinding yang berhadapan langsung dengan meja kerja.
Tunggu dulu. Sepertinya Zoya mengenali salah satunya. Itu seperti.... Dila? Berarti itu adalah foto keluarga Revan?
"Iya. Ini kafe peninggalan bokap. Varin itu singkatan dari Revan Airin."
Lagi-lagi Revan bisa membaca isi pikiran Zoya. Tentu saja Revan menganggapnya sebuah keharusan. Mengingat Zoya yang jarang mengutarakan isi pikirannya, menuntut Revan untuk lebih peka terhadap gerak gerik gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Princess
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!! PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!!! ~ - ~ - ~ Cinta Persahabatan Keluarga Semuanya adalah permainan yang kini ada di depan mata seorang gadis belia yang punya tawa secerah mentari, namun pernah hilang karena kalah dalam pe...