30

1.6K 86 2
                                    


Lorong rumah sakit sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa perawat yang lalu lalang untuk melakukan piket dan pengecekan. Jam dinding menunjuk angka 1 pagi. Suhu mulai dingin menusuk kulit lengan yang hanya berbalut kemeja tipis.

Namun Ratu tidak akan beranjak sedikitpun dari tempat dia duduk. Di sebelahnya terdapat sterofoam bekas makan malam yang dibelikan oleh Bayu. Hanya sedikit yang bisa masuk ke dalam perutnya tapi itu sudah lumayan bisa mengganjal agar tidak terlalu lapar. Lagipula dia sangat tidak nafsu makan saat pikirannya terus menuju ibunya yang masih dalam kondisi koma.

Selain dirinya masih ada Sandra, Nathan, Bayu dan Haidar. Memang sedari tadi mereka belum pulang. Sebenarnya Ratu sudah meminta mereka pulang terutama Sandra karena sahabatnya itu perempuan juga tapi Sandra tidak mau meninggalkannya.

Yang Ratu lakukan hanya menunduk sambil menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangan. Berharap dapat menjemput istirahatnya. Dia merasa sangat lelah menangis.

Saat merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya, Ratu mendongakkan wajahnya, "Kenapa Had?"

Haidar tampak bingung harus bagaimana. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Aku harus pulang engga apa-apa? Soalnya di rumah Emi engga ada temannya. Oma lagi ke Bandung ke tempat saudaranya."

Ratu menatap Haidar tidak percaya. Dia mengusap matanya yang sembab, "Kamu mau pulang? Kamu milih sama Emi daripada nemenin aku? Di rumah bukannya ada ART?"

"Iya tapi dia tadi telepon aku kalau di takut kalau cuma sama asisten aja. Aku pamit engga apa-apa kan? Di sini masih ada Sandra, Bayu sama Nathan. Jadi kalau ada apa-apa langsung hubungi aku." Ujar Haidar memohon.

Ratu tersenyum masam. Namun dia tetap mengangguk mempersilahkan, "Kalau kamu mau pulang ya pulang aja. Kasihan Emi. Dia takut kalau kakaknya ini lebih perhatian sama aku. Lagian kamu benar juga. Di sini masih ada Sandra, Nathan dan Bayu yang emang selalu ada buat aku."

Haidar menjambak rambutnya sendiri frustasi. Diraihnya tangan Ratu yang langsung ditepis oleh gadis itu, "Plis. Kalau aja posisinya engga kayak gini aku pasti bisa lebih ngutamain kamu. Tapi-"

Tanpa menatap Haidar Ratu berkata, "Aku udah membolehkan kamu kan? Jadi mau bilang apa lagi? Silahkan pergi aja kan. Harus aku antar ke depan?"

Sandra menyerobot mendekati Ratu. Dia menatap Haidar sinis, "Lo masih bisa ya mikirin cewek lain saat cewek lo sendiri lagi butuh dukungan lo?"

Menggeram marah Haidar menatap tajam Sandra, "Kalau lo engga tahu apa-apa mending lo diam aja. Engga usah ikut campur."

Kini Nathan yang dibuat geram oleh perbuatan Haidar pada kekasihnya, "Engga usah kasar bisa engga? Lagian lo sendiri yang buat kita engga tahu apa-apa. Ya udahlah kalau lo emang mau pergi ya pergi aja. Gue sama Bayu masih bisa kok jagain Ratu dan Sandra."

Sekali lagi Haidar menatap Ratu sendu, "Aku janji besok aku akan langsung ke sini. Kamu baik-baik ya. Kalau ada apa-apa kabarin aku."

Meski Haidar pamit padanya namun tetap saja Ratu malas menatap pacarnya itu. Dia merasa geram dan sedikit sakit hati. Bukannya dia manja tapi apa tidak bisa jika Haidar lebih perhatian padanya. Tapi apa yang dilakukan laki-laki itu? Selalu Emi dan Emi.

Meski awalnya dia berniat memperjuangan Haidar dari Emi tapi melihat gelagat laki-laki itu membuat pendiriannya sedikit goyah. Tapi biarlah jika itu yang diinginkan Haidar. Biarkan dia memilih jalan yang ingin dia lakukan.

Sandra menepuk pundak Ratu dan merangkulnya, "Lo tenang aja. Ada kita di sini. Engga usah mikirin Haidar lagi. Yang penting sekarang lo terus berdoa buat kesembuhan Tante Dahlia ya. Nah mending lo sekarang merem dulu di pundak gue. Tapi jangan kelamaan entar keram lagi."

Mantan Terindah ✓ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang