“Lara...” ucap Mahesa nyaris seperti mimpi dengan apa yang dilihatnya itu.
Tangannya gemetar hebat, kameranya nyaris terjatuh dari tangan yang seolah tak bertenaga itu. Sosok perempuan yang masih duduk mematung itu membuat jantung Mahesa seolah meledak saking terkejutnya dengan apa yang dia lihat.
Mahesa terus meyakinkan dirinya bahwa perempuan yang ada di depannya itu adalah benar Larasati, perempuan yang dia cari selama ini. Perempuan yang menghilang bak ditelan bumi dan sama sekali tak tahu rimbanya itu ternyata ada di sini, di Karimunjawa. Ada perasaan bersyukur saat mendapati gadis itu ternyata masih hidup dan bisa dia temukan sekarang. Walau masih merasa tak percaya, namun semua yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri itu nyata adanya.
Larasati masih hidup, Larasati yang teramat dia rindukan itu sedang mematung menatapnya sekarang, Larasati yang menjadi bagian dari masa lalunya itu bisa dia temukan sekarang. Dekat dengannya.
Perempuan yang mencepol rambutnya itu tiba-tiba melempar canting yang sedang dipegangnya dan berlari untuk menghindari Mahesa. Tentu Mahesa tidak akan melepaskannya begitu saja, Mahesa mengejar perempuan itu sampai area depan galeri. Dijegalnya tangan perempuan yang masih menghindari tatapan matanya itu dengan kuat.
“Kamu Larasati, kan?” tanya Mahesa sekali lagi dengan napas yang memburu.
“Maaf, Mas, salah orang,” elaknya sambil berusaha menutupi wajahnya agar tak dilihat Mahesa.
“Aku yakin kamu pasti Lara.” Mahesa yang menatapnya dengan intens terus memaksanya untuk mengaku.
Dia tidak mungkin salah mengenali Larasati, walaupun penampilannya sekarang berubah serta warna kulit yang menggelap khas warga pesisir pantai tapi Mahesa masih bisa mengenalinya. Dia tidak mungkin salah atau berhalusinasi, dia yakin gadis yang masih meronta minta dilepaskan itu pasti Larasati. Cintanya yang dulu.
“Saya Dyah, Mas. Saya bukan orang yang Mas cari, Mas salah orang.” Gadis itu berhasil melepaskan diri dari Mahesa dan kembali berlari.
“Kalau kamu bukan dia kenapa kamu lari?” teriak Mahesa yang sanggup membuat wanita itu berhenti. “Dan kenapa kamu punya tato yang sama dengan Lara?” cecarnya lagi.
Larasati punya sebuah tato berupa gugusan bintang di belakang telinga kanannya. Dan dengan rambutnya yang dicepol ke atas itu mempermudah Mahesa untuk bisa melihat bekas rajahan di tubuhnya, tato itu masih ada di sana, menjadi penanda bahwa perempuan yang masih membelakanginya itu adalah benar Larasati-nya.
Perempuan itu akhirnya membalikkan badannya dan menatap Mahesa, dia sudah tidak bisa menghindar lagi dari kejaran lelaki yang tampak tak banyak berubah itu. Kecuali rambutnya yang menggondrong sejak terakhir kali mereka bertemu 3 tahun lalu.
Mahesa serta merta memeluknya dengan begitu erat dan memuntahkan semua kerinduan yang selama ini menggelegak di hatinya. Lara yang hanya bisa pasrah pun menitikan air matanya dan melingkarkan tangannya di punggung Mahesa.
“Aku minta maaf, Sa,” bisiknya di telinga Mahesa dengan deraian air mata yang menderas.
Keduanya berpelukan begitu erat hingga membuat seseorang yang berdiri di depan toilet pun membelalakkan mata tak percaya, Senggani hampir tak bisa berkedip menyaksikan semua adegan di depan matanya. Mahesa mengejar seorang wanita yang dipanggilnya Lara, dan tak lama kemudian mereka berdua berpelukan dengan begitu mesranya.
Senggani yang masih syok kembali ke dalam toilet dan hanya bisa terbengong di sana, Mahesa memanggil perempuan itu Lara? Jadi perempuan bertubuh tinggi dan ramping tadi adalah Larasati? Sang legenda dalam sejarah kehidupan Mahesa. Dia kembali lagi, dia kembali ke kehidupan Mahesa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love to Him (Belum Revisi)
RomanceTop rank #1 pendaki (September 2019) #1 lingkungan (September 2019) #1 jalan-jalan (September 2019) #1 global warming (September 2019) #1 gondrong (September 2019) #1 backpacker (September 2019) Mencintai seseorang yang telah melabuhkan hatiny...