"Kamu cantik pakai jilbab." Celetuk Haidar menoleh sebentar pada Ratu.
Ratu menoleh juga, "Terima kasih."
"Kenapa?"
Kening Ratu berkerut, "Kenapa apanya?"
Tersenyum geli karena pertanyaannya sendiri yang tidak dimengerti Ratu, "Itu jilbab. Kamu kenapa pakai jilbab? Sejak kapan?"
Ratu mengangguk paham, "Oh ini. Udah lama sih. Awal masuk sekolah di sana. Alasannya ya aku ketemu sama perempuan bernama Zahira dari Gaza. Dia yang menyadarkan aku kalau jilbab itu wajib buat perempuan muslim. Juga di sana negara bebas Had, dengan jilbab ini seengganya aku sedikit lebih ngerasa nyaman aja karena terhindar dari olok-olokan yang melecehkan."
"Aku kagum sama kamu. Dengan berada di tengah-tengah orang bebas seperti mereka kamu masih bisa mempertahankan kebudayaan timur." Tutur Haidar memuji dengan tulus.
"Ini juga kan identitas Had, supaya lebih mudah dikenali."
"Iya. Kamu sekarang udah jadi pilot ya?" Haidar terus saja membuat obrolan agar perjalanan mereka lebih hidup.
"Iya. Udah 4 tahun. Kamu sekarang gimana?" Tanya Ratu balik. Dia sadar kalau sedari tadi dia hanya bersikap pasif.
Haidar tersenyum karena akhirnya Ratu mau bertanya juga padanya, "Aku sekarang jadi dosen sama masih di aplikasi pembelajaran itu."
Manggut-manggut, "Wah Pak Dosen ya? Oh iya, oma apa kabar?"
Wajah Haidar berubah menjadi sendu, "Oma udah meninggal 3 tahun yang lalu."
Air mata Ratu menetes seketika, "Oma.. Maaf Haidar aku engga tahu kalau oma meninggal."
"Engga apa-apa. Lagipula aku tahu kalau kamu masih belum bisa berdamai sama masa lalu kita kan?"
"Bukan gitu Had. Sumpah aku engga tahu kalau oma engga ada. Aku menyesal engga pulang sebentar aja. Tiap kali Sandra mau bahas tentang kehidupan kamu, aku selalu menghindar jadi itu mungkin alasannya Sandra engga ngasih tahu aku kali ya. Maaf."
Haidar menghentikan mobilnya lalu membawa Ratu ke dalam pelukannya, "Kamu engga salah. Berhenti meminta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu. Karena kesalahan aku, kamu jadi engga mau ke Indonesia. Aku menyesal Rat udah nuduh kamu sembarangan. Padahal-"
"Aku udah tahu dari Sandra. Tentang Rizken dan Bunda Endang. Engga usah dibahas lagi. Semuanya biar ada di masa lalu. Sekarang aku sudah berdamai dengan semua itu."
"Maafin aku." Haidar mengecup puncak kepala Ratu.
Namun seperti tersadar akan sesuatu, Haidar melepas pelukannya.
"Maaf udah lancang. Harusnya aku bisa ngontrol diri aku. Aku harusnya juga sadar diri siapa tahu kamu sudah punya seseorang." Ujar Haidar hambar.
Mendengar ucapan Haidar membuat perasaan bersalah hadir pada lubuk hati Ratu. Rasa bersalah pada laki-laki itu, juga pada Zeno tunangannya.
"Benar?" Tanya Haidar saat melihat gelagat Ratu.
Namun Ratu hanya diam. Karena saat ini dia juga bimbang. Meski sosok Haidar perlahan mulai tergantikan oleh Zeno namun tidak bisa dipungkiri jika perasaannya pada Haidar belum sepenuhnya redup.
Haidar mengangkat dagu Ratu agar menatap padanya, "Kenapa diam? Benar kan? Maaf kalau perlakuanku tadi bikin kamu engga nyaman atau merasa bersalah pada dia. Kamu cinta sama dia? Apakah dia baik selama ini ke kamu?"
"Iya. Dia baik banget ke aku. Dan aku cinta sama dia."
Dada Haidar terasa sangat perih namun ia masih berusaha untuk tetap tegar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Terindah ✓ (Completed)
RandomCeritanya udah tamat. Tapi meski gitu engga ada salahnya kan tetap ngasih vote nya? Kalau kata Ratu, Haidar itu bukan cowok idaman. Udah cuek, kasar lagi. Haidar, "Bikin risih tau engga?!" Ga bisa bikin sinopsis kalau penasaran langsung baca aja. Ma...