Lina dan Silva jalan-jalan berdua saja. Mereka duduk menikmati makanan di rooftop sebuah kafe. Sebenarnya Silva masih belum baikkan dengan Vano—oleh sebab itu dia sengaja menghindarinya dengan cara jalan-jalan bersama sahabatnya itu.
"Lo sama Vano belum baikkan ya?" tanya Lina sembari memasukkan makanan ke mulut.
"Mau balikkan atau gak, gue gak peduli," jawab Silva kesal.
"Kemarin gue lihat Vano sama Renata, jalan bareng."
"Lah terus? Gue harus peduli, gitu?"
Lina hanya mengerucutkan bibirnya. Dia baru melihat Silva sampai seperti itu jika benar-benar kecewa dengan seseorang. Boro-boro saling bertegur sapa ketika ketemu, mendengar namanya saja sudah malas.
"Sil, lihat itu." Lina menunjuk seseorang di belakang Silva.
"Ada apa sih?" Silva memutar kepalanya menghadap belakang.
Silva langsung memalingkan wajahnya melihat orang yang ditunjuk Lina. Vano dan Renata, mereka berdua berada di tempat yang sama dengan tempat Lina dan Silva berada. Silva mengepalkan tangannya supaya dia tetap tenang dan menahan amarahnya.
"Gue harus beri pelajaran ke cewek ganjen itu." Lina hendak menghampiri Renata, tapi Silva menghentikannya.
"Lo gak perlu beri dia pelajaran!" Silva berkata tegas.
Vano melihat Lina dan Silva beradu argumentasi. Dia berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Silva. Saat Vano datang, Lina dan Silva langsung diam seketika, mereka tidak melanjutkan perdebatan di antara mereka.
"Mau apa lo datang ke sini?" tanya Lina sengit. "Belum puas lo menyakiti hati sahabat gue?!"
Silva berada di belakang Lina. Dia memalingkan wajahnya dari Vano. Sangat kentara sekali kalau dia malas melihat cowok itu. Vano mencoba berbicara dengan Silva, tapi Lina menghalanginya.
"Sil, dengarin penjelasan gue dulu." Vano berusaha supaya Silva mau mendengarkannya.
Silva menghela napasnya janggah. "Mau jelasin apa lagi? Semuanya udah jelas kok."
"Gue minta maaf karena gak datang malam itu."
Silva berdiri di hadapan Vano. "Lo pikir minta maaf dapat menyelesaikan semuanya?! Gue udah nunggu lo tiga jam lebih, tapi lo malah jalan sama cewek lain." Silva menunjuk ke arah Renata.
"Gue bakal lakuin apa saja asal lo mau maafin gue."
Silva tersenyum miring. "Ok kalau gitu, mulai sekarang jangan ganggu hidup gue lagi!"
Silva langsung pergi dari hadapan Vano. Dia melewati Renata--dan dia melemparkan tatapan tajam kepada cewek itu. Tapi Renata hanya tersenyum licik. Vano berusaha mengejar Silva.
"Silva! Gue mohon pada lo—"
"Lo gak perlu memohon ke gue!"
Vano menarik tangan Silva supaya berhenti. "Gue sama Renata gak ada apa-apa."
Silva menyentak tangan Vano dengan kasar. "Yang tanya hubungan lo sama Renata siapa hah?! Lo mau punya hubungan apa pun dengan cewek itu gue gak peduli."
"Jangan siksa gue lagi. Beberapa hari gak ketemu dan mengobrol dengan lo bikin hati gue gak nyaman."
Silva tidak menggubris ucapan Vano. Dia memilih untuk menjauh dari cowok itu. Sakit hatinya belum hilang sampai sekarang, apalagi jika dia melihat Vano dengan Renata jalan berdua, hal itu semakin membuatnya sakit hati dan muak dengan Vano.
"Jangan bertingkah laku seperti anak kecil, Sil!" tegas Vano.
Silva sudah mulai kehilangan kesabarannya. "Ok. Kita selesaikan ini sekarang juga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Silvano [Terbit]
Teen Fiction⚠Awas dibikin gregetan dan baper sama kisah Silva dan Vano⚠ [PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT! Proses Revisi!!!] PART MASIH LENGKAP! Vano Viandra Putra, seorang ketua geng OrionAlthair yang sangat terkenal di kalangan siswa, guru, maupun masyarakat. Sika...