Hujan dan Indomie

2.3K 186 20
                                    

Oiris Salden Iswara kembali menatap pada cermin besar yang menampilkan dirinya sedang tersenyum ceria, kemeja kebesaran berwarna coklat serta rok pendek selutut terlihat begitu sempurna membalut tubuhnya, tak lupa rambutnya ia gerai ke depan.

Kalau lagi rapih begini, sekilas Osi mirip artis korea. Tapi sayang, penampilannya yang menakjubkan ini hanya muncul beberapa abad sekali. Kalau hari-hari biasanya, daripada artis korea, Osi justru lebih mirip ibu-ibu komplek, dengan roll rambut yang mengelilingi kepala serta dengan piyama motif bunga kebanggaannya yang lebih pantas disebut daster.

Osi tentu tidak mau berdandan ala-ala cewek tulen begini, kalau tidak ada kepentingan. Apa lagi mengingat ini hari Sabtu dan baru jam 7 pagi, jelas suatu keajaiban baginya bisa selesai menyiapkan diri tepat waktu. Ya, berhubung hari ini ia akan pindah ke rumah baru -sebenarnya tidak bisa di sebut rumah baru, karena dulu ia sempat tinggal disana- maka tidak apa lah, ia sedikit mengorbangkan waktu tidurnya di hari libur ini.

Masih dengan senyum ceria ia keluar dari kamarnya, dan menemukan pria paruh baya yang sudah lebih dulu siap di meja makan dengan koran pagi yang masih membahas isu politik. Sekilas ia menatap pada pintu coklat yang berada persis di samping kamarnya. Pintu itu masih rapat dan sunyi, agaknya penghuni kamar itu masih terjebak dalam mimpi indah alias molor, sebab tidak ada tanda-tanda kehidupan disana.

"Alden masih tidur, Pah?"

"Kayaknya sih begitu, kemarin dia pulang malem banget, sekitar jam 2-an lah"

"Hah? itu mah namanya pagi Pah! Kok Papah gak marah sih, kalo Alden yang balik jam segitu? Coba kalo aku, pasti udah di semprot!"

"Ya kalo Kak Alden kan kerja sayang. Semalem dia bilang clientnya dia yang kemarin itu rumahnya jauh di sekitaran Depok lah, dan acara resepsinya juga mulai jam 8 malem sampai jam 10. Coba kalo kamu, mau keluyuran ngapain coba sampe jam 2? Mau cosplay jadi mbak kun?"

Osi memanyunkan bibirnya mendengar tanggapan Papah. Lagi pula ini juga bukan hal baru baginya mendengar Alden yang selalu pulang larut, bahkan sampai pagi. Mengingat Alden adalah freelancer fotografer disalah satu Wedding Organizer terkenal dikalangan artis ataupun pengusaha, maka tak jarang Alden dapat job di luar kota.

"Tapi ya Pah. Kok ada ya, orang yang gelar resepsi nikah malem-malem? Alden sering banget tuh dapet client begitu"

"Ya terserah mereka lah, kalau nanti kamu mau nikah bedug subuh juga gak ada yang larang kok, cuma paling tamunya aja yang males dateng"

"Ih si papah mah!" Osi reflek menepuk bahu papahnya yang sudah terbalut Jas Hitam, dan membuat lelaki paruh baya itu tertawa. "Lagian papah nih udah ngomongin nikahan aku aja, gimana kalo papah dulu yang nikah, nanti aku sama Alden yang urus semuanya?" Ucap Osi seraya meledek sambil menaik turunkan alisnya.

"Engga ah, Papah gak mau!"

"Is Papah ayolah.... Papah tuh keren loh! Sayang banget kan cowok sekeren Papah ini hidup sendirian"

"Papah kan punya kamu dan Alden sayang..." Balas laki-laki itu dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang.

"Pah, aku dan Alden itu kan udah gede, papah gak perlu ngurusin kita seperti bayii"

"Papah cuma takut gak bisa bagi waktu dan gak fokus ke kalian. Di dunia ini papah cuma pengen bahagiain kalian"

"Papah ih selalu deh alesannya begitu, papah gak boleh egois, papah harus bahagiain diri sendiri sebelum bahagiain orang lain"

"Kamu dan Alden itu bukan orang lain. Kalian itu anak Papah. Sudah-sudah, kamu bangunin Alden dulu gih sana."

Osi hanya menghembuskan napasnya prustasi, kalau membahas soal pernikahan, Papahnya pasti selalu begitu. Lalu ia beranjak dengan wajah cemberut menatap papahnya, Lelaki itu terkekeh.

HELLEAVEN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang