The Painful Promise

212 25 17
                                    

Galuh dibiarkan jauh untuk sementara dari Mahesa untuk menghindarkan hal-hal yang tak diinginkan seandainya emosi Mahesa tiba-tiba meledak seketika. Galuh tampak duduk di kursi ruang tunggu sedangkan Jamal di dalam sana berusaha untuk bicara dengan Mahesa.

“Sa, sekali lagi maafin Galuh ya. Dia berbuat begitu tanpa berpikir dulu, dia refleks berbuat begitu,” ucap Jamal dengan hati-hati. “jangan marahin dia ya,” pintanya lagi.

“Percuma gue marahin dia, Mal. Toh akhirnya lo juga yang maju dan membela dia,” tandas Mahesa yang sejak tadi masih memunggungi Jamal dengan kedua tangannya di letakkan di atas meja sebagai penopang untuk tubuhnya.

“Gue tahu apa yang udah adik gue lakukan itu kelewatan, tapi dia nggak mungkin berbuat begitu kalo bukan lo sendiri yang mulai.” Jamal menarik sebuah kursi dan duduk di sana. “Galuh itu cemburu, Sa. Cewek mana yang bisa santai aja kalo melihat cowok yang dia suka malah mesra sama cewek lain? Mana ceweknya itu pacar orang lagi. Jadi memang terkesan kalo dia itu murahan.” ucapan Jamal kali ini berhasil membuat Mahesa membalikkan tubuhnya.

“Cukup ya, Mal. Gue nggak mau dengar lagi kata-kata Senggani itu cewek murahan lah, cewek nggak tahu diri lah, gue udah nggak mau dengar itu. Apalagi dari mulut lo!” Mahesa mengultimatum.

“Ya emang itu kenyataannya kan? Terus gue harus bilang apa?” Jamal mulai memancing amarah Mahesa. “Kalo dia cewek baik-baik, nggak mungkin dia begitu mesra sama lo di sini. Kalo dia cewek bener, dia pasti punya harga diri atau paling nggak punya rasa malu.”

Mahesa yang sejak tadi sudah mengepalkan tangannya bergerak maju ingin meninju wajah Jamal, dia tidak suka dengan ucapan Jamal yang begitu kasar terhadap Senggani. Jamal yang merasa dirinya terancam oleh Mahesa pun berdiri dan mulai bersiap seandainya akan ada perkelahian di antara mereka. Mahesa berhasil mencengkeram kerah kemeja Jamal dan meninju rahang cowok itu satu kali hingga Jamal menabrak lemari kaca berisi koleksi beberapa kamera milik studio mereka, akibat tabrakan itu beberapa kamera yang terpajang di sana jatuh dan mungkin rusak.

“Hey, ada apa ini?” Danang tiba-tiba menyembul masuk dengan masih mencangklong ransel dan menenteng beberapa buah paper bag. Dia yang baru saja pulang dari Malang, langsung terkejut disuguhkan pemandangan tak mengenakkan di antara kedua sahabatnya itu.

“Kalian kenapa? Kayak anak kecil aja!” teriak Danang yang sudah berdiri di tengah kedua lelaki itu.

Galuh yang mendengar suara benturan dan teriakkan Danang pun ikut masuk dan melihat sang abang memegangi rahangnya yang dipukul Mahesa. Galuh langsung menghampiri Jamal untuk memeriksa kondisi abangnya itu dan melototi Mahesa.

“Teman lo tuh, Nang, udah nggak waras,” ucap Jamal yang masih terlihat kesakitan.

“Lo yang mulai duluan!” sergah Mahesa tak terima.

Come on man, be a manly,” tandas Jamal lagi. “bersikap dewasa, Sa. Terima kenyataannya kalo emang lo udah kelewat batas. Lo boleh pukul gue sebanyak yang lo mau, tapi itu tetap nggak bisa mengingkari fakta kalo lo itu salah. Tetap salah!” hardik Jamal yang kesal.

“Ini ada masalah apa sih?” tanya Danang yang menjadi satu-satunya orang yang tak tahu tentang permasalahan yang terjadi antara Mahesa dan Jamal.

Mahesa menyibak rambutnya dengan frustasi. “Memangnya salah kalo gue jatuh cinta?” ucap Mahesa kemudian.

Sebuah pertanyaan yang sekaligus pernyataan itu membuat telinga Galuh seperti bedengung. Secara tak langsung Mahesa mengakui bahwa dia memang jatuh cinta terhadap perempuan itu. Terlihat dari betapa putus asanya suara Mahesa tadi, Galuh bisa melihat bahwa cinta yang Mahesa miliki untuk cewek itu sangat besar. Dan saking besarnya hingga terasa menenggelamkan dada Galuh. Air matanya mengalir lagi.

A Love to Him (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang