13. Demi Mereka

106 21 0
                                    

Pagi-pagi sekali Rere berangkat ke sekolah. Membuat Abangnya Abra sedikit kesal karena dibangunkan dengan paksa.

"Apa sih, Dek, masih jam enem juga." Ucap Abra serak khas bangun tidur.

"Ihh, Abang anterin Rere ke sekolah. Rere mau ada upacara."

"Upacaranya kan jam tujuh, Dek, ini belum ada jam enem, Ya Allah."

"Rere mau latihan paduan suara dulu sebelum upacara. Rere tuh ketua harus nyontohin yang baik. Kalau Abang nggak mau nganter, Rere mau berangkat pake motor sendiri. Riri biar jalan kaki sana berangkatnya. Di rumah gak ada gunanya sama sekali sama Adeknya. Dasar Ab-" Omel Rere panjang lebar sambil menendang-nendang selimut Abangnya. Tapi dengan sengaja Abra membekap mulut Adeknya dengan tangannya yang sangat besar sampai Rere melotot tajam.

"Mmpphh," berontak Rere memukuli Abangnya yang telanjang dada.

"Diem! Abang bakal anterin kamu. Riri biar berangkat sendiri pake motor. Sana keluar, jangan teriak!" perintah Abra melepas tangannya dari mulut Rere. Rere segera menarik napas dalam-dalam hampir saja dia mati karna kehabisan napas. Rere segera menonyor kepala Abangnya dari belakang yang berjalan keluar menuju kamar mandi. Abra yang merasa pusing akan tonyoran Adeknya itu melotot tajam dan ingin menangkap Rere. Tapi sebelum berhasil menangkap Rere, Rere segera berlari keluar sembari tertawa kencang. Abra mendengus kesal melihat Adik kembar sulungnya itu. Tanpa ia sadari dua sudut bibirnya tertarik ke atas.

Setelah lima belas menit menunggu sang Abang bersiap-siap akhirnya Abra keluar dari kamar dengan wajah segar. Rere sempat terdiam melihat Abangnya yang kelihatan sangat tampan.

"Biasa aja kali lihat orang ganteng, Dek." Ucap Abra sambil menyisir rambutnya menggunakan tangan. Rere yang melihat gaya cool Abangnya memutar bola matanya jengah.

"Mau kemana, Bang, rapi bener."

"Mau nganterin nenek lampir sekolah nih." Jawab Abra asal.

"Maksut Abang aku nenek lampirnya, ha? tukas Rere yang sudah berkacak pinggang.

"Eitsss, siapa yang bilang itu kamu." Protes Abra yang melihat Adiknya sudah marah.

"Udah, ayok berangkat."

"Mama, Rere sama Abang berangkat dulu." Seru Rere yang sudah menyangklong tasnya kepada sang Mama yang baru saja keluar kamar mandi.

"Abang kok udah ganteng gini? Mau nganterin Adeknya apa ngapel?" tanya Dyah menggoda. Yang benar saja Abra ini, mengantarkan Rere ke sekolahnya yang tidak ada lima belas menit menggunakan pakaian yang cukup pas untuk jalan di mall, semisal. Dengan kemeja hitam yang digulung sampai siku, celana jeans biru tua yang membuatnya kelihatan kurus nan tinggi. Serta rambut yang disisir rapi ke arah kanan yang nampak mengkilat, tapi ingat itu bukan karena gel atau semacamnya tapi karna air di kamar mandi. Dasar nggak modal! Lalu dipadu dengan sepatu adidas hitam putih di kakinya.

"Apaan sih, Ma, suudzon mulu. Abra habis nganter Rere mau langsung ke kampus ngerjain studi banding sama temen-temen." Jawab Abra.

"Oh, Mama kira. Yaudah, sana berangkat, hati-hati, ya, Abang jangan ngebut!" Tutur Dyah memegang knop pintu melihat kedua anaknya bersiap pergi.

"Assalamualaikum, Mama," seru Rere melambaikan tangannya.

"Waalaikumussalam." Membalas lambaian tangan sang anak.

Sesampainya di sekolah, Rere dan Abra menjadi bahan tontonan para warga sekolah, terutama Abra-abangnya.

"Abang, sana buruan!" ucap Rere yang sedikit mengusir.

"Ngusir nih ceritanya?"

"Bukan, tapi aku gak mau, ya Abang dijadiin bahan omongan sama temen-temen sekolah aku."

AREYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang