Their point of view

307 58 15
                                    

Setelah hampir 2 jam lebih Sadev menunggu hingga Alfa benar-benar tertidur, ia bangkit dari kasurnya. Ia termenung sebentar, memandangi Alfa yang tengah meringkuk kelelelahan.

Sadev menghela napasnya pelan, lantas ia mengambil ranselnya, melihat foto album yang berisikan kenangan-kenangan masa kecil mereka, Sadev tersenyum samar, kala melihat dirinya dan Alfa waktu kecil yang begitu bahagia. Buru-buru Sadev memasukan album itu kedalam tas lain yang lebih kecil.

Lalu ia beralih pada tas perlengkapan sekolahnya, mengambil selembar kertas dan bolpoint. Pada awalnya Sadev bingung harus menulis apa untuk Alfa, ia tidak terbiasa seperti ini. Namun ia tetap harus menyampaikan semuanya pada Alfa meskipun hanya dalam bentuk surat.

Akhirnya Sadev menarik napas panjang, sebelum jemarinya menari di atas kertas.

Dimalam yang begitu sunyi, hanya goresan tinta lelaki itu yang terdengar.... juga isakannya. Sadev meringis, merasakan matanya semakin basah oleh air mata, pandangannya buram, bahkan ia harus mengelap air matanya dengan kasar agar bisa melanjutkan suratnya.

Dalam hati ia berharap kalau Alfa akan baik-baik saja. Ia percaya bahwa Alfa mampu melewati semua ini, meskipun tanpannya.

Setelah selesai dengan surat itu, Sadev mengambil semua kartu atm dan buku tabungannya selama ini. Ia meletakan stiker berisi pin atm pada tiap masing-masing kartunya, agar Alfa bisa memakai uang itu untuk kebutuhannya sehari-hari.

Lalu tidak lama berselang, ponselnya berdering menampilkan nama Sunny di layar. Memang, sehari setelah kejadian itu, Sadev menyerahkan diri pada Sunny, ia berjanji jika ia akan menerima hukumannya, tapi ia memohon, untuk di beri sedikit waktu untuk menemani Alfa minimal samapai mereka keluar dari rumahnya. Maka hal itu di kabulkan oleh Sunny...

Sadev tersenyum miris, lalu mengangkatnya panggilan itu.

"Boleh gue minta waktu 5 menit lagi? Gue janji gue gak akan kabur..."

Setelah Sunny mengizinkan, buru-buru Sadev menghampiri ranjang Alfa, ia menatap adiknya yang mendengkur halus, Sadev menangis lagi, ia semakin tidak sanggup membayangkan bagaimana jadinya hidup Alfa tanpa dirinya, bagaimana reaksi lelaki itu saat tau bahwa kini satu-satunya keluarga yang ia punya berada di penjara.

Tidak kuat membayangkan itu semua, Sadev lantas keluar dari dalam hotel, dan sedikit terkejut karna disana sudah ada sekitar 3 mobil polisi yang menunggunya, juga Sunny.

Dengan sedikit perasaan takut, Sadev akhirnya masuk kedalam salah satu mobil, ia sempat meminta maaf pada Sunny untuk terakhir kalinya, dan Sunny menyuruh para petugas untuk tidak memborgol Sadev, karna bagaimanapun juga, ia telah menyerahkan diri.

Mobil lantas melaju, dengan Sadev yang berada di tengah-tengah petugas, Sadev selalu berharap semuanya akan baik-baik saja.

Hingga di pagi hari, Sadev di kejutkan dengan kedatangan petugas di sell nya, mengatakan bahwa Alfa ingin bertemu dengannya.

Sadev tidak bisa, ia tidak sanggup jika harus melihat wajah adiknya itu, apa lagi kini wajah Sadev sedikit babak belur, karna perlakuan para senior narapidana. Ia tidak ingin membuat Alfa khawatir..

Maka dengan berat hati, Sadev mengatakan bahwa ia tidak ingin menemui siapapun.

Lantas Sadev memejamkan matanya, ia harap Alfa mengerti, sampai tiba-tiba petugas itu kembali lagi dan membawakannya beberapa potong burger king.

Dan untuk kesekian kalinya, Sadev menangis lagi.

****

Osi hanya menatap sendu kepergian Alfa, ia tahu bahwa hati lelaki itu kini tengah hancur, bahkan Osi bisa melihat bahwa punggunya bergetar hebat karna menangis, tapi Osi tidak bisa melakukan apapun, baginya ini memang yang terbaik, setidaknya untuk saat ini.

Setelah Alfa menghilang dari jangkauan matanya, perlahan kaki Osi mulai melemas, ia terduduk di atas aspal yang sudah mulai tergenang air hujan, ia menangis, sekencang yang ia bisa.

Di tengah riuhnya suara hujan, Osi berteriak pilu, memegangi dadanya yang begitu sesak.

Berkali-kali ia mengucapkan maaf untuk Alfa, juga untuk dirinya sendiri..

"Maafin gue Alfa..... maafin gue"

"Untuk hati gue sendiri, im sorry... gue gak bisa memberikan apa yang paling lo inginkan"

"Maaf....maafin gue"

Osi masih menangis, air matanya sudah menyatu dengan air hujan, tapi ia tidak peduli. Sekalipun ia sangat kedinginan.

Hingga sebuah mobil terparkir di dekatnya. Itu mobil Alden, dan betapa terkejutnya lelaki itu kala menemukan adiknya yang tengah terduduk sambil menangis sesegukan, menatap lurus pada jalan yang sepi...

"Osiii!!!!! Lo ngapain disini?" Tanya Alden yang segera keluar dari mobil menghampiri adiknya.

Alden meraup wajah Osi, menatap mata itu lekat-lekat, namun yang Alden temui dalam sorot mata itu hanyalah kesedihan.

Tanpa berpikir panjang, Alden langsung membawa Osi kedalam gendongannya, membawa gadis itu masuk kedalam, sebelum Ia terkena hipotermia.

Osi masih menangis, bahkan saat Alden memberinya handuk dan memeluknya, Alden tidak bicara, ia mengerti ini memang sangat sulit untuk adiknya.

Hingga Osi menarik tangan Alden, agar ia memeluk Osi lebih erat.

"Alden.... its hurt" bisik Osi sebelum akhirnya

"I know. But we can make it through"

Osi memejamkan matanya, dan berharap apa yang Alden katakan memang benar.

Kita bisa melewatinya.

****

Epilog masih di ketik, jadi untuk malam ini ini dulu ya, semoga cukup menghibur🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺❤️❤️❤️❤️❤️

HELLEAVEN [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang