Vano duduk di taman rumah sakit untuk menenangkan dirinya. Dia merenungkan kesalahan yang telah diperbuatnya kepada Silva hingga membuat nenek nya masuk rumah sakit. Tidak seharusnya dia langsung mempercayai foto yang dikirim dari nomor tak dikenal tersebut.
Silva mencoba menenangkan Bu karina yang dari tadi menangis. Dokter belum juga selesai memeriksa keadaan nenek. Silva berharap semoga tidak terjadi apa-apa pada nenek. Dia juga memberitahu kepada Alvaro bahwa nenek ada di rumah sakit, tapi Alvaro tidak bisa datang karena ada urusan mendesak dan sangat penting.
"Tante, tenang saja, nenek pasti baik-baik saja." Silva meyakinkan bu Karina, padahal dirinya juga belum yakin kalau nenek akan baik-baik saja.
Dokter pun akhirnya keluar, Bu Karina segera menemui dokter untuk mengetahui keadaan nenek. "Bagaimana keadaan mama saya, dok?"
"Beliau baik-baik saja. Dia juga sudah sadar dan ingin bertemu dengan saudari Silva, ada?" Jawab sang dokter.
"Saya Silva, dok. Ada apa?" tanya Silva.
"Beliau bersikeras menemuimu, lebih baik anda segera menemuinya supaya dia cepat istirahat."
"Baiklah, dok."
"Kalau gitu saya permisi dulu, kalau ada apa-apa, tolong panggil saya."
Silva lalu masuk ke ruangan nenek. Dia melihat nenek yang memang sudah sadar, tapi wajahnya masih terlihat sangat pucat. Silva duduk di kursi sebelah nenek sembari menggenggam tangannya.
"Silva ada di sini, nek," ucap Silva lembut.
Nenek meraba pipi Silva dengan penuh kasih sayang. "Apa kamu Silva kecil nenek?"
Silva mengangguk, air matanya tanpa sengaja mengalir.
"Kamu sudah kembali nak, nenek sangat merindukanmu."
"Silva juga rindu sama nenek, tapi kita sudah bisa ketemu dan bisa seperti dulu lagi."
"Nenek tidak tahu apakah kita bisa berkumpul seperti dulu lagi, nenek kan sudah tua dan sakit-sakitan. Nenek minta maaf atas perkataan Vano, ya?"
"Nggak nek, aku tidak masalah dengan hal itu. Kita lupakan saja kejadian tadi dan menganggapnya seolah-olah tidak pernah terjadi."
"Nenek punya permintaan, apa kau bersedia mengabulkannya?"
"Selama Silva sanggup, Silva akan memenuhinya. Tapi Silva tidak janji untuk terus bisa memenuhi permintaan nenek. Hanya jika Silva sanggup."
***
Vano pergi ke klub untuk menenangkan dirinya. Pikirannya sudah kacau balau, dia bahkan sempat meneguk segelas minuman keras. Danial dan Kenzo heran melihat sikap Vano yang tidak seperti biasanya.
Meskipun Vano baru meneguk segelas miras, kepalanya sudah pusing dan dia mabuk, karena dia tidak pernah minum minuman seperti itu sebelumnya. Danial dan Kenzo bahkan sudah melarang Vano supaya tidak minum, tapi dia tetap bersikeras.
Danial mendapat telepon dari Silva yang menanyakan keberadaan Vano. Otomatis dia memberitahukan di mana keberadaan Vano karena dari nada bicara Silva, cewek itu terdengar sangat panik.
"Van, sadar, Van!" Kenzo berusaha menahan Vano yang hampir menghabiskan sebotol minuman. Akibatnya, Vano langsung pingsan.
Danial dan Kenzo berusaha membawa Vano keluar dari klub. Saat di luar, kebetulan mereka bertemu dengan Silva. Cewek itu bernapas lega karena dirinya tidak perlu masuk ke tempat haram itu.
"Kenapa dengan Vano?" tanya Silva.
"Dia mabuk berat, akibatnya seperti ini," jawab Kenzo.
"Bawa dia ke rumah lo atau Danial, tapi jangan bawa ke rumahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silvano [Terbit]
Teen Fiction⚠Awas dibikin gregetan dan baper sama kisah Silva dan Vano⚠ [PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT! Proses Revisi!!!] PART MASIH LENGKAP! Vano Viandra Putra, seorang ketua geng OrionAlthair yang sangat terkenal di kalangan siswa, guru, maupun masyarakat. Sika...