#39. SEBUAH AWALAN

224 15 0
                                    

Dimulai dari sini lah takdir gue berubah.
:)

Dukh...dukh...dukh...

"BANG GAFAAA! BANGUN WOY! UDAH SIANG, BEGO!" teriak Zifa sambil memukul pintu kamar Gafa dengan keras.

"BENTAR! GUE LAGI MANDI, SOMPLAK!" balas Gafa yang juga ikut berteriak.

"GUE TUNGGU LO DI MEJA MAKAN!" ujar Zifa dan berjalan ke arah meja makan.

Beberapa menit kemudian, Gafa sudah selesai mandi. Lelaki itu memakai kaos berwarna hitam dan celana jeans selutut. Ia menuruni tangga dengan semangat, entah kenapa, ia sangat senang hari ini.

"Wiiih... udah nunggu aja nih adek durhaka!" cibir Gafa sambil mengambil posisi duduk di samping Zifa.

"Banyak omong! Nih, makan yang banyak!" balas Zifa sambil memberikan nasi goreng hangat itu pada Gafa.

Hening, tidak ada yang bersuara. Mereka berdua hanya sibuk dengan makanannya. Ruang makan rumah itu hanya terisi dengan dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring.

"Bang," ucap Zifa akhirnya.

"Apa?" jawab Gafa sambil memasukkan suapan terakhir nasi gorengnya.

"Gue kangen Ayah sama Bunda,"

"Gue juga. Tapi kan bentar lagi Ayah sama Bunda pulang,"

Zifa hanya tersenyum.

"Emangnya kenapa?" tanya Gafa.

"Kenapa apanya?"

"Nggak tau sih, hehehe,"

"Nggak nyambung!"

"Hahaha... jalan yuk!"

"Ke mana?"

"Ke mana aja,"

"Hmmm... ke taman aja ya, gue pengen ke sana,"

"Oke. Lo siap-siap dulu sana!"

"Siap Bang,"

Di sinilah Kakak-Adik itu berada. Di sebuah taman yang tidak jauh dari rumahnya. Taman yang selalu ramai ketika hari libur tiba. Taman yang dipenuhi oleh keluarga kecil yang bahagia, menikmati sejuknya udara di sekitar taman.

Gafa dan Zifa duduk di sebuah bangku panjang di sana. Zifa tak sengaja melihat satu keluarga yang terlihat sangat bahagia, yang keberadaannya tidak jauh dari tempat gadis itu duduk.

Zifa merindukan ayah dan bundanya. Entah kenapa, ia sangat ingin sekali berkumpul dengan keluarga kecilnya.

Gafa mengikuti arah pandangan adiknya. Lelaki itu tersenyum tipis.

"Kenapa?" tanya Gafa.

Zifa sontak menoleh ke arah Gafa, ia menggeleng.

"Nggak papa,"

"Lo kangen ayah sama bunda?"

Zifa mengangguk kecil, tatapan matanya menyorot sayu ke depan. Ia menatap kosong.

Gafa merangkul adiknya itu. Ia juga sama. Ia sangat sangat merindukan ayah dan bundanya, yang sudah satu tahunan belum ditemuinya. Ia hanya bisa mengobrol lewat telepon.

"Gue juga kangen. Tapi kita bisa apa? Kita hanya bisa menunggu dan menunggu,"

"Menunggu sampai gue lelah!" ujar Zifa tegas, namun ada kerapuhan di dalamnya.

"Menunggu sampai ayah dan bunda pulang," balas Gafa sambil mencubit pelan hidung adiknya, mencoba untuk menghiburnya.

Zifa menghela nafas pasrah. Ia sangat tidak suka yang namanya menunggu. Apalagi menunggu hal yang tidak pasti baginya.

FATUM [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang