Mengikhlaskan itu memang sulit. Sangat sulit. Tapi, gue akan mencoba. Mencoba mengikhlaskan orang yang gue sayang.
🕊❄
Lelaki dengan balutan hoodie berwarna abu dan celana jeans panjang itu pun kini sedang duduk di balkon kamarnya. Cairan bening terus mengalir membasahi wajah tampan lelaki itu.
Ia menatap menerawang ke arah langit yang terus meneteskan air hujan.
Tidak ada bintang atau pun bulan. Semuanya seolah bersembunyi di balik kegelapan langit itu. Semuanya seperti mengetahui isi hati dari lelaki itu.
"Kita sama, gue sedih. Lo juga ikut-ikutan sedih. Hehehe," gumamnya lirih.
Gafa berusaha tertawa, meskipun itu terpaksa baginya.
Ia mengusap air matanya perlahan.
Gafa mengingat-ingat memorinya bersama dengan kedua orang tuanya. Semua kenangan yang telah mereka lewati berputar di kepalanya, seperti kaset rusak.
Apa pun yang terjadi, Gafa harus tetap tegar. Ia tidak boleh terlihat sedih di depan orang lain, apalagi di depan adiknya. Zifa.
Gafa menarik nafas sejenak. Denyutan sakit itu kembali ia rasakan.
Gafa tersenyum simpul. Senyum yang ia paksakan.
Lelaki itu beranjak dari duduknya. Ia berjalan ke dalam kamarnya.
Lelaki dengan mata sembab itu pun mmebaringkan tubuh lelahnya di atas ranjang. Ia menarik selimut tebalnya sampai lehernya.
Gafa memejamkan matanya. Ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Lelaki itu kembali tersenyum sambil mengucapkan sebuah kalimat pengantar tidurnya.
"Selamat tidur, ayah, bunda,"
❄
Waktu sudah menunjukkan jam lima pagi. Lelaki yang masih bergelung dalam selimutnya itu pun terbangun dari tidurnya. Ia mendudukkan tubuhnya sejenak, untuk menghilangkan rasa pusing di kepalanya.
Tungkai lemasnya ia langkahkan ke arah kamar adiknya.
"Dek," ucapnya sambil mengusap pelan rambut adiknya itu.
Lawan bicaranya tak menyahut.
"Dek," ucapnya lagi dengan gerakan yang sama.
Zifa terusik.
"Abang," jawabnya serak.
Zifa mengucek-ucek matanya untuk menyesuaikan cahaya yang menyilaukan mata indahnya.
"Sholat subuh yuk!" ajak lelaki itu.
Zifa mengangguk pelan. Tanda ia setuju akan ajakan dari abangnya itu.
"Ambil air wudhu dulu ya, kita sholat sama-sama. Gue tunggu di kamar," ujar Gafa.
Lagi dan lagi, Zifa mengangguk. Gadis itu bangkit dari posisi berbaringnya. Ia beranjak dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATUM [Revisi]
Teen FictionKetika takdir mulai berbicara🍃 ❄ "Takdir dapat mengubah segalanya! Apakah segalanya dapat mengubah takdir?" ❄ "Gue mau lo tetap di sini. Jangan pergi. Karena gue benar-benar sayang sama lo," ❄ "Lo itu bukan teman gue. Bukan sahabat gue. Bukan pacar...