Persimpangan Hati

237 27 29
                                    

Senggani menemani Bu Fatimah dalam kamar untuk menyuapi anak laki-laki bernama Kelana Dewandaru itu dengan makanan yang dikukus dan diblender hingga lembut. Ada yang janggal dengan anak laki-laki Lara itu, Senggani bisa melihat kulit anak itu cenderung kuning dengan bola mata kuning juga dan perut yang membesar. Anak itu sakit, begitu yang terlintas di pikiran Senggani kala melihat kondisi fisik Ndaru yang tidak seperti anak normal lainnya.

Dari cerita Bu Fatimah ternyata memang benar Ndaru didiagnosis menderita Atresia Bilier sebuah penyakit yang menyebabkan saluran empedu penderitanya tidak berjalan dengan normal dan membengkak hingga tersumbat. Akibatnya hati si penderita menjadi sulit untuk membuang racun dalam tubuhnya. Dan karennya racun yang tidak bisa dikeluarkan oleh tubuh akhirnya berbalik menyerang hatinya sehingga mengakibatkan kulit, mata dan air kencing penderita menjadi kuning. Kepergian Bu Fatimah ke Semarang kemarin itu adalah untuk check up rutin bagi Ndaru di RS. Dr. Kariadi, Semarang yang selama ini merawatnya.

Senggani yang terdiam menyaksikan penderitaan bocah itu hanya bisa menahan air matanya, dia mencoba membesarkan hati Bu Fatimah yang terlihat begitu menyayangi Ndaru selayaknya cucunya sendiri itu. Terlebih dia juga mencoba membesarkan hatinya sendiri untuk bisa menerima kenyataan bahwa anak ini adalah anak Mahesa. Lelaki yang dicintainya itu sudah bertemu dengan anaknya.

Di luar, Mahesa mengajak Lara untuk bicara dan mencoba membuat perempuan yang masih penuh misteri itu mengungkap semua rahasia yang masih coba dia simpan sendiri.

“Kenapa kamu membiarkan aku berpikir kalau anak itu meninggal? Kenapa kamu nggak jujur sama aku, Ra? Apa kamu memang sengaja melakukannya?” cecar Mahesa dengan emosi.

“Maafkan aku, Sa,” gumamnya lirih.

“Dari kemarin kamu cuma bisa minta maaf, aku nggak butuh itu Lara. Yang aku butuhkan adalah penjelasan dari kamu, sejelas-jelasnya. Jangan ada rahasia lagi!” hardik Mahesa yang kesal dengan sikap diam Lara selama ini.

“Anak itu sakit, dan aku merasa sudah gagal menjadi Ibu. Aku nggak mau kamu bertemu dia dalam kondisinya yang seperti sekarang, itu menjadi beban sendiri untukku. Makanya aku merahasiakan keberadaannya dari kamu.” Lara berlinang air mata jika harus menceritakan kondisi putranya itu.

“Apa yang salah sampai kamu menyembunyikan dia dari aku? Dari dulu kamu memang selalu begini, selalu menyimpan masalah sendiri dan berlagak tangguh padahal sebenarnya kamu rapuh dan sangat butuh pertolongan, Ra.” Mahesa menyisir rambutnya dengan marah.

“Karena aku nggak punya pilihan lain, Sa, selain Bu Fatimah aku nggak punya siapa-siapa lagi untuk tempatku bergantung. Dosa yang aku perbuat dulu harus anak itu juga yang tanggung, aku malu sama kamu. Mungkin ini hukuman untukku.”

“Itu bukan hukuman, Ra, itu ujian. Harusnya kamu bisa bedakan, dan kalau kamu merasa nggak punya tempat bergantung kamu salah. Sekarang aku di sini, aku akan selalu ada untukmu dan tolong kamu jangan  meninggalkan aku lagi seperti dulu.” Mahesa mendekat dan memeluk gadis itu dengan erat.

Lara menumpahkan segala beban yang selama ini bersarang di hatinya dalam pelukan hangat lelaki itu.

🍁🍁🍁

Mahesa memutuskan untuk menginap di rumah Lara malam itu, Senggani yang berusaha untuk maklum walaupun kesal akhirnya mengalah dan diantar Wildan ke penginapannya. Sepanjang malam, Senggani tak bisa tidur karena memikirkan Mahesa yang sudah bertemu anak dan juga Larasati. Berbagai bayangan yang tak diinginkannya terus menelusup ke otaknya hingga membuatnya stress.

Bagaimana jika sampai Mahesa kembali menjalin kasih dengan Lara? Bagaimana jika Mahesa kembali pada Lara dan anaknya? Bagaimana jika Mahesa memutuskan untuk tinggal dan menetap di sana? Lalu bagaimana dengan nasibnya sendiri? Senggani menumpuk bantal di wajahnya untuk mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang terus berseliweran. Tapi ketakutan itu tetap saja ada, semua buah pemikirannya itu bisa saja menjadi kenyataan mengingat betapa lemahnya seorang Mahesa di hadapan Lara. Mahesa masih begitu memuja Larasati setinggi langit.

A Love to Him (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang