Dia bukan adek gue. Tapi, calon adek ipar lo. Hehehe.
👩❄
"Lo kenapa?" tanya Gafa.
"Ja...jadi... dia adek lo?"
Gafa mengangguk.
Meysa menghampiri Zifa, ia meraih tangan gadis yang dua tahun lebih kecil darinya.
"Maafin gue ya Zifa. Gue tuh nggak tau kalau lo itu sebenarnya adeknya Gafa. Maafin gue ya Fa," ucap Meysa.
Zifa tersenyum hangat,
"Iya. Gue maafin kok,"
"Makasih ya Fa,"
"Nama Kakak siapa?"
"Meysa,"
"Ooo... Kak Meysa,"
Meysa hanya mengangguk sambil tersenyum.
Gafa beranjak dari duduknya,
"Yaudah, gue mandi dulu,"
"Kak Meysa pacarnya Bang Gafa ya?" tanya Zifa sesaat setelah Gafa pergi.
"Bukan. Gue sahabatnya. Hehehe,"
"Ooo... Kakak cantik deh,"
"Lo juga cantik, Fa,"
"Hehehe... oh iya, gue lupa,"
"Kenapa?"
"Gue belum masak. Hehehe,"
"Gue bantu yuk,"
"Jangan Kak, nanti repot,"
"Nggak papa kok. Ayok,"
Zifa mengangguk. Mereka kemudian segera menuju dapur.
❄
"Widiiih... makan besar nih," ucap Gafa sambil menarik kursi meja makan, dan duduk di sana.
"Ini tuh Kak Meysa yang masak. Iya kan Kak?"
"Nggak kok. Kan lo juga yang bantu,"
"Yaudah ayo makan!" kata Gafa tak sabaran.
Gafa langsung melahap makanan yang berupa nasi goreng, sosis panggang, telur mata sapi, mie goreng, bakso, soto, sate, *nggak gitu juga kaliii:|.
"Bang. Lo belum cerita ya kalo lo punya adek yang cantik kayak gue," ujar Zifa di sela-sela makannya.
"Belum,"
"Kenapa, Bang?"
"Gue malu. Lo kan jelek!"
"Ish... Abang mah gitu." Zifa memajukan bibirnya, sebal.
Gafa tak membalas, ia hanya sibuk melahap sarapannya.
"Samlekom..." terdengar suara makhluk dari luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATUM [Revisi]
Teen FictionKetika takdir mulai berbicara🍃 ❄ "Takdir dapat mengubah segalanya! Apakah segalanya dapat mengubah takdir?" ❄ "Gue mau lo tetap di sini. Jangan pergi. Karena gue benar-benar sayang sama lo," ❄ "Lo itu bukan teman gue. Bukan sahabat gue. Bukan pacar...