28

1.2K 77 0
                                    

Pagi ini memang terasa sangat dingin. Namun tak membuat semangat Ratu untuk menyambut hari yang sangat indah dengan rasa malas. Bahkan dia tadi jam 4 subuh sudah bangun.

Setelah mandi dan mengerjakan sholat, Ratu menghampiri ibunya yang sedang berkutat di dapur. Wanita paruh baya idolanya itu tengah membuat berbagai macam makanan.

Dengan jahil Ratu memeluk Dahlia dari belakang. Hampir saja tangannya terkena pukulan spatula memasak ibunya jika tidak dengan cepat menghindar.

"Ibu, ini Ratu." Ujar Ratu melepas pelukannya.

Dahlia menghela napas lega, "Ibu kira ada maling. Tumben Teteh udah bangun? Biasanya kalau belum dibangunkan masih betah di gulungan selimut."

Ratu menampilkan cengiran lebarnya. Lalu mengambil adonan bakwan yang masih belum diaduk secara rata, "Hehe. Sekali-kali Ibu. Lagian Ratu juga mau bantu Ibu masak kan."

Dengan gemas Dahlia mencubit hidung putrinya, "Jangan sekali-kali Teh. Kalau bisa bangun rajin teh saban hari. Kamu itu perempuan harus bisa bangun pagi."

"Iya Ibu. Oh iya tumben masak banyak? Mau ada tamu Bu?" Tanya Ratu sambil menyalakan kompor yang satunya. Dia memanaskan wajan yang berisi minyak lalu menggoreng adonan bakwan dalam bentuk kecil-kecil.

Dahlia yang memasak ayam ungkep hanya menjawab tanpa menoleh, "Kita mau ke rutan tempat ayahmu ditahan hari ini."

Ratu menoleh sebentar, "Ke Surabaya lagi Bu? Emang kita punya ongkos buat ke sana? Atau pakai tabungan Ratu aja hasil kerja paruh waktu, kan gajinya belum Ratu pakai sama sekali. Lumayan sudah ada sekitar 4 jutaan lah."

"Engga perlu Teteh. Ayah kan sudah dipindah lapasnya. Kan kemarin keputusannya udah ada, jadi ayah udah bisa dipindah ke rutan yang ada di kota ini." Ujar Dahlia dengan nada gembira. Meski sang suami harus ditahan tapi dia tidak akan larut dengan kesedihannya. Dia sangat yakin suatu saat keluarga mereka bisa berkumpul dengan bahagia.

Wajah Ratu tampak berbinar. Namun dia tidak bisa mengekspresikan berlebihan karena dirinya sedang membolak-balik bakwan, "Alhamdulillah. Jadi kita bisa ketemu ayah lebih sering dong Bu?"

"Iya sayang kamu benar. Oh iya ibu mau tanya, kenapa Teteh bekerja paruh waktu? Teteh lagi pingin beli sesuatu? Kalau iya, ibu masih bisa belikan kok." Tanya Dahlia dengan nada serius.

Ratu mengangkat bakwannya terlebih dahulu lalu mematikan kompor. Setelah di hadapan Dahlia Ratu memeluk ibunya itu, "Ratu engga mau beli sesuatu, Bu. Cuma ingin mengisi waktu luang saja. Lagian Ratu ingin belajar mandiri. Selama ini Ratu kan kalau ingin apa-apa tinggal minta engga tahu proses dapetinnya."

Dahlia mengusap puncak kepala putrinya dengan sayang, "Putri ibu sekarang udah dewasa. Rasanya baru kemarin ibu gantiin popok kamu Teh, tapi sekarang udah gedhe udah bisa jaga diri. Rasanya sudah banyak banget ya momen yang kita lewati bersama."

"Iya Bu. Ratu selalu mencoba untuk belajar dari pengalaman. Karena di setiap kejadian yang bagus atau buruk pasti ada hikmah di baliknya."

"Ibu pasti bakal kangen sama kamu."

Ratu melepas pelukannya kaget, "Ibu memang mau pergi ke mana?"

"Ya kan sebentar lagi kamu kelas 12 terus lulus dan lanjut kuliah di tempat yang jauh kayak adikmu itu. Pasti engga ada yang suka berceloteh lagi di rumah ini." Ujar Dahlia.

Memeluk ibunya lagi dengan lebih erat, "Uh Ibu, itu kan masih lama. Lagian belum tentu Ratu bisa kuliah di tempat yang bagus kayak aa. Syukur-syukur diterima di universitas luar negeri kayak aa, diterima di universitas di dalam negeri aja sudah alhamdulillah."

Mantan Terindah ✓ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang