First Job Yang Aarrgghh...!!!

478 61 30
                                    

Dua minggu  menganggur di rumah, Senggani akhirnya mendapat kabar menyenangkan dari Linera bahwa dirinya diterima di majalah Travel yang merupakan milik Paman Linera tersebut. Dengan pengalaman yang dimiliki Senggani sebagai reporter kemarin, ditambah sedikit unsur KKN yang dilakukan Linera karena tidak tega melihat Senggani jadi pengangguran, maka hari ini Senggani berdiri di depan kantor redaksi majalah “ADVENTOURIST” untuk memulai hari pertamanya bekerja di sini. Senggani senang sekali bisa bekerja di majalah ini karena dia bisa sering-sering bertemu dengan Linera sahabatnya semenjak duduk di bangku TK. Walaupun beda jabatannya, Senggani sebagai reporter lapangan dan Linera sebagai editor tapi mereka ditempatkan dalam satu rubrik yang sama jadi mereka bisa sering-sering bertemu untuk berkonsultasi masalah pekerjaan maupun ngerumpi cantik.

Senggani yang baru menikmati meja kerjanya yang baru tiba-tiba sudah dipanggil oleh Mas Rizal selaku Redaktur Pelaksana di sana. Jelas saja Senggani dag-dig-dug, dia masih berfikir kalau Redaktur yang ini sama saja seperti Bu Mirna dulu. Tapi ternyata bayangannya itu sama sekali tidak terbukti, sosok Mas Rizal begitu baik dan sangat jauh dari ekstektasinya tentang Redaktur Pelaksana. Dia tampan, tinggi, putih, atletis dan tajir. Memandang Mas Rizal membuat Senggani otomatis teringat akan sosok Hendra. Mereka berdua tipe-tipe cowok metroseksual yang sangat menjaga penampilannya agar bisa selalu rapih dan yang pasti wangi. Cewek mana yang nggak tertarik sama Mas Rizal? Karirnya oke lagi, kurang apa coba? Tapi menurut Linera cowok yang senang tersenyum itu masih terlalu sibuk dengan karirnya dan masih begitu ambisius untuk terus mengumpulkan pundi-pundi hartanya. Makanya dia masih jomblo sampai usia yang sudah menginjak 37 tahun itu. Itu juga sebabnya dia paling anti dipanggil Pak, maunya Mas aja.

Untuk first Jobnya kali ini, Mas Rizal langsung yang mengutus Senggani untuk meliput sekaligus berpartisipasi dalam acara penghijauan yang diadakan salah satu kampus di Jakarta itu. Dia bilang agar Senggani bisa langsung beradaptasi dengan suasana kerja yang serba di alam, dan mereka memang sedang dikejar deadline produksi.

“Meeting pointnya akan diadakan siang ini juga, alamatnya bisa kamu lihat di surat undangannya.” Mas Rizal memberikan surat undangan yang memuat informasi tentang acara, jadwal meeting point, susunan acara dan lainnya  kepada Senggani. “Di sana ada jadwal untuk breefing para peserta dan para partisipan, kamu bisa ikuti acaranya sambil meliput.” Arah Mas Rizal.

“Iya Mas…” Senggani menyanggupinya dengan semangat. Karena ini job pertamanya jadi nggak boleh mengecewakan.

“Jangan lupa undangannya dibawa ya, kalau enggak nanti kamu bisa disangka penyusup lagi.” Mas Rizal bergurau sambil tertawa.

“Iya Mas…” Senggani tak kalah geli dengan candaan spontan yang dibuat Mas Rizal tadi.

“Oh ya, hampir kelupaan, saya sudah hubungi photographer buat partner kamu kemungkinan dia akan datang telat ke sini karena sedang ada urusan lain. Kamu nanti bisa ketemu dan kenalan sama dia sekalian berangkat bareng ke lokasi acaranya, ini dia orangnya biar kamu nggak bingung nyariin.” Mas Rizal membalik laptop dan memperlihatkan sebuah photo yang diambil dari resume pegawai.

Hampir tidak bisa menelan ludah, setelah Senggani melihat photo siapa yang dimaksud itu. “Maksud Mas, ini partner saya? Dia photographernya?”

“Iya, dia photographer yang akan mendampingi kamu selama project ini berlangsung. Namanya Mahesa. Nanti kamu bisa kenalan sama dia, ngobrol-ngobrol buat dapat chemistry jadi hasil tulisannya bagus.”

“Maaf Mas sebelumnya, tapi saya kan baru di sini. Apa nggak sebaiknya job yang ini ditangani reporter yang sudah lebih senior ya?” tolak Gani dengan cara sehalus mungkin

“Justru saya sengaja partnerin kamu sama dia karena reporter lain sudah punya partner masing-masing. Dan kalo dirubah lagi, bisa-bisa mereka nggak singkron. Susah lho nyari partner yang cocok buat Mahesa, makanya saya pilih anak baru aja. Siapa tahu, kalian bisa cocok dan kamu bisa belajar cepat. Oke.” Tanpa memberikan kesempatan pada Senggani untuk menyanggah Mas Rizal sudah menyodorkan tangannya dan berjabat tangan dengan Senggani tanda bahwa semua yang dia mandatkan pada gadis yang masih mematung itu diterima dengan baik.

A Love to Him (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang