42

2.1K 114 1
                                    

Astaga ini gua ngebut buat revisi biar cepet kelar abis itu target namatin yang lain. Plis kasih gua semangat dengan bantu vote + komen. Atau bisa juga kalian bantu rekomendasi ke teman kalian kalau cerita ini bagus. Makasi🥺😘

Dengan wajah setengah menahan amarah Haidar memilih beberapa undangan yang ada di hadapannya. Sudah 7 jam sejak waktu yang mereka janjikan, Haidar menunggu kedatangan sang calon istri di apartemen miliknya. Rencananya mereka akan memilih undangan dan fitting baju sekali lagi. Namun sampai membuat Haidar kesal, Ratu belum menampakkan batang hidungnya.

Mereka akan menikah 1 bulan lagi dan semua persiapannya baru mencapai 60%. Meski sudah ada WO tapi tetap saja mereka ingin terlibat langsung.

Mengingat rencana pernikahan itu membuat Haidar teringat saat melamar Ratu melalui proses yang lumayan pelik. Bukan restu dari ayahnya Ratu yang susah didapat tapi Kevan yang bersikeras melarang Ratu menikah dengan Haidar.

Tapi Ratu juga bersikeras bahwa dia sudah memaafkannya dan mau menikah dengannya apapun kondisinya karena ayah Ratu sudah memberikan restu. Dia teringat bagaimana tegasnya Ratu mendebat Kevan yang akhirnya membuat laki-laki itu diam tak berkutik.

Ingatan Haidar buyar karena mendengar pin apartemen yang dibuka dari luar. Haidar menghela napas saat melihat wajah Ratu yang sayu dengan pakaian sedikit basah dan jilbab yang mulai tak berbentuk.

Haidar menatap keluar dan melihat rintikan hujan dari jendela apartemennya. Tidak tega melihat kekasihnya kedinginan, Haidar mengambil handuk dari lemarinya dan memberikan pada Ratu.

Sambil menerima handuk dari Haidar, Ratu berkata, "Hujan."

Namun Haidar memilih diam sambil bersedekap dada. Matanya menyorot penampilan Ratu yang masih mengenakan pakaian kerjanya.

Ratu mengangkat wajahnya sambil mengusap bajunya menggunakan handuk, "Kamu udah makan? Tadi aku lihat di depan ada sate padang jadi pingin. Beli yuk."

"Engga. Aku udah makan." Jawab Haidar ketus.

Mengernyitkan keningnya bingung, "Tumben udah makan? Ya udah temenin ke depan ya?"

"Engga lihat di luar hujan? Lagian sekarang jam 9 udah waktunya orang-orang tidur." Jawab Haidar dengan nada dingin.

Ratu melepas handuknya, "Kamu kenapa sih? Lagian bukannya udah biasa kalau kita nyari makan jam segini?"

"Kamu aja, aku mau tidur." Ujar Haidar membaringkan badannya di sofa panjang, sedangkan Ratu duduk di sofa single.

"Kamu kenapa? Aku bikin salah sama kamu?" Tanya Ratu dengan wajah bingung. Bahkan dia duduk di depan Haidar sambil menyugar rambut laki-laki itu.

"Menurut kamu?" Haidar mengembalikan pertanyaan dengan nada menyebalkan.

"Ya aku engga tahu karena kamu engga bilang. Aku engga bisa baca pikiran kamu."

Dengan gerakan mendadak Haidar bangun dari tidurnya yang membuat Ratu terkejut dan hampir terjengkang jika tangan Haidar tidak menahannya.

"Sekarang jam berapa sih? Aku pulang ngajar langsung ke apartemen karena takut kamu udah nunggu lama. Bahkan aku nolak ajakan teman BB aku buat kumpul bahas materi demi kamu. Tapi pas sampai sini, apa yang aku dapat? Nunggu kamu dari jam 2 siang apa menurutmu itu tidak membosankan?"

Ratu sedikit terkejut karena nada bicara Haidar yang agak tinggi dari biasanya. Namun ia berusaha menetralkan ekspresinya yang bisa disadari oleh Haidar.

"Aku minta maaf. Tadi kemarin pesawat yang aku bawa ada gangguan yang bikin kami delay hampir 3 jam."

Haidar mendesah kasar, "Kita ini mau nikah loh 1 bulan lagi. Tapi undangan belum jadi, baju masih harus fitting lagi, cincin kamu belum ukur. Aku tuh capek ngurusin kayak gini sendirian. Malah kamu kayak engga ada gairah gitu buat ikut turun langsung. Kita udah pakai jasa WO loh ini tapi masih aja keteteran. Sebenarnya kamu siap engga sih nikah sama aku? Kok aku jadi merasa mau nikah sendiri."

Mantan Terindah ✓ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang