36

1.8K 106 11
                                    


Masih dalam suasana berduka, Haidar mendatangi omanya yang sedang melamun. Nasi yang ada di hadapannya sama sekali tidak tersentuh olehnya.

"Oma.."

Padahal nada bicara Haidar sangat lirih. Namun tetap saja membuat Widiya terkejut. Wanita itu melempar senyum yang sangat kentara dipaksakan.

Haidar menarik kursi yang ada di dekat Widiya, "Nasinya kok cuma dilihatin aja? Mana bisa kenyang Oma?"

"Oma belum lapar Dar. Nanti ya." Bisik Widiya lirih.

"Tapi Oma dari tadi pagi loh belum makan. Sekarang Oma makan ya biar Haidar suapkan?" Bujuk Haidar tak menyerah. Dia menyendokkan nasi dan didekatkan pada bibir Widiya.

Widiya menghindar pelan, "Oma memang belum lapar Haidar. Nanti kalau-"

Haidar menggeleng, "Engga ada alasan lain. Sekarang Oma harus makan. Lagian apa yang mengganggu pikiran Oma sih?"

"Emi. Oma menyesal karena tidak bersikap baik selama dia masih hidup. Padahal dia itu cucu oma sendiri. Oma takut kalau opa akan marah sama oma karena engga bisa menjaga dia dengan baik." Air mata Widiya tidak bisa terbendung lagi. Dengan cepat isak tangisnya terdengar di indera telinga Haidar.

"Oma.." Lirih Haidar, "Oma jangan menyalahkan diri Oma dong. Yang pantas disalahkan itu Ratu. Dia yang harus bertanggung jawab atas semua ini."

Widiya menggeleng tanda tak setuju, "Engga. Oma yakin kalau Ratu bukan orang yang pantas untuk disalahkan. Kamu jangan gegabah Haidar."

"Tapi siapa lagi Oma. Sebelum Emi meninggal, dia berkata jika dia ditemui oleh sahabatnya Ratu. Bahkan orang itu mengatakan apa yang Haidar katakan pada Ratu. Tentang siapa Emi, siapa orang tua Emi dan semuanya Oma. Dari siapa dia tahu jika bukan dari Ratu?" Emosi Haidar mulai naik lagi.

Widiya mengelus pundak Haidar, "Selama kamu belum ada bukti, seharusnya kamu tidak asal tuduh seperti itu. Kalau kamu salah, nanti kamu yang akan menyesal."

"Engga akan Oma."

Tring. Tring. Tring.

Haidar mengambil hpnya. Tertera nama Biyan, saudara Dokter Riyan yang bekerja sebagai detektif yang ia minta untuk membantu mencari bukti atas kematian Emi.

"Ya hallo Biyan. Ada apa?"

"Semua cctv sudah kami periksa. Kami sudah menemukan seseorang yang kami curigai. Dan dia juga orang yang datang menemui Emi saat itu."

"Jadi orang yang menemui Emi dengan orang yang meracuni adalah orang yang sama?"

"Kemungkinan iya. Bahkan orang tersebut tidak sengaja meninggalkan jejak sidik jari pada tepi ranjang."

"Saya ke sana."

Buru-buru Haidar memasukkan hpnya dan beranjak dari duduknya membuat Widiya mendongak keheranan.

"Ada apa Haidar? Kenapa kamu terburu-buru?"

Haidar mencium pipi omanya, "Aku masih ada urusan yang perlu diselesaikan dengan cepat Oma. Dan nanti ketika Haidar pulang, makanan ini harus sudah habis. Dah Oma."

Widiya mengusap pelipis Haidar, "Nanti kamu pulang pasti udah habis."

Tergelak, "Jangan dibuang ya Oma. Kalau gitu aku berangkat. Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam."

Dengan tegesa-gesa Haidar masuk ke dalam mobilnya. Ini akan menjadi menegangkan karena ia sangat penasaran siapa yang menjadi dalang atas pembunuhan Emi.

Mantan Terindah ✓ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang