29

1.1K 66 4
                                    

"Terima kasih Kak Haidar udah mau menemani aku check up. Aku senang banget."

Emi tampak berbinar matanya. Dia menggandeng tangan Haidar dan sedikit memeluknya.

Haidar melepas tangan Emi pelan agar gadis itu tidak tersinggung, "Iya. Itu sudah tanggung jawab gua."

Meski jawaban dan perlakuan Haidar padanya tidak terlalu bagus tapi Emi senang karena setidaknya hari ini Haidar mau menemaninya.

"Iya Kak. Tapi aku makasih banget ya. Kita langsung berangkat aja gimana?" Ajak Emi semangat.

"Lo duluan aja, gua mau ambil hp dulu. Ketinggalan di kamar." Ujar Haidar sambil beranjak menuju kamarnya.

Tiba di kamar, Haidar melihat pesan yang belum dibaca.

Ratu
Haidar. Kamu bisa ngantar aku ke tempat tahanan ayah engga? Kemarin ayah udah dipindah ke lapas yang ada di Jakarta.

"Ratu minta gua buat nganterin dia ya? Harusnya engga barengan sama jadwal ceknya Emi. Kemarin gua udah engga bisa ngantar pas pengadilan ayahnya, dan masa sekarang engga bisa lagi? Tapi ya gimana dong. Maaf ya Rat."

Maaf Rat, aku engga bisa ngantar kamu. Hari ini aku mau ngantar Emi buat check-up . Salam buat ayah kamu ya.

Terdengar balasan dari Ratu mengatakan jika gadis itu tidak merasa keberatan. Meskipun sekarang justru dia yang merasa tidak enak. Padahal seharusnya dia ada jika Ratu membutuhkannya. Tapi permasalahan Emi juga tidak bisa dianggap remeh. Apalagi seseorang yang dianggap sebagai adiknya itu tengah menjalani pemulihan pasca operasi.

Setelah mengambil hp dan kunci mobilnya, Haidar langsung turun. Di dekat mobil Emi sudah menunggunya bersama Widiya. Omanya itu terlihat tengah membenahi rambut Emi yang berantakan.

"Gimana udah siap?" Tanya Haidar sambil membuka kunci mobilnya.

Emi tersenyum mengangguk, "Udah Kak. Kita berangkat aja?"

Haidar menyalami Widiya, "Kalau gitu Haidar nganterin Emi buat check-up ya? Assalamualaikum."

Widiya mengelus rambut Haidar, "Iya hati-hati. Waalaikumusalam."

Sekarang Emi yang bersalaman dengan omanya, "Assalamualaikum Oma. Emi berangkat ya."

"Iya. Kalian hati-hati. Jangan ngebut." Ujar Widiya menasehati.

Emi dan Haidar langsung masuk ke mobil dan berangkat menuju rumah sakit. Di sepanjang perjalanan Emi menyalakan musik untuk mengusir rasa sepi karena Haidar tidak membuka mulutnya sekadar memulai obrolan. Kan dia juga merasa canggung jika harus memulai obrolan lebih dulu.

Tapi meski musiknya sudah diputar, tetap saja Haidar masih cuek. Karena laki-laki itu merasa tidak nyaman sudah menolak ajakan Ratu. Meski sebenarnya dia juga tidak ingin.

"Kak.."

Haidar menoleh sebentar lalu fokus kembali pada kemudinya, "Kenapa?"

"Kayaknya Kakak lagi mikirin sesuatu ya? Atau Kak Haidar keberatan ngantar aku buat hari ini? Atau udah ada janji sama Kak Ratu ya?" Tanya Emi memberondong. Dia tampak penasaran dengan jawaban seperti apa yang akan diucapkan Haidar.

Menggeleng, "Engga ada apa-apa kok. Engga ada janji juga sama Ratu. Kenapa lo nanya gitu?"

Emi memegang tangan Haidar yang ada di persneling, "Kakak kalau lagi ada masalah cerita aja sama aku. Kan aku kalau ada masalah selalu cerita sama Kak Haidar. Kita kan adik-kakak jadi harus saling terbuka."

Lagi-lagi Haidar harus melepas sentuhan Emi dengan halus. Dia tetap menggeleng, "Engga ada masalah apapun antara gua sama Ratu. Kalaupun ada masalah antara kami, pasti bisa gua selesaikan sama Ratu berdua."

Mantan Terindah ✓ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang