🦄62

2K 91 5
                                    

"Dia kelas berapa?" tanyaku.
"Kalau tidak salah, dia seangkatan dengan Aura." jawab Mr. Ken.
"Baiklah. Terimakasih." ucapku, dan langsung pergi.

Aku dan Liam mengambil tas, sekalian izin ke pengawas harian. Setelah mengambil tas, aku dan Liam menuju pengawas harian.

"Permisi." ucapku.
"Ya, ada apa?" tanya Ms. Keira.
"Mau izin, ke rumah sakit." jawabku.
"Kalian berdua aja?"
"Semua." ucapku.
"Baiklah."
"Terimakasih."

Setelah izin, kami langsung pergi kembali ke rumah sakit. Soal Cindy, itu urusan nanti. Yang terpenting sekarang adalah Aura.

"Soal Cindy, bagaimana?" tanya Liam
"Nanti saja, aku ingin bilang dengan dad dulu." jawabku.

Mungkin, kalau dad yang mengurus ini jadi lebih gampang. Entahlah nanti dia di balas apa. Tapi, aku takut saja kalau nantinya seperti Shila dan teman temannya.

Aura lagi yang menjadi korban, gara gara masalah seperti ini terulang.

Sampai rumah sakit, aku dan Liam langsung menuju ruang dimana Aura berada.

Saat membuka pintu, pandanganku langsung tertuju kepada Aura yang terbaring tak sadarkan diri.

Aku berjalan mendekatinya, mengelus rambutnya.
"Ada peningkatan?" tanyaku.
"Belum." jawab Zayn.

Setelah itu, aku bergabung dengan boys di sofa.
"Kak Lou sudah tau, siapa yang melakukan ini?" tanya Niall.

Aku mengangguk, "Sudah. Namanya Cindy, anak baru pindahan dari New York." jawabku.
"Anak baru berani melakukan ini semua?" tanya Harry kaget.

"Dia penyumbang dana terbesar di sekolah kita. Mungkin di tidak tahu kalau Aura itu anak dari pemilik sekolah. Jadi, ia merasa dirinya paling berkuasa di sana." jelasku dengan geram.

"Hanya itu saja bangga!" sinis Zayn.
"Sudahlah, masalah itu biar nanti di selesaikan. Kalian sudah telfon mom?" ucapku.
"Sudah. Mungkin sebentar lagi akan sampai." jawab Harry. Aku mengangguk.

Tak lama, apa yang di katakan Harry benar. Mom datang dengan dad.
"Mom, dad." panggilku.
"Hai son, bagaimana ini bisa terjadi?" tanya dad. Sedangkan mom mendekati Aura.

Aku mulai menceritakan semuanya, persis dengan rekaman yang aku lihat tadi bersama Liam.

"Dad akan urus itu." ucap dad.
"Terimakasih dad." ucapku.

Lalu mom bergabung bersama kami.
"Sebaiknya kalian pulang, ganti baju dan istirahat. Biar mom dan dad di sini menjaga Aura." ucap mom.
"Tap--." ucapanku terpotong.
"Pulang, nanti sore kalian bisa ke sini lagi. Kalau di sini terus, kalian bisa sakit." jelas mom.
"Baiklah."

Akhirnya setelah di bujuk mom, aku dan boys pulang ke rumah, sekedar ganti baju dan istirahat sebentar. Mungkin nanti sore kami akan ke sini lagi.

*Aura POV
Aku mulai membuka mataku perlahan. Ada sedikit rasa pusing ketika aku membuka mata.

Setelah nyawaku sedikit terkumpul, aku baru menydari kalau aku bukan di kamar rumahku, melainkan di kamar rumah sakit.

Aku menengok ke sebelah kiri, ternyata ada mom dan dad di sana. Mom yang menyadari aku, langsung berjalan mendekatiku.

"Aura?" panggil mom. Aku tersenyum.

Tanpa berlama lama, mom langsung menekan tombol berwarna merah untuk memanggil suster ataupun dokter.

Sekarang dad mendekatiku, mengelus rambutku.
"Apa yang terjadi dengan Aura sekarang. Dad sudah mengetahui itu, mengetahui semuanya." ucap dad.

Aku tidak paham apa yang di katakan dad. Sama sekali tidak paham.
"Apa maksudnya?" tanyaku.
"Kau di perlakukan tidak baik dengan teman seangkatanmu, dad tidak terima itu." jawab dad.

POSSESSIVE FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang