The Proposal

223 22 53
                                    

Hari kedua di Bali ini dihabiskannya dengan memanjakan dirinya sendiri. Hendra nggak ikut. Rada aneh juga sih, kok tumben Hendra mendadak menghilang seharian dan hanya menghubunginya via Wa kalau dari pagi sampai sore ini dia sibuk. Ada sesuatu yang harus dikerjakannya dan membebaskan Senggani jika ingin menikmati liburannya sendirian.

Jadilah dia melakukan apa saja yang dia inginkan. Mumpung Hendra nggak ada, dia bisa menjadi dirinya sendiri. Yang paling extreme, dia mencoba olahraga Paragliding. Sejenis dengan Paralayang yang pernah dicobanya, hanya paragliding ini diterbangkan parasut yang ditarik oleh sebuah jet sky yang berlari di tengah lautan. Dia terbang tandem juga bersama salah satu instruktur di sana. Kembali merasakan sensasi terbang di udara membuatnya teringat lagi saat dia terbang berdua bersama Mahesa. Andai saja yang saat ini mendampinginya terbang adalah Mahesa, mungkin dia akan lebih bahagia.

Ya ampun, Gani, mau sampai kapan loe bermimpi? Ingat tujuan awal dong! Lagi-lagi, suara teguran itu membuatnya tersentak dari lamunannya. Ya, dia harus kembali ke kenyataan yang mengatakan bahwa Mahesa tidak ada di sini.

Tidak hanya itu, dia juga ikut bergabung bersama sekelompok anak muda Bali yang sedang melakukan aksi pungut sampah yang banyak berserakan di sekitar Pantai karena masih kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung ke Pantai ini dalam menjaga kebersihan lingkungan. Masih saja banyak yang membuang sampah sembarangan padahal tempat sampah letaknya tak jauh dari tempat mereka duduk. Senggani hanya bisa geleng-geleng kepala melihat perilaku salah seorang wisatawan di Pantai itu.

Semua yang dia lakukan saat ini pasti ujung-ujungnya akan mengingatkannya pada Mahesa. Terlalu sulit menepis bayangan cowok yang sudah mengubah cara pandangnya terhadap lingkungan itu.

Petangnya, dia kembali ke hotel dengan lelah yang bertumpuk. Mandi air hangat sepertinya segar, setelah itu dia mau tidur sepuasnya untuk mengganti jatah tidurnya yang terganggu semalam. Badan segar setelah selesai mandi dan sholat maghrib, Senggani dikejutkan suara ketukan pintu dan mengatakan ini room service. Senggani tidak merasa memanggil room service karena dia tidak membutuhkan apa-apa, tapi dia buka juga pintu kamarnya dan betapa herannya dia saat melihat ada tiga orang perempuan tak dikenal yang berdiri di depan pintu kamarnya. Dua orang perempuan memakai seragam hotel dan seorang lagi Senggani tak tahu siapa karena tak ada atribut apa-apa yang bisa menjelaskan siapa dia.

"Ada apa ya?" tanya Senggani keheranan melihat tiga orang itu dengan bawaan masing-masing. Dua petugas hotel itu membawa kotak kado dengan ukuran yang berbeda, satu agak besar dan satu lagi lebih kecil. Mungkin itu kotak sepatu. Dan seorang perempuan tanpa identitas itu terlihat menenteng sebuah kotak berwarna perak di tangan kanannya. Mungkin yang ini kotak make up.

"Permisi, Bu, kami ke mari mau mengantarkan pesanan untuk kamar nomor 153," ucap salah seorang petugas hotel itu pada Senggani.

Senggani mengecek papan nomor kamarnya yang terdapat di pintu masuk. "Ini benar kamar 153, tapi saya nggak pesan apa-apa tuh. Mungkin salah kamar, atau salah nomornya. Coba dicek lagi deh, Mbak," jawab Senggani.

"Apa benar ini dengan Ibu Senggani?" tanyanya lagi memastikan.

"Iya saya sendiri." Senggani semakin keheranan.

"Kami mengantarkan pesanan dari Bapak Mahendra Baskara Arbi untuk Ibu Senggani di kamar nomor 153." Petugas hotel itu nampak lebih mantap.

"Mahendra? Oh, ya sudah, masuk, Mbak, silahkan." Senggani mempersilakan ketiganya masuk. Masih bertanya-tanya juga dia dengan maksud Hendra mengiriminya barang-barang dan orang-orang ini.

Petugas hotel itu meletakkan barang bawaannya di atas meja, lalu membukanya bersamaan. Senggani membelalakkan begitu melihat apa isi di dalam kotak. Sebuah gaun cantik berwarna hitam beserta satu set perhiasan yang berkilauan nampak di hadapannya. Sementara kotak yang lebih kecil menunjukan sepasang sepatu yang tak kalah cantiknya dari gaun tadi.

A Love to Him (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang