23

1.2K 89 1
                                    

Dengan penampilan yang sedikit berantakan, Haidar duduk di depan ruang ICU tempat Emi dirawat. Tadi dia mendapat kabar dari Dokter Riyan jika mereka harus segera membawa Emi ke rumah sakit nasional yang ada si Singapura karena kondisi kekebalan gadis itu yang semakin memburuk.

Sebenarnya dia mau saja menemani Emi untuk melakukan pengobatan di Singapura, namun sang oma menegaskan untuk melarang. Kata omanya dia harus tetap di Indonesia karena sekolahnya tidak bisa ditinggalkan. Tapi jika mengingat kondisi Emi yang semakin memburuk, apa dia masih bisa egois. Sedangkan dia merasa jika Emi adalah salah satu tanggung jawab yang ditinggalkan almarhum papanya.

Ada berbagai cara yang dia lakukan untuk membujuk Widiya, namun wanita paruh baya itu tetap tidak mengindahkan ucapannya. Hatinya sudah sangat keras untuk menerima kehadiran Emi sebagai cucunya. Karena bagi dia satu-satunya cucu yang dia miliki hanyalah Haidar dan tidak ada yang lain.

"Haidar? Kamu kenapa nak terlihat bingung seperti itu?" Endang datang lalu duduk di sebelah Haidar.

Haidar memijat kepalanya, "Haidar pusing Bun. Emi harus segera dirujuk ke Singapura. Sedangkan oma tidak memperbolehkan Haidar untuk ikut menemani Emi. Lagipula Emi pernah bilang kalau dia mau ke Singapura kalau ada Haidar juga menemani dia."

Endang tersenyum mengerti. Dia mengusap punggung Haidar dengan penuh perhatian, "Bunda mengerti perasaan kamu. Pasti kamu mau menjalankan apa yang diminta Emi bukan? Tapi kamu takut kalau oma akan membenci apa yang kamu lakukan."

"Iya Bun. Meski oma belum menerima Emi, tapi dia juga anak papa. Dia juga menjadi salah satu tanggung jawab yang harus Haidar jaga." Ujar Haidar penuh rasa frustasi.

"Oh iya Emi pernah cerita kalau Ratu itu sangat dekat dengan oma. Kenapa engga minta tolong ke dia buat bujukin oma supaya memperbolehkan kamu menemani Emi ke Singapura?" Usul Endang.

Haidar mengusap rambutnya kasar, "Haidar trauma dengan permintaan itu Bun. Terakhir Haidar minta tapi kata-kata aku malah membuat Ratu sakit hati."

"Ya kalau kamu memang lebih mementingkan perasaan Ratu, ya kamu harus bersiap kehilangan Emi. Tapi bunda sih terserah kamu. Lagian kamu udah dewasa. Pasti kamu lebih tahu mana yang terbaik." Ujar Endang menepuk pundak Haidar sebelum pergi.

Haidar menjambak rambutnya kasar. Dia sangat pusing memikirkan apa yang harus ia perbuat. Dengan berat hati dia mengambil hpnya untuk menghubungi seseorang.

"Ratu, kamu pulang sekolah ke rumah sakit ya. Aku bakal bilang ke Bayu kalau hari ini kamu engga masuk kerja."

Setelah mendapat jawaban, Haidar mematikan teleponnya sambil menunggu kedatangan Ratu.

Tak lama kemudian Ratu datang masih menggunakan seragam putih abunya. Gadis itu setengah berlari menghampiri Haidar. Setelah duduk di sebelah Haidar, laki-laki itu segera memeluk tubuh Ratu.

Ratu yang merasa terkejut awalnya namun kemudian mengelus punggung kekasihnya itu, "Kamu kenapa? Ada hal buruk yang terjadi?"

Haidar mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Ratu, "Kondisi Emi semakin memburuk. Dokter Riyan bilang kalau Emi harus segera dibawa ke Singapura."

Merapikan rambut Haidar, "Terus masalahnya gimana? Aku yakin bukan di hal biayakan?"

Menggelengkan kepala, "Bukan. Tapi oma engga boleh kalau aku nemenin Emi ke Singapura. Oma belum bisa menerima Emi sebagai cucunya. Tapi aku merasa Emi itu juga tanggung jawab aku, Sayang. Aku engga mau papa kecewa karena engga bisa jagain Emi."

Sebenarnya Ratu tertegun dengan panggilan Haidar padanya. Namun ini bukan waktu yang tepat untuk menikmati rasa blushing. Kedatangannya adalah untuk memberikan dukungan pada sang kekasih.

Mantan Terindah ✓ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang