Silva mengajak Vano jalan-jalan menggunakan kursi roda di sekitar taman rumah sakit. Kata Vano, dia bosan berada di kamar rawatnya, sehingga dia ingin keluar mencari udara segar, makanya Silva mau menemaninya.
"Akhirnya gue bisa menghirup udara segar," ucap Vano sambil menghirup napas dalam-dalam.
"Makanya lebih banyak bersyukur, kita sudah dikasih udara gratis tapi kita malah sering mengeluh," kata Silva.
"Gue kesindir."
"Gue gak bermaksud nyindir lo kok, serius deh."
Vano hanya terkekeh. "Nyantai aja, gue cuma bercanda."
Silva dan Vano terdiam beberapa saat. Mereka melihat anak kecil yang duduk di kursi roda ditemani oleh kakaknya. Ada rasa kasihan melihat anak itu. Seharusnya dia bisa bermain dengan anak seumurannya, tapi dia harus berusaha melawan penyakitnya.
"Makasih, Sil." Tidak ada angin, tidak ada badai tiba-tiba Vano mengucapkan kalimat itu.
"Makasih buat apa?" tanya Silva bingung.
"Selama ini lo udah nemanin gue. Meskipun keadaan gue--lo bisa lihat sendiri kan keadaan gue."
Silva berjongkok di hadapan Vano. "Gak, gue seharusnya minta maaf ke lo. Kalau saja waktu itu gue gak melarang lo buat pergi, maka kejadian ini gak akan terjadi. Danial menceritakan semuanya kalau lo buru-buru pergi ke rumah gue buat nemuin gue." Silva terdiam beberapa saat.
"Gue janji kok, gak bakal melarang-larang lo lagi," lanjutnya.
Vano menggenggam kedua tangan Silva dengan penuh kasih sayang. "Lo gak boleh berjanji seperti itu. Justru gue senang kalau lo itu sangat peduli dan khawatir sama gue. Selama ini gak ada orang yang peduli ke gue sama seperti lo peduli ke gue."
"Jadi jangan lelah buat membantu gue berubah menjadi lebih baik lagi, ya?" Pinta Vano.
Silva tersenyum dan mengangguk. Dia mengantar Vano kembali ke kamarnya. Tak lama, Renata datang untuk menjenguk Vano dan membawakannya beberapa makanan dan buah-buahan.
"Gimana keadaan lo, Van?" tanya Renata.
"Baik, kan Silva yang merawat gue," jawab Vano sembari melirik Silva.
Mendengar jawaban Vano, Renata melirik tidak suka kepada Silva. "Tentu saja, dia kan pacar lo."
"Ada perlu apa lo kesini?"
"Gue mau balas budi ke lo. Waktu itu lo selalu menemani gue, dan sekarang gue mau menemani lo."
"Gak perlu. Kan udah ada Silva."
Renata menatap ke arah Silva dan menyatukan tangannya seperti orang memohon. "Please, gue mau menemani Vano."
Silva bingung harus menjawab apa. Dia tidak tega melihat Renata yang memelas. "Baiklah, lo bisa menemani Vano."
"Van, gue pamit pergi. Ada urusan yang harus gue selesaikan." Silva mengambil tasnya.
"Urusan apa dan sama siapa?" tanya Vano.
"Lo gak usah cemas, sebentar doang kok."
Silva lalu keluar dari ruang tersebut. Dia memesan ojek online dan pergi ke suatu tempat. Vano merasa tidak tenang saat Silva pergi-- seperti ada yang disembunyikan gadis itu, tapi apa dan kenapa?
Silva sampai di halaman rumahnya. Saat dia hendak masuk, tiba-tiba ada seseorang yang membungkam mulutnya dan dia pingsan. Orang tersebut membawa Silva pergi.
Disisi lain, Kenzo dan Danial menguping pembicaraan antara kepala sekolah, pembina OSIS dengan Devan. Sepertinya cowok itu sedang diceramahin. Dan mungkin cowok itu punya masalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Silvano [Terbit]
Fiksi Remaja⚠Awas dibikin gregetan dan baper sama kisah Silva dan Vano⚠ [PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT! Proses Revisi!!!] PART MASIH LENGKAP! Vano Viandra Putra, seorang ketua geng OrionAlthair yang sangat terkenal di kalangan siswa, guru, maupun masyarakat. Sika...