Kecelakaan

4.4K 272 0
                                    

Vano mengajak jalan-jalan adiknya bersama dengan Silva di taman kota. Adiknya bermain kejar-kejaran dengan Silva, sedangkan Vano hanya menontonnya saja.

Tiba-tiba ponsel Vano bergetar, ada pesan dari Alvaro yang menantangnya dan gengnya bertarung di dekat bangunan tua. Vano menyerngitkan dahinya membaca pesan tersebut.

"Avariella, mainnya sudah ya?" Pinta Vano.

"Gak mau. Ava masih mau main dengan kak Silva," tolak Avariella.

"Tapi kakak ada urusan sekarang." Vano berusaha membujuk adiknya.

Silva menghampiri Vano. "Ada apa, Van?" tanya Silva.

"Nanti gue jelasin." Vano menggendong adiknya dan membawanya ke mobil.

Silva mengekor di belakang Vano. Dia menemani Avariella yang ngambek dengan Vano. Silva berusaha menjelaskan kepada adiknya Vano, bahwa kakaknya sedang buru-buru ada urusan yang harus dia selesaikan.

Berkat Silva, Avariella mau diantar pulang. Dia menurut pada omongan Silva. Vano bisa bernapas lega setelah adiknya mau diantar pulang ke rumah. Silva masih bingung dengan Vano, apa urusan cowok itu sehingga dia begitu terburu-buru.

"Makasih, Sil." Vano berkata tulus.

"Sama-sama."

Vano mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh jadi tak butuh waktu lama bagi nya untuk sampai di rumah. Silva turun menggendong Avariella yang tertidur pulas. Dia membawa Avariella ke rumah dan menidurkannya di kasur kamar tidurnya.

Silva lalu keluar rumah. Vano sudah menunggunya diatas motor satria biru. Silva hanya heran dengan tingkah cowok itu yang sepertinya tidak tenang.

"Ada apa sih, Van?" tanya Silva penasaran.

"Alvaro nantangin kita," jawab Vano.

Silva terlonjak kaget mendengar jawaban Vano. Lagi-lagi Alvaro menantang OrionAlthair. "Kalian kenapa sih berantem mulu? Gak capek apa?"

"Please, Van. Jangan berantem lagi!" Pinta Silva.

Vano mendapat pesan lagi dari Alvaro yang mengatakan jika dia tidak datang maka mereka dirinya dan gengnya pengecut.

Vano memegang pundak Silva. "Dengerin gue! Kalau gue gak datang, sama saja seperti seorang pengecut. Ini menyangkut harga diri kita."

"Tapi kan gak harus berantem. Bisa, kan diselesaikan dengan cara baik-baik?!"

"Gue cuma mau menjalankan amanat dari Danzel yaitu untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan mengayomi anak buahnya, tahan menghadapi sikap anak buahnya, dan gak pernah menyerang siapapun sebelum mereka menyerang terlebih dahulu."

Silva menyentak tangan Vano dengan kasar. "Terus saja berantem! Biar babak belur sekalian." Silva terdiam sebentar. "Terus ngapain lo masih ada disini? Katanya mau ladenin tantangan Alvaro? Sana pergi berantem!" Silva menaikkan oktaf bicaranya. Nada bicaranya terdengar sangat sengit.

Silva pergi dari hadapan Vano. Cowok itu mendengus kesal lalu mengejar Silva.

"Lo mau kemana?" tanya Vano.

"Pulang," jawab Silva ketus.

"Biar gue antar."

"Gak perlu! Gue bisa pulang sendiri. Lo gak usah perhatian sama gue, lebih baik lo tepati saja amanat dari Danzel itu!" Silva berjalan keluar dari gerbang rumah Vano.

"Sil!" Teriak Vano. "Dengerin gue." Vano berusaha mencegah Silva pergi.

"Dengerin apa, heh?! Gue gak suka lo berantem mulu. Apalagi lo sama Alvaro dulunya teman dekat. Dapat apa sih lo dari berantem?" Silva benar-benar kesal.

Silvano [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang